Anggota Komisi II: Harus Ada Sanksi Tegas Bagi Pelanggar PSBB di Jakarta

Aturan PSBB tak sepenuhnya diindahkan masyarakat sehingga angka pasien corona covid-19 masih terus bertambah.Harus ada sanksi tegas.

oleh Muhammad Ali diperbarui 14 Apr 2020, 10:41 WIB
Anggota DPR RI Komisi II Fraksi PDI Perjuangan, Hugua. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan Pembatasan Besar Berskala Besar (PSBB) sejak 10 April 2020 lalu. Namun demikian, aturan tersebut tak sepenuhnya diindahkan oleh masyarakat sehingga angka pasien corona covid-19 masih terus bertambah.

Menurut Anggota DPR RI Komisi II Fraksi PDI Perjuangan Ir. Hugua, penerapan PSBB di Jakarta harus ada sanksi tegas bagi pelanggar karena Jakarta adalah barometer Indonesia. Sehingga keberhasilan atau gagalnya penerapan PSBB di DKI Jakarta akan menentukan keberhasilan atau gagalnya penerapan PSBB kota lainnya di Indonesia guna membebaskan Indonesia dari wabah global Covid 19.

"Penerapan PSBB di Jakarta harus ada sanksi tegas karena Jakarta jadi barometer penerapan PSBB di kota lainnya dalam membebaskan Indonesia dari wabah Covid 19," kata Politisi PDI Perjuangan ini dalam keterangannya, Selasa (14/4/2020).

Mantan Bupati Wakatobi ini mencontohkan meluasnya Wabah Flu Spanyol Tahun 1918 yang dikenal dengan wabah paling mematikan di abad ke-20 lebih disebabkan faktor nonmedis daripada faktor medis. Pada saat itu masyarakat tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan seperti menetap di rumah bagi yang sakit dan demam, karantina, menggunakan masker dan lainnya.

Ia menambahkan justru pada saat itu, masyarakat mencegah wabah ini dengan melaksanakan kenduri, sesajen dan kegiatan sosial budaya lainnya yang dapat memudahkan penyebaran virus flu tersebut ke orang lain sehingga dengan cepat, wabah ini menginfeksi 500 juta orang atau sekita 1/3 dari penduduk dunia saat itu dan menewaskan 50 Juta orang.

"Pada saat itu rumah sakit tidak berfungsi maksimal dikarenakan jumlah pasien lebih banyak dari kemampuan tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang tersedia," ungkapnya. Hugua menambahkan merujuk dari pendapat para ilmuan Imperial College Covid 19 Response Team bahwa diperlukan waktu 18 bulan atau lebih untuk menemukan vaksin Covid 19 ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Program yang Matang

Dengan demikian diperlukan program dan pendanaan yang matang dan tersistem untuk mencegah wabah ini secara maksimal sebelum vaksinnya ditemukan.

Kegiatan program dimaksud, ucap Hugua, harus memuat di antaranya Program Mitigasi Bencana yang difokuskan pada pelambatan penyebaran epidemi dan mengurangi kesibukan petugas seperti social distancing (jaga jarak), stay at home (di rumah saja), memakai masker dan lainnya yang biasanya berlangsung selama tiga bulan.

"Kedua adalah Program Suspensi Bencana dimana saat itu jumlah terinfeksi mulai menurun dan kegiatan difokuskan pada mengubah arah langkah wabah antara lain dengan memassifkan rapid test, mengefektifkan pemblokiran kawasan terinfeksi dan kegiatan lainnya. Intinya adalah mengurangi kasus serendah-rendahnya dan mempertahankan situasi hingga pandemi selesai," tutur Hugua.

Fase Suspensi ini, terangnya, biasanya berlangsung selama lima bulan. Ketua Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) ini juga mengingatkan bahwa pada fase suspensi ini harus benar-benar terjaga dengan baik sehingga tidak muncul pandemi gelombang kedua yang lebih berbahaya daripada pandemi awalnya.

"Saya minta ketegasan Mendagri untuk memastikan bahwa APBD Perubahan Pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/Sj, No :177/KMK/07/2020 berkaitan dengan percepatan penanganan Wabah Covid 19 memfokuskan pada pembiayaan kegiatan mitigasi dan suspensi tersebut serta dampak lainya secara tersistem, terukur dan transparan. Sehingga tercipta partisipasi publik yang tinggi untuk bersama melawan wabah ini," kata Hugua.

Anggota Komisi II DPR ini meminta kepada para ahli hukum dan elite politik untuk mengurangi silang pendapat di publik, termasuk para pengkritik agar ditangguhkan dulu hingga masa darurat wabah ini usai.

"Kita Butuh satu komando, satu langka gotong-royong bersama dan satu tindakan bersama demi keselamatan kita bersama," tutup Ketua Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) Sultra ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya