Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menyampaikan, saat ini sudah ada sekitar 900 ribu orang yang telah bergerak mudik dari Jabodetabek ke daerah selama masa pandemi virus corona (Covid-19). Sementara masih ada 1,3 juta orang lainnya yang diperkirakan akan segera menyusul.
"Saya kemarin rapat dengan Kemenhub, tercatat saat ini sudah ada 900 ribu orang yang mudik. Sisanya tinggal 2,6 juta yang belum pulang. Separuh dari 2,6 juta itu, ada 1,3 juta orang dianggap ada potensi mudik," jelas Agus dalam siaran pers online via aplikasi Zoom, Selasa (14/4/2020).
Advertisement
Secara angka persebaran, ia menghitung, sebanyak 13 persen pemudik akan menyebar ke wilayah Jawa Barat. Jawa Tengah menjadi tujuan mudik paling banyak yakni 33 persen, Yogyakarta 7,8 persen, Jawa Timur 20 persen, dan wilayah Sumatera 7 persen.
"Ini lah yang perlu dilihat dampak mudik Jateng, Jatim dan Jabar. Jateng, Yogyakarta jadi derah ODP atau penularan baru atau daerah wabah baru kalau misalkan mudik ini tidak ditangani pemerintah. Ini gambaran ya setelah ikuti beberapa diskusi," ujar Agus.
Dia menyatakan, banyak masyarakat yang nekat mudik di tengah wabah virus corona lantaran hal tersebut merupakan budaya tahunan. Selain itu, ia memaparkan beberapa faktor lainnya yang membuat budaya mudik menjadi sulit dilarang.
"Kemudian ada yang nekat mudik gara-gara tidak ada masukan biaya hidup, ini pasti nekat mudik. Lalu bersikeras mudik karena permintaan orang tua dan keluarga. Orang-orang ini yang ada di dalam 1,3 juta itu," ungkap Agus.
Sosialisasi dan Konsultasi
Menindaki potensi tersebut, MTI dikatakannya gencar berkonsultasi dengan berbagai pihak untuk menekankan pentingnya tidak nekat mudik, agar aksi tersebut tak berimbas kepada keluarganya di kampung yang berpotensi jadi Orang Dalam Pemantauan (ODP) jika pemudik berstatus positif Covid-19.
"Orang yang mau mudik ini tahu enggak orang di kampung menolak pemudik. Ada sebagian masyarakat juga kalau nanti dilarang. Namun kalau ada sifat kemasyrakatan tinggi tetap diterima tapi persoalannya jadi ODP," imbuh dia.
Advertisement