Peneliti Lakukan Uji Klinis Hydroxychloroquine Pada 500 Pasien Covid-19

National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat melakukan uji klinis hydroxychloroquine pada manusia. Hydroxyxhloroquine disebut sebagai kandidat obat corona Covid-19.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Apr 2020, 15:00 WIB
Han Yi (belakang), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Liputan6.com, Jakarta National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat melakukan uji klinis hydroxychloroquine pada manusia. Hydroxyxhloroquine disebut sebagai kandidat obat corona Covid-19.

Uji klinis dimulai dengan melibatkan peserta yang terdaftar di Venderbit University Medical Center, di Tennesee, AS, seperti dilansir Antara (11/4/2020).

Partisipan uji klinis ini meliputi sekitar 500 pasien corona usia dewasa, termasuk pasien positif corona di unit gawat darurat.

Uji coba dilakukan dengan mengobati beberapa pasien menggunakan hydroxychloroquine dan sisanya tidak. Semua peserta penelitian tetap akan menerima perawatan klinis sesuai indikasi kondisi mereka.

Para ahli kesehatan menyebut hydrochloroquine memiliki potensi untuk menjadi obat Covid-19. Namun, efektivitasnya masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli merasa masih terlalu dini untuk menyebutkan obat malaria ini sebagai pilihan manjur untuk pasien Covid-19.

Simak Video Berikut Ini:


Risiko Obat

Studi awal menunjukkan obat ini dapat melindungi sel-sel dari virus. Uji klinis dilakukan guna mengevaluasi keamanan dan efektivitas obat dalam merawat pasien Covid-19.

"Obat ini telah menunjukkan aktivitas antivirus, kemampuan untuk memodifikasi aktivitas sistem kekebalan tubuh dan aman pada dosis sesuai. Hipotesis mengarah pada obat ini berguna dalam pengobatan Covid-19," ujar pihak Nih dikutip dari Antara.

Di sisi lain, obat ini memiliki risiko. Penggunaan jangka pendek dapat menyebabkan aritmia jantung, kejang, reaksi dermatologis, dan hipoglikemia.

"Laporan awal menunjukkan potensi kemanjuran. Namun, kami membutuhkan data uji klinis untuk menentukan apakah hydroxichloroquine efektif dan aman dalam mengobati Covid-19," ujar James P. Kiley, Direktur Penyakit Paru National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya