Cerita Akhir Pekan: Krisis Corona Covid-19 Menantang Nilai-Nilai Hidup Masyarakat Modern

Selama pandemi corona Covid-19, kaum urban harus 'berpisah' sejenak dengan gaya hidup modern yang kerap mereka lakukan.

oleh Putu Elmira diperbarui 11 Apr 2020, 10:01 WIB
Ilustrasi sahabat (dok. Pixabay.com/StockSnap/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - 'Gempuran' corona Covid-19 yang tiada ampun, perlahan membuat satu per satu negara seantero dunia berjuang untuk memeranginya. WHO, pejabat kesehatan, hingga pemerintah setempat pun menerapkan beragam upaya demi mencegah penyebaran yang lebih luas.

Di Indonesia khususnya, seruan untuk bekerja, belajar, hingga beribadah dari rumah telah disampaikan sejak pertengahan Maret lalu oleh Presiden Joko Widodo. Baru menyusul deretan fasilitas umum yang terpaksa harus ditutup guna menekan angka kasus virus corona baru.

Sementara, tindakan preventif lain hadir dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Rencananya pelaksaan PSBB dimulai Jumat, 10 April 2020 pukul 00.00 WIB hingga 14 hari ke depan atau sampai Jumat, 23 April 2020.

Meski begitu, PSBB masih dapat diperpanjang. Anies pun berharap dengan adanya PSBB Jakarta, masyarakat tetap berada di dalam rumah dan mengurangi kegiatan di luar rumah.

Sebelum PSBB diberlakukan, gerakan "Di Rumah Aja" telah terdengar lebih dahulu gaungnya dan semakin lantang disuarakan oleh para pesohor hingga tokoh-tokoh Tanah Air. Sulit ditampik, 'terjebak' di rumah berdampak pada banyak hal seperti rasa bosan yang teramat sangat.

Adanya pembatasan ruang gerak untuk tidak ke luar rumah juga membuat adanya pergeseran gaya hidup para kaum urban. Mereka harus 'berpisah' sementara dengan aktivitas-aktivitas modern yang biasanya dilaksanakan.

"Pergeseran gaya hidup (selama corona) dalam aspek keluarga, pernikahan, pacaran, acara keluarga, makan-makan, shopping, leasure, liburan sudah berubah drastis," kata Ricardi S. Adnan, sosiolog Universitas Indonesia kepada Liputan6.com, Rabu, 8 April 2020.

Di sisi lain, Ricardi melihat solidaritas di tengah krisis corona Covid-19 begitu terbangun dan kian menguat. Begitu pula memanfaatkan teknologi dalam hal penggalangan dana.

"Di kondisi pandemi, rasa kepedulian pada sesama yang belum terlalu beruntung diwujudkan dalam bantuan, seperti bagi-bagi masker hingga makanan," tambahnya.

Pada situasi yang mengharuskan untuk tinggal di rumah seperti saat ini dirasa tetap ada hal positifnya, terutama bagi mereka dengan gaya hidup modern.

"Positifnya, perilaku konsumtif menurun drastis, yang biasanya pesta setiap sebentar, traktir makan di restoran. Jadi, peduli tabungan karena kondisi seperti ini penting punya biaya darurat," tambahnya.

Sementara dari sisi negatif pandemi corona Covid-19 yang sangat berdampak pada perekonomian dan penghasilan. Hanya beberapa bisnis saja yang masih bisa berjalan, seperti industri tekstil atau garmen dalam hal pembuatan Alat Pelindung Diri (APD).

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Dari Sisi Psikologi

Ilustrasi di rumah (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Selain berdampak dalam beragam aspek kehidupan, pandemi corona Covid-19 turut berkontribusi dalam perubahan sikap seseorang dalam menyikapi sesuatu. Adaptif menjadi salah satu cirinya.

"Respons adaptif orang terhadap nilai-nilai yang bertumpu pada empati sosial, solidaritas, lebih cepat diaktivasi," kata Hamdi Moeloek, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, kepada Liputan6.com, Rabu, 8 April 2020.

Kondisi ini, dikatakan psikolog sosial UI itu, yang membuat orang adaptif, responsif, nilai yang tidak begitu kuat menjadi kuat seketika. Termasuk perubahan teknologi, gaya hidup harus adaptif dengan teknologi itu sendiri.

"Saat pandemi, apa yang berubah drastis, emergency, pembatasan sosial yang bisa diatur untuk mencegah penularan, setiap orang dipaksa," tambahnya.

Hamdi menyampaikan, ketika ada anjuran untuk mengubah gaya hidup, terdapat beberapa tahapan, meliputi compliance atau tindakan mengikuti aturan itu.

"Lalu memasuki values introduction menjadikan itu sebagai norma atau normatif, kesadaran; di mana tak ada aturan sudah dilakukan, dan pembudayaan," kata Hamdi.

Pola perilaku dan kebiasaan selama pembatasan sosial di krisis corona khususnya, lebih condong kepada mengharuskan seseorang untuk menjalani gaya hidup sehat seperti cuci tangan, berolahraga, hingga menjaga kebersihan.

Selain perilaku prososial seperti solidaritas, nyatanya saat pandemi ini penting untuk menjaga hubungan interpersonal dengan pasangan yang menjadi sebuah kemampuan yang harus diasah.

"Bagaimana belajar mengalah, saling mengisi agar lebih bermakna. Interpersonal skill dalam keluarga perlu diasah," ungkapnya.

Sementara, perubahan sosial yang tiba-tiba, pasti menimbulkan tahap pertama di mana mereka belum siap, denial, bahkan hingga stres. Namun lama-lama, mulai menerima lewat proses adaptasi.

"Pandemi tidak singkat. Biasanya pembelajaran manfaat positif lebih cepat diinternalisasi. Setiap pribadi bisa dipercepat dengan rekayasa lingkungan. Seperti di negara maju disengaja membuat kampanye, ada reward negatif kalau melanggar jadi gerah dan lama-lama jadi budaya," jelas Hamdi.


Kata Mereka yang di Rumah Aja

Ilustrasi ponsel (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Krisis corona Covid-19 tentu sangat membatasi ruang gerak bagi mereka kaum urban yang lebih banyak berkegiatan di luar rumah, termasuk bekerja hingga bersosialisasi. Hal-hal ini pula yang dirasakan oleh karyawan swasta di Jakarta, Rizky Mulyani.

"Sesederhana enggak bisa kumpul dan ngobrol bareng teman di satu meja yang sama. Sekadar say hai, sambil tos atau ngobrol berdekatan pun juga enggak bisa untuk sekarang ini," kata Rizky kepada Liputan6.com, Jumat, 10 April 2020.

Menghabiskan waktu bersama rekan-rekan yang tadinya dapat dilakukan secara langsung, kini harus terbatas secara online.

"Semuanya harus dilakukan secara online, walaupun masih bisa ngobrol tapi ya pastinya berbeda dengan jumpa langsung dan saling berdekatan," tambahnya.

Ketika di rumah aja, Rizky pun tetap harus bekerja atau work from home. Di sisi lain, ia tetap mempertahankan kekuatan komunikasi dengan teman-teman melalui pesan instan atau videocall.

"Selain itu masak, baca buku yang selama ini ada yang belum dibaca, nonton film. Nanti mau coba bikin dalgona coffee biar tetap jadi anak kekinian," jelasnya.

Tak jarang bosan pun melandanya saat di rumah aja. Biasanya melihat-lihat media sosial, beres-beres rumah, hingga pindah spot kerja jika sudah mulai jenuh. Di sisi lain, Rizky juga merasakan dampak positif lain yang ia pelajari saat di rumah.

"Aku mulai belajar edit video singkat gitu, lewat hp aja yang penting enggak bosan selama di rumah aja," tutupnya.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya