Menguak yang Terjadi di Balik Angka Kematian Akibat Corona COVID-19 di Indonesia

Fakta di balik tingginya kematian Virus Corona (COVID-19) di Indonesia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 10 Apr 2020, 18:35 WIB
Juru Bicara Penanganan COVID-19 di Indonesia, Achmad Yurianto saat konferensi pers Corona di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (8/4/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Jakarta - Sepekan lalu, Kementerian Kesehatan Malaysia menguak fakta suram terkait Virus Corona COVID-19 di Indonesia. Fatality rate atau tingkat kematian rata-rata Indonesia berada di peringkat dua dunia dan nomor wahid seantero Asia. 

Kebiasaan pasien di Indonesia yang tidak memakai masker juga berpotensi merugikan dokter. Ini dialami seorang dokter yang akhirnya tutup usia. 

"Saat masuk ke ruangan praktik Papa, pasien itu memang pakai masker, tapi setelah di dalam ruangan praktik, maskernya dibuka," tutur dr Leonita Triwachyuni, yang merupakan putri dari dokter Bambang Sutrisna yang tutup usia sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Virus Corona

Dokter Bambang Sutrisna sebenarnya sudah curiga, pasien yang menolak dirawat dan terus batuk-batuk saat datang ke tempat praktiknya itu terjangkit Virus Corona jenis baru, demikian laporan ABC Australia, Jumat (10/4/2020).

Selain batuk, hasil rontgen pasien tersebut juga mengarah ke COVID-19. Leonita menduga, pasien inilah yang kemudian menulari ayahnya, karena tak lama berselang ayahnya jatuh sakit. 

"Saat itu saya juga memang menghindari pertemuan dengan Papa dan Mama karena saya sebagai dokter kerja di rumah sakit dan saya takut sekali membawa pulang penyakit dan menulari Papa Mama," kata Leonita kepada Hellena Souisa dari ABC News.

Dokter Bambang Sutrisna, ahli penyakit menular yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akhirnya tutup usia pada 23 Maret 2020.

Meskipun dalam status PDP, dr Bambang Sutrisna dimakamkan menurut protokol pemakaman pasien Virus Corona.

Leonita menuturkan, saat ayahnya meninggal, ia didatangi dokter ahli forensik yang menjelaskan prosedur dan protokol pemakaman ayahnya. Ia juga diminta untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan pemakaman mengikuti protokol, kemudian pihak rumah sakit meminta baju untuk ayahnya.

Selama proses itu, Leonita tidak boleh berada di ruangan.

Saat peti sang ayah sudah siap dibawa ke pemakaman pun, hanya petugas dinas pemakaman dan staf taman pemakaman dengan pakaian hazmat yang boleh membawa peti tersebut.

"Kami boleh hadir di pemakaman. Tapi kami tidak boleh mendekat atau menyentuh. Dan karena saat pemakaman Papa itu sedang gencar-gencarnya social distancing, pemakamannya hanya dihadiri oleh keluarga kami dan salah satu adik Papa. Tidak ada kebaktian pemakaman. Kami berdoa saja masing-masing," ungkapnya.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Satu dari Sekian Banyak Cerita

Ilustrasi: Petugas menyiapkan mobil ambulans untuk membawa pasien terduga virus corona di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Kamis (5/3/2020). Satu WNA terindikasi virus corona diizinkan pulang setelah hasil pemeriksaan, WNA itu negatif corona. (merdeka.com/Imam Buhori)

Pemakaman dr Bambang Sutrisna adalah satu dari sekian banyak kasus pemakaman yang mengikuti protokol pasien COVID-19 meskipun berstatus PDP, seperti yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhir Maret 2020. 

"Di bulan Maret terjadi pemulasaran dan pemakaman yang menggunakan protap COVID-19. Sejak tanggal 6 mulai ada kejadian pertama sampai 29 Maret, ada 283 kasus," ujar Anies saat konferensi pers, Senin 30 Maret 2020.

Anies menduga, dari 283 jenazah tersebut ada yang sudah menjalani pemeriksaan namun hasilnya belum keluar atau belum sempat diperiksa sama sekali, sehingga belum diketahui hasilnya positif terjangkit Corona atau tidak.

Angka tersebut naik hampir tiga kali lipat pada Senin lalu.

Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Suzi Marsitawati mengatakan pihaknya telah memakamkan 639 jenazah sesuai prosedur pasien penyakit Virus Corona COVID-19 yang meninggal dunia.

Sama seperti Anies, dari jumlah tersebut, ia tak bisa memastikan seluruhnya adalah jenazah pasien positif virus corona COVID-19.

"Semua jenazah kami makamkan sesuai prosedur untuk COVID-19, yaitu menggunakan kantong dan dimasukkan ke dalam peti. Namun kami tidak berhak menyatakan bahwa jenazah itu positif COVID-19 atau tidak, karena tugas kami hanya memakamkan," ujar Suzi pada Senin lalu. 

Menurut data statistik Dinas Pertamaman dan Hutan Kota DKI Jakarta yang membawahi pemakaman, secara keseluruhan hampir 4.400 penguburan terjadi pada bulan Maret 2020.

Angka itu 40 persen lebih tinggi dari bulan apapun sejak Januari 2018.

Di Jakarta, ada dua lokasi khusus untuk mereka yang dimakamkan mengikuti protokol COVID-19, baik mereka yang sudah dinyatakan positif, atau meninggal dalam status PDP seperti dr Bambang Sutrisna, atau yang belum sempat dites namun menunjukkan gejala COVID-19.

Jika proses pemakaman dr Bambang Sutrisna berjalan lancar meski tanpa upacara pemakaman keagamaan normal, tidak demikian dengan prosesi pemakaman Alex Palinggi, mantan anggota DPRD Sulawesi Selatan.


Jumlah Kematian Bisa Mencapai 1,2 Juta Orang

thumbnail jenazah ditolak karena diduga corona

Senin 6 April, Tim SimcovID yang terdiri dari sejumlah universitas dalam dan luar negeri telah meluncurkan pemodelan terbaru yang mensimulasikan COVID-19 di Indonesia.

"Sebenarnya apa yang dilakukan sekarang itu sudah masuk ke mitigasi yang 'mild' [dengan diam di rumah dan social distancing," kata Nuning Nuraini, peneliti ITB yang tergabung dalam Tim SimcovID kepada Hellena Souisa dari ABC News.

Nuning menjelaskan, yang masuk ke dalam strategi mitigasi adalah memindahkan kegiatan sekolah dan universitas ke jalur online, penerapan 'social distancing', bekerja dari rumah, dan melarang aktivitas kelompok yang besar. 

Jika intervensi mitigasi diterapkan, angka kematian diperkirakan bisa menyentuh 1,2 juta orang.

Sementara supresi adalah semua hal di dalam strategi mitigasi tadi, ditambah dengan mekanisme denda, pembatasan aktivitas warga (hanya boleh keluar rumah untuk keperluan yang esensial seperti belanja bahan makanan), dan pembatasan operasional toko, kantor, usaha yang dianggap penting.

Misalnya, hanya apotek, pasar atau supermarket, perusahaan listrik dan telekomunikasi yang boleh buka dan melayani warga.

Dengan strategi supresi, perkiraan angka kematian bisa ditekan sampai 120.000 jiwa.

Pemodelan ini diharapkan Nuning dapat membantu pemerintah untuk menerbitkan kebijakan yang berbasis keilmuan, karena di balik angka kematian ada ayah, ibu, kakak, adik, anak, dan keluarga yang kehilangan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya