Jamur Susu Harimau asal NTT Laris Manis di Pasar Global

Permohonan sertifikasi karantina untuk ekspor jamur susu harimau di Karantina Pertanian Ende mengalami peningkatan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Apr 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi jamur (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melaporkan adanya peningkatan volume ekspor produk Jamur Susu Harimau asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang jumlah produksinya naik selama musim hujan.

Sebagai informasi, Jamur Susu Harimau yang memiliki nama latin Lignosus rhinocerus ini banyak dibudidayakan petani jamur di Kabupaten Flores dan Kabupaten Lembata. Produk tersebut biasanya diekspor dalam bentuk kering dan digunakan di negara tujuan ekspor sebagai bahan baku obat herbal dan kosmetik.

"Produk lokal yang sudah memiliki pasar ekspor seperti jamur ini yang harus kita dorong. Ke depan harusnya sudah bisa diekspor dalam bentuk ekstrak, pasta, atau bahkan dalam bentuk jadi sehingga bisa memberi nilai tambah," kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan Ali Jamil dalam pernyataan tertulis, Sabtu (11/4/2020).

Ali Jamil menegaskan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga telah menaruh perhatian khusus untuk hilirisasi industri produk pertanian. Selain deregulasi aturan untuk mendorong iklim investasi yang dilakukan pemerintah, penyaluran pembiayaan usaha melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga terus digencarkan.

"Saatnya kita melangkah lebih cepat, silahkan manfaatkan fasilitas ini. Harapannya dengan adanya hilirasi produk makin tinggi nilainya dan makin laris di pasar dunia," tegas Jamil.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.


Sertifikasi Karantina

Ilustrasi Jamur / Sumber: Unsplash

Kepala Karantina Pertanian Ende Yulius Umbu Hunggar menjelaskan, permohonan sertifikasi karantina untuk ekspor jamur susu harimau di Karantina Pertanian Ende mengalami peningkatan.

Tercatat, sebanyak 2,1 ton dengan nilai ekonomis Rp 1,98 miliar terdaftar untuk permohonan ekspor di triwulan pertama 2020. Hal ini meningkat sebanyak 12 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

"Bisa jadi karena permintaan terhadap bahan baku obat herbal meningkat di dunia akibat pandemi Covid-19. Cina paling besar meminta komoditas ekspor ini," jelasnya.

Yulius menambahkan, saat ini ekspor di NTT belum dapat dikirim secara langsung, melainkan melalui Denpasar atau Surabaya. Kendala transportasi menjadi salah satu penyebabnya, dan saat ini pihaknya bersama instansi terkait mendorong dibukanya akses ekspor langsung dari Ende.

"Dukungan pemerintah daerah yang baik, serta kerja sama petani dan juga pelaku usaha yang sinergis akan dapat meningkatkan volume dan pasar ekspor yang terus berkelanjutan. Semoga dalam waktu dekat dapat kita realisasikan bersama ekspor langsung dari Ende," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya