KPPU Perketat Awasi Mafia Bahan Pokok di Tengah Pandemi Corona

KPPU juga aktif mengawasi pergerakan pelaku usaha nakal yang memanfaatkan kesempatan di tengah krisis.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Apr 2020, 19:16 WIB
Stok Beras.

Liputan6.com, Jakarta Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menyatakan KPPU terus bekerja dan meningkatkan pengawasan terhadap perdagangan bahan pokok terutama gula di tengah pandemi Corona.

Guntur menyatakan, jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan gula dan petani tebu meraup penghasilan yang tidak sesuai harapan. KPPU juga aktif mengawasi pergerakan pelaku usaha nakal yang memanfaatkan kesempatan di tengah krisis.

"KPPU menilai bahwa dalam masa darurat Covid-19 saat ini, ketersediaan bahan pokok dan alat kesehatan dalam harga yang wajar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sangat krusial. Lonjakan harga yang sangat tinggi merupakan pintu masuk bagi upaya penegakan hukum kami. Untuk itu kami telah mengumpulkan data terkait harga dan pasokan bahan pokok kepada Pemerintah dan berbagai pihak", jelas Guntur.

Tentunya jika ada yang nekat me kartel, maka KPPU akan melakukan tindakan hukum dan mengenakan sanksi paling berat denda hingga Rp 20 miliar.

"Jika memang ada kartel yang bertujuan memperlambat penyaluran bahan pokok ke masyarakat, itu masuk pelanggaran. Dugaan execissive price dan motifnya itu juga menjadi domain kami," tegas Guntur.

Dalam melakukan pengawasan tersebut, KPPU telah berkoordinasi dalam hal data dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Sekretariat Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok, Badan Pusat Statistik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

KPPU juga tengah melakukan pengumpulan data kepada 250 pelaku usaha di berbagai bahan pokok tersebut. Gula menjadi prioritas utama yang ditangani KPPU saat ini.


Harga Melambung di Atas HET, KPPU Minta Percepat Impor Gula

Pekerja menunjukkan gula pasir di Gudang Bulog Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mendorong agar pemerintah segera melakukan impor bahan pangan pokok terutama gula di tengah Pandemi Corona.

Hal itu dikarenakan menurut pengamatan KPPU, harga gula di pasaran naik 18 persen hingga 51 persen di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, yaitu Rp 12.500 per kilogram.

"Persoalannya kan memang, kalau bawang putih itu maturitynya masih impor, Sedangkan gula kita memang produksi, namun petani tebu melakukan panen raya di semester 2 (tiap tahunnya)," ujar Komisioner KPPU Guntur Saragih dalam telekonferensi bersama wartawan, Rabu (8/4/2020).

Lebih lanjut, Direktur Ekonomi KPPU M. Zulfirmansyah menyatakan, berdasarkan data yang dihimpun KPPU, terdapat disparitas harga yang cukup tinggi antara harga gula di pasar modern, pasar tradisional dan DKI Jakarta secara keseluruhan.

"Bisa dilihat di pasar tradisional harga gula Rp 14.800 (per kg), di pasar modern Rp 18.050 (per kg) dan di DKI Jakarta Rp 18.921 (per kg). Di pasar tradisional naik 18 persen, di pasar modern naik 44 persen dan di DKI Jakarta naik 51 persen," jelas Firmansyah.

Adapun, harga di pasar tradisional jauh lebih mahal disebabkan rantai pasok yang lebih kompleks dari harga di pasar modern.

Kebutuhan gula hingga April 2020 harusnya ditopang dari impor, sementara dari data KPPU, kebutuhan gula bulan Januari hingga Februari didapat dari stok sisa tahun 2019.

Dengan demikian, pemerintah dinilai harus segera merealisasikan impor khususnya untuk gula, jangan hanya menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) namun tidak memperhitungkan waktu sampainya komoditas ke Indonesia.

"Kita harap di kondisi wabah sekarang masyarakat tidak dibebani harga. Kita harap juga, kejadian lalu seperti petani tebu mengalami anjlok harga karena pasokan gula berlebihan, makanya kita dorong realisasi impor secepatnya supaya kebutuhan cukup dan ketika panen tidak melimpah," ujar Guntur.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya