Nasib Wanita Melahirkan di Tengah Pandemi COVID-19

Awalnya, para dokter mengatakan kalau virus corona tidak berisiko bagi wanita hamil. Namun, kini saat situasi tak kunjung membaik, virus ini ternyata cukup membuat para wanita hamil cemas.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 09 Apr 2020, 09:00 WIB
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta Awalnya, para dokter mengatakan kalau virus corona tidak berisiko bagi wanita hamil. Namun, kini saat situasi tak kunjung membaik, virus ini ternyata cukup membuat para wanita hamil cemas.

"Melahirkan di tengah-tengah pandemi saja sudah cukup membuat cemas," ujar Dr Edith Bracho-Sanchez, asisten profesor pediatri di pusat medis Irving Columbia University, New York, kepada Fox News.

"Rumah Sakit kami telah berusaha keras memantau ada-tidaknya gejala pada para ibu, bayi, dan pengunjung, serta memonitor ketat mereka yang dites positif."

Menurut Leana Wen, seorang dokter yang juga mantan komisioner kesehatan Baltimore dan mantan Presiden Planned Parenthood, wanita hamil memerlukan perhatian khusus karena perubahan sistem imun mereka, serta fisiologis tubuhnya. Namun ada beberapa usaha untuk melindungi bayi baru lahir, seperti yang dilakukan di beberapa negara.

1. Seorang bayi perempuan yang lahir di Bangkok, Thailand, ditutupi dengan pelindung wajah tembus pandang yang besar.

2. Para orang tua di benua Amerika dan Eropa terpaksa hanya bisa FaceTime (bertatap wajah) dengan bayi mereka yang baru lahir, dilarang bersentuhan atau dibaringkan disamping tempat tidur mereka dan harus ditempatkan di ruang ICU.

3. Di beberapa RS, para suami atau pendamping dibatasi tidak bisa mendampingi saat proses melahirkan dan tidak boleh berada di sekitar pasien sebelum atau sesudah melahirkan, menurut Dr. Hansa Bhargava, direktur medis senior WebMD.

"Ini tentu menyulitkan bagi para calon ibu, terutama disaaat-saat yang sulit (proses persalinan)," ujarnya.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Ancaman terbesar wanita hamil

Ilustrasi Ibu Hamil | unsplash.com/@naaatsnaps

Menurut sebuah studi baru yang dirilis Senin (6 April) oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ancaman terbesar sepanjang sejarah coronavirus yaitu yang berkaitan dengan anak-anak.

Dari 2.500 kasus coronavirus anak yang dianalisis di AS; bayi (0-1 tahun) lebih mungkin dirawat di RS daripada usia yang lebih tua. Ini diasumsikan karena kurangnya kekebalan tubuh seorang bayi.

"Bayi memiliki tingkat rawat inap yang lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok usia anak lainnya. Dari 95 bayi, 62% dirawat di rumah sakit. Tingkat perkiraan untuk anak-anak berusia 1-17 tahun adalah sekitar 14%," tulis CDC.

Ini bertentangan dengan persepsi pada awal wabah, yang menyebut kekebalan tubuh anak lebih kuat melawan virus. Dalam studi ini ditemukan, beberapa anak mengalami gejala yang parah. Setidaknya ada 147 pasien dirawat di rumah sakit, dan lima dirawat di Ruang ICU sedangkan tiga anak meninggal.

Temuan ini selaras dengan yang terjadi di Wuhan, Cina, tempat virus pertama ditemukan. Mereka yang memeriksa 2.100 pasien anak menyimpulkan bahwa lebih dari 90 persen infeksi virus korona di kalangan anak-anak justru lebih berisiko karena tidak menunjukkan gejala. Dan bayi justru lebih rentan.

Pada awal Februari, bayi yang baru lahir di China dites positif terkena virus corona hanya 30 jam setelah kelahiran, yang kemudian menandai kasus termuda yang diketahui. Media pemerintah melaporkan bahwa ibu tersebut dites positif sebelum melahirkan, tetapi tidak jelas apakah bayi tersebut tertular sejak di dalam rahim atau selama / setelah persalinan.

“Meski bayi yang positif hanya mengalami gejala ringan, namun beberapa bayi mungkin memiliki kelainan pada hasil rontgen dada. Dalam beberapa penelitian ini juga telah diperlihatkan bahwa bayi dapat melepaskan virus pada tinja selama beberapa minggu setelah ia terinfeksi," kata Karin Nielsen, Professor of Clinical Pediatrics dari Division of Infectious Diseases di UCLA.

Berdasarkan data yang ada, tidak ditemukan Covid-19 pada ASI dan cairan ketuban. Namun, itu masih merupakan studi pendahuluan dan masih banyak yang belum diketahui terkait dampak Covid-19 pada kehamilan.

Wanita hamil yang berisiko bahkan tanpa adanya pandemi sekalipun, seperti hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun), hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun), dan sebagainya tentu cemas akan infeksi dan kontaminasi yang mungkin akan mereka alami. Namun dokter menyarankan untuk setiap wanita hamil rutin kontrol ke dokter.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya