Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah mahasiswa Malaysia di India terkunci di negara itu selama tiga minggu akibat pandemi corona COVID-19. Mereka adalah mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi yang belajar di Davangere, Karnataka, India.
Davangere adalah sebuah distrik terbatas yang terletak 263 km dari kota utama, Bangalore dengan bandara internasional terdekat yang berjarak lima jam dari sana. Dilansir dari World of Buzz, Kamis, 9 April 2020, para mahasiswa terkunci selama tiga minggu tanpa makanan, uang, keamanan, dan kesehatan yang memadai.
Baca Juga
Advertisement
Tidak seperti siswa di asrama universitas Malaysia yang disediakan makanan setiap hari, siswa di sana harus mencari makanan sendiri. Selain itu, mereka sulit untuk mendapatkan bahan makanan dari toko-toko karena penggunaan kendaraan roda dua dan empat, serta angkutan umum lainnya seperti "autorickshaw", dilarang di negara bagian Karnataka.
Seorang siswa juga ditegur oleh polisi setempat karena pergi membeli bahan makanan. Selain makanan, mereka juga sangat kekurangan uang.
Biasanya, sebagian besar mahasiswa mendapatkan uang tunai dari agen pengiriman uang seperti Western Union, Merchant Trade dan Muthoot Finance yang saat ini tidak beroperasi.
India saat ini memiliki 5.194 kasus yang dikonfirmasi positif corona dengan 149 kematian yang dilaporkan.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Uang Hampir Habis
Saat ini, para mahasiswa hanya saling mendukung dengan uang yang mereka miliki, tetapi itu pun sudah hampir habis. Tidak seperti siswa Malaysia lainnya di India, mereka kurang beruntung memiliki makanan dan persediaan yang disediakan oleh pemerintah karena mereka memiliki fasilitas “koperasi”.
Hampir setiap hari para mahasiswa itu mengunjungi rumah sakit, tetapi kondisinya kurang masker dan hand sanitizer cukup mengkhawatirkan.
Para mahasiswa yang saat ini kesulitan telah menghubungi konsulat pendidikan di Kedutaan Malaysia di Chennai dan otoritas yang lebih tinggi selama sekitar dua minggu, tetapi mereka belum menerima tanggapan yang menjanjikan.
"Dengan harapan yang sama, kami masih mengantisipasi agar pemerintah mengembalikan kami ke Malaysia. Kami berharap masalah ini menjadi viral sehingga kedutaan dan otoritas yang lebih tinggi dapat mendengar penderitaan kami," kata seorang mahasiswa.
Advertisement