Liputan6.com, Jakarta Memasuki pekan ketiga di rumah aja, bisa jadi Anda mulai mati gaya. Mau menonton film layar lebar tapi tak mungkin mengingat bioskop masih tutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. Pekan ini, ada film anyar A Boy Called Sailboat di aplikasi KlikFilm.
Kali pertama menonton, kami jatuh hati pada cara A Boy Called Sailboat menuturkan kisahnya. Sederhana, penuh kelakar, kadang karikatural, namun setiap pada konsep yang mengalirkan cerita dari sudut pandang seorang bocah.
Baca Juga
Advertisement
A Boy Called Sailboat film keluarga. Lebih dari itu, mereka yang dewasa dan terbiasa berpikir rumit diajak menyederhanakan sudut pandang tentang hidup lewat A Boy Called Sailboat. Seperti apa kisahnya?
Lagu Permintaan Nenek
Sailboat (Julian) adalah anak pasangan Jose (Noel) dan Meyo (Elizabeth). Keluarga kecil ini hidup pas-pasan, jauh dari kota. Mereka tinggal di rumah kayu yang doyong. Agar tetap berdiri tegak, Jose menggunakan kayu untuk menopang dari salah satu sisi. Meyo sehari-hari memasak bakso daging.
Jose menyambung hidup sebagai petugas kebersihan. Suatu hari, Sailboat diajak Meyo dan Jose membesuk neneknya, Abuela (Rusalia) yang jatuh sakit. Abuela yang uring-uringan dan tak ingin dijenguk tertarik pada gitar kecil yang dibawa cucunya. Abuela meminta Sailboat menulis lagu untuknya.
Sejak itu, Sailboat berjuang keras untuk menulis lagu. “Kalau Peeti saja terus bermain bola padahal tak tahu teknik dasar sepak bola, berarti aku juga bisa bikin lagu meski tidak paham cara main gitar,” ujarnya dalam hati. Peeti sahabat Sailboat. Di sekolah, Sailboat punya teman baru, Mandy (Zeyah).
Mandy meminjamkan walkman ke Sailboat. Walkman itu dimanfaatkan Sailboat untuk memutar cakram padat yang merupakan hadiah saat ia beli senar. Cakram padat itu berisi panduan dasar kunci dan nada gitar. Setiap hari Salboat berlatih lalu tercipta lagu yang mengubah hidupnya selamanya.
Advertisement
Hati Diformat Ulang
Sesederhana itu kisahnya. Usai menonton film ini suasana hati yang sumpek seperti diformat ulang. Dalam catatan kami, film ini punya sejumlah kekuatan. Pertama, pemilihan pemain. Julian, bocah berwajah polos, ganteng, lucu, bergaya bicara sederhana adalah magnet utama film ini.
Cara ia berbicara pada orang tua dan berinteraksi dengan teman sekolah mencerminkan jati diri Sailboat sebenarnya. Julian dan Sailboat tampak menyatu. Karena Sailboat masih bocah, Cameron Nugent menulis naskah dan dialog dengan diksi yang bocah banget.
Kata-katanya sederhana tapi berdampak. Setidaknya, beberapa kali membuat kita membisik dalam hati, “Bener juga, sih.” Inilah kelebihan kedua.
Pemikiran dan Sudut Pandang Bocah
Pemikiran seorang bocah SD terasa pas dan cocok dengan mereka yang dewasa. Bahkan, belum tentu orang dewasa memikirkannya. Misalnya, “Kadang kita menemukan hal baru saat kita tak mencarinya." Atau, “Kadang kita perlu meminjam sudut pandang orang lain untuk melihat sesuatu (di sekitar kita).”
Contoh lain, “Saat kau melakukan sesuatu untuk seseorang, itu bisa dirasakan semua orang. Namun tetap saja itu untuk seseorang karena akhirnya orang lain dengan mudah melupakannya.”
Kelebihan lain, tentu saja sinematografi. Pewarnaan film ini cenderung kekuningan untuk menajamkan kesan hangat, kalau tak mau dibilang panas. Dari rumah Salboat yang tandus berdebu hingga sekolahnya. Bahkan, saat adegan hujan pun, tak serta merta membuat kita kedinginan.
Advertisement
Dampak Sebuah Lagu
Berikutnya, penokohan yang dibangun lewat aktivitas yang diulang setiap hari termasuk cara berpakaian. “Ibuku, memikirkan apa yang dipikirkan orang lain,” kata Sailboat. Lalu kita melihat Meyo yang pendiam, tunduk patuh pada suami, bajunya itu-itu melulu, dan masaknya setiap hari bakso.
Jose dengan kaus putih tanpa lengan berikut indra dengar supertajam untuk memastikan rumahnya yang miring tidak roboh. Peete setiap hari main bola meski matanya bermasalah. Dan masih banyak lagi. Kebiasaan ini (sedikit) berubah setelah mendengarkan lagu gubahan Sailboat.
Adegan ini adalah kunci sekaligus babak penting dalam keseluruhan cerita. Disajikan dengan unik, lagu Sailboat tergambar dari ekspresi wajah orang-orang yang mendengar dan apa yang terjadi dalam hidup mereka kemudian. Sampai di sini kita tahu dampak besar sebuah lagu.
Lagu Bisa Apa Saja
Momen ini mengingatkan kita pada Coco rilisan Disney dan Pixar. Bedanya, Coco menyuarakan tembang pusakanya sejak babak awal, meski dengan aransemen beragam dari grande hingga kental sentuhan latin. Aransemen heboh ini membuat esensi lagu jadi samar.
Barulah, versi orisinal (baca: akustik) terdengar untuk adegan puncak. Saat itulah, penonton merasakan keindahan dalam kesederhanaan lagu. Saat itulah, kita tahu kesaktian sebuah lagu. Mama Coco yang kita pikir useless menunjukkan peran besar hingga ia layak dijadikan judul film. Bukan Miguel.
Saat lagu itu terdengar, saya nangis megap-megap di bioskop saking tersentuh. Sensasi ini yang absen dari A Boy Called Sailboat. Bisa jadi, Cameron Nugent hendak berkata bahwa lagu itu bisa apa saja. Lagu yang menyentuh bagi si A belum tentu bikin si B tertusuk.
Advertisement
Hidup, Harapan, dan Kebahagiaan
Lagu sengaja disajikan lewat ekspresi pendengar agar penonton bebas memaknai dan memilih sendiri tembang yang bikin mereka tersentuh. Di sisi lain, penonton yang sejak lama menanti seperti apa hasil kerja sang musisi cilik bisa jadi kecewa.
Terlepas dari pro-kontra ini, A Boy Called Sailboat tetaplah kisah menyentuh dengan akhir tak tertebak. Sineas Cameron Nugent mengakhiri kisah dengan bersahaja. Hidup kadang tak berjalan sesuai harapan. Dan memang, ada asa yang tak terkabul dalam kisah Sailboat.
Di sisi lain, kita ingat, saat satu pintu harapan tertutup, yang lain terbuka. Lalu kita melihat kehidupan sebuah keluarga berubah. Kehidupan rumah tangga lain berubah. Film ini mengajak kita mendefinisikan kembali hidup, harapan, dan kebahagiaan. Kisah itu bernama A Boy Called Sailboat.
Pemain: Julian Atocani Sanchez, Rusalia Benavidez, Noel Gugliemi, Elizabeth De Razzo, J.K. Simmons, Keanu Wilson, Zeyah Pearson, Steve Townly
Produser: Andrew Curry, Cameron Nugent, Nelson Khoury, Richard Gray
Sutradara: Cameron Nugent
Penulis: Cameron Nugent
Produksi: Sailboat Production, Yellow Bricks Film
Durasi: 1 jam, 32 menit