Liputan6.com, Jakarta Kapolri Jendral Idham Azis menanggapi berbagai kritik atas sejumlah surat telegram yang dikeluarkan terkait penegakan hukum selama pandemi corona atau Covid-19. Salah satunya surat telegram bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 yang isinya mencakup pidana pelaku penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara.
"Pro kontra itu hal yang biasa," tutur Idham dalam keterangannya, Rabu (8/4/2020).
Advertisement
Menurut Idham, penegakan hukum tidak akan bisa memuaskan dan memenuhi keinginan semua pihak. Terlebih, bagi yang tidak sependapat bisa melalukan protes melalui mekanisme hukum yang sesuai.
"Para tersangka juga punya hak untuk mengajukan praperadilan," jelas Idham.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, penegakan hukum atas surat telegram yang telah dikeluarkan tersebut pada dasarnya menjadi opsi terakhir.
"Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif," ujar Asep.
Asep menyebut, langkah kepastian hukum baru diambil jika pada akhirnya upaya preventif dan preemtif tidak berjalan efektif. Dalam penanganan kasus berita bohong atau hoaks misalnya, Polri memberikan edukasi dan melakukan patroli siber secara konsisten.
"Substansinya, telegram Bapak Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum dan menjadi catatan penting, upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri ini merupakan upaya yang paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan," Asep menandaskan.
Mabes Polri mengeluarkan Surat Telegram (ST) terkait penanganan para penyebar hoaks dan penghina presiden saat pandemi virus corona atau Covid-19. Hal tersebut demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat selama menghadapi bencana non-alam tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ditandatangani Kabareskrim
Surat Telegram itu bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tanggal 4 April 2020. Dokumen tersebut ditantangani langsung oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Beberapa hal yang disoroti oleh penyidik Bareskrim Siber Polri adalah penyebaran berita bohong alias hoaks terkait virus corona Covid-19, penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah, dan penipuan penjualan alat-alat kesehatan secara online.
"Laksanakan penegakan hukum secara tegas," bunyi kutipan surat telegram tersebut yang diterima pada Minggu (5/4/2020).
Untuk pelaku penyebaran hoaks terkait corona dan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi pandemi Covid-19, penyidik menggunakan Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kemudian untuk kasus penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah dikenakan Pasal 207 KUHP. Sementara untuk penipuan penjualan alat kesehatan lewat online terancam Pasal 45 A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Selain itu, Polri juga berkoordinasi dengan para penyedia layanan internet yang akan melakukan perawatan ketahanan akses data selama pandemi virus corona Covid-19.
Advertisement