Jahe Merah dan Kopi Hutan dari Lereng Gunung Manglayang Makin Wangi di Masa Pandemi

Uniknya, jahe merah yang ditanam di lereng Gunung Manglayang itu bukanlah tanaman utama para petani hutan. Tapi, wanginya kini lebih harum dibanding kopi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 10 Apr 2020, 15:12 WIB
Jahe Merah di lereng Gunung Manglayang. (dok. Biro Humas KLHK/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Pamor jahe merah naik mendadak di masa pandemi corona Covid-19 lantaran diyakini bisa meningkatkan imun tubuh yang sangat-sangat dibutuhkan melawan virus. Imbasnya, para petani kecipratan berkah, khususnya Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Senang yang menanam kedua tanaman itu di bawah tegakan pohon pinus di lereng Gunung Manglayang. 

KTH Giri Senang berada di Kampung Legok Nyenang, Desa Giri Mekar, Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Mereka menanam kedua komoditas itu di kawasan hutan lindung yang dihijaukan oleh masyarakat.

Seiring pandemi COVID-19, permintaan jahe merah di KTH tersebut sudah mencapai hitungan ton, berbeda dari hari biasa yang hanya hitungan kuintal. Peningkatan permintaan tersebut tentu menambah pendapatan para petani hutan anggota KTH Giri Senang.

Dengan perhitungan rata-rata sekali panen menghasilkan 1 ton jahe merah dan kemudian dihargai Rp75 ribu/kg, omzet yang diperoleh kelompok petani itu sekitar Rp75 juta sekali panen.

"Sebetulnya, komoditas utama KTH Giri Senang adalah kopi. Jahe merah, kunyit dan tanaman bawah tegakan hanyalah komoditas sampingan. Namun karena sekarang permintaan meningkat, Alhamdulillah anggota KTH mendapat tambahan pendapatan," ujar Yusuf, Penyuluh Kehutanan Pendamping KTH Giri Senang, dalam keterangan tertulis yang diperoleh Liputan6.com, Rabu, 8 April 2020.

Petani hutan anggota KTH Giri Senang saat ini berjumlah 147 orang. Kegiatan utama mereka adalah menanam pohon kopi di bawah tegakan pohon pinus seluas 250 hektare. Satu hektare di antaranya ditanam sela dengan tanaman rimpang, seperti jahe merah dan kunyit.

"Dulu jahe merah dan kunyit hanya dijadikan bumbu masak oleh pembeli. Namun dengan adanya wabah corona, jahe merah digunakan sebagai minuman penambah stamina agar terhindar dari virus corona," tutur Yusuf.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Ubah Nasib Petani

Kopi Bukit Palasari yang ditanam petani di lereng Gunung Manglayang. (dok. Biro Humas KLHK/Dinny Mutiah)

Selain jahe merah, produksi kopi dari KTH Giri Senang pun sangat baik. Pada 2019, hasil panen kopi dalam bentuk gelondong mencapai 1.000 ton. Dari awalnya hanya budidaya kopi Arabica yang hasilnya dijual dalam bentuk setengah jadi (gabah), kini mulai bervariasi mengikuti perkembangan seperti pengolahan kopi greenbean dengan metode wash, natural, honey dan varian wine.

Kopi tersebut dijual dengan merek Kopi Bukit Palasari dengan harga kisaran mulai dari Rp85 ribu--Rp400 ribu/kg. Produknya telah memenuhi permintaan dalam negeri bahkan mulai menjajaki pasar Eropa. Dari usaha kopi ini, beberapa anggota KTH ada yang sanggup mendapatkan pendapatan hingga mencapai Rp300 juta/tahun.

Yang menarik dari KTH Giri Senang adalah dominannya anak-anak muda yang berpartisipasi aktif. Mereka menjadi pemeran utama di semua lini kegiatan KTH Giri Senang, yaitu mulai dari panen, pasca-panen, pengolahan kopi, pengemasan, pengangkutan, pemasaran secara online sampai mengelola kafe yang didirikan di atas lahan KTH.

KTH Giri Senang telah ditetapkan menjadi Wanawiyata Widyakarya/LP2UKS sejak 2016. LP2UKS adalah lembaga pelatihan dan pemagangan kegiatan usaha bidang kehutanan dan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Pemerintah namun dimiliki dan dikelola oleh kelompok masyarakat/perorangan secara swadaya.

Salah satu tujuan LP2UKS adalah mendorong kapasitas masyarakat dalam mengembangkan usaha dibidang kehutanan dan atau lingkungan hidup. Banyak pihak yang telah berlatih dan magang di KTH Giri Senang, mulai dari masyarakat, LSM, pemerintahan, mahasiswa, pelajar, barista, pengelola kafe, dan lain sebagainya.

Kerja keras para anggota KTH Giri Senang dan para penyuluh membuat masyarakat Desa Giri Mekar yang tadinya menganggur, hanya menanam sayur, atau bekerja di kota, kini beralih profesi menjadi petani kopi dan empon-empon. Wangi kopi dan empon-empon sudah menjadi parfum mereka sehari-hari.


Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya