Tanggapan Pengamat Unair soal Anggaran Penanganan COVID-19

Pengamat ekonomi Universitas Airlangga, Wisnu Wibowo memberikan tanggapan mengenai alokasi anggaran Rp 405 triliun untuk penanganan Corona COVID-19.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Apr 2020, 14:15 WIB
Seorang anak berjalan di permukiman kolong tol kawasan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (16/1). BPS mencatat persentase jumlah penduduk Indonesia miskin pada September 2018 sebesar 9,66 persen atau menurun 0,16 persen. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Alokasi  anggaran itu Rp 110 triliun untuk program perlindungan sosial, Rp 75 triliun untuk kesehatan, dan Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR). Stimulus ini untuk menangani dampak dari COVID-19.

Lalu bagaimana tanggapan pengamat ekonomi Universitas Airlangga, Wisnu Wibowo  mengenai stimulus tersebut?

Ia menuturkan, penambahan alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk tangani COVID-19 menyasar kepada masyarakat rentan krisis.

Ia menilai, hal itu dilihat dari pembiayaan Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial. Jaring pengaman sosial itu termasuk penambahan anggaran sembako yang naik 30 persen menjadi Rp 200 ribu dan akan diberikan selama sembilan bulan.

Selain itu, Kartu Prakerja yang anggarannya dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Subsidi listrik untuk 450 va akan digratiskan selama tiga bulan dan untuk pelanggan 900 VA bersubsidi akan dikenakan diskon 50 persen.Kemudian cadangan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok, serta operasi pasar dan logistik.

Pemberian jaring pengaman sosial itu, menurut Wisnu memperhitungkan ancaman resesi ekonomi. Apalagi, ada potensi pertumbuhan ekonomi negatif pada 2020. Oleh karena itu, ia menilai jaring pengaman ini untuk menjaga daya beli masyarakat sehingga ekonomi tidak terlalu alami konstruksi terlalu dalam.

"Pemerintah sudah tepat berikan jaringan pengaman terutama kepada masyarakat yang rentan terjadinya krisis. Di sisi lain sebagai instrumen jaga daya beli masyarakat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Rabu (8/8/2020).

Ia menuturkan, untuk pelaksanaan membutuhkan data penerima manfaat yang valid dan terintegrasi sehingga tepat sasaran. "Data tersebut juga agar tidak tumpang tindih antarlembaga antara pusat dan daerah serta meminimalkan moral hazard," kata dia.

Selain itu, ia menilai insentif pajak dan stimulus KUR Rp 70,1 triliun diharapkan dapat melindungi dunia usaha. Insentif pajak menurut dia dapat memberi ruang bagi dunia usaha. Wisnu menambahkan, penambahan alokasi belanja ini untuk mengatasi dampak jangka pendek akibat pandemi.  Namun sisi lain, juga mengakibatkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara negara (APBN) meningkat.

Meski demikian, Wisnu mengingatkan pemerintah juga harus mengatasi penyebaran COVID-19.

“Pemerintah juga harus mengatasi bagaimana memutus penyebaran (COVID-19, red) dan mengatasi ancaman resesi ekonomi. Ini perlu dilakukan simultan,” kata dia.

"Kalau untuk mengatasi penyebaran ada di bidang kesehatan, jika diperuntukkan untuk pengadaan alat uji atau pengetesan massal," ujar dia.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Pelaku Usaha Diharapkan Tak Terburu-Buru Melakukan PHK

Sedangkan untuk dunia usaha, Wisnu menuturkan, efisiensi dapat dilakukan agar dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19. Efisiensi seperti mengurangi skala produksi dan jam operasional.

Ia juga mengharapkan agar dunia usaha tidak terburu-buru untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini karena dapat menambah tekanan terhadap ekonomi. Bila ada PHK, menurut Wisnu dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga mempengaruhi permntaan barang yang dapat pengaruhi pendapatan.

"Jangan buru-buru melakukan PHK. Kondisi ini beda dengan 1997/1998. Ketika itu krisis ekonomi terjadi, saat ini kondisi ekonomi bagus tapi karena pandemi sektor ekonomi terkoyak. Jadi diharapkan tetap bersabar,” kata dia.

Wisnu menambahkan, di tengah kondisi saat ini diharapkan sektor logistk, energi, dan jasa kesehatan tetap bertahan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya