Tenaga Medis yang Kelelahan Bisa Saja Terjangkit COVID-19, Tergantung 3 Faktor Berikut

Tenaga medis yang kelelahan bisa saja sakit terjangkit COVID-19, tapi tergantung dari beberapa faktor.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 14 Apr 2020, 15:11 WIB
Dokter dan tenaga medis membawa tulisan berisi pesan dan tulisan untuk melawan virus corona saat sesi foto di posko tenaga medis Covid-19, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Aksi ini mengharapkan masyarakat berdiam diri di rumah, untuk ikut bergerak memutus mata rantai covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Tenaga medis yang didera kelelahan bisa saja sakit terjangkit COVID-19. Tapi kondisi sakit yang dialami tergantung dari beberapa faktor. Bukan sekadar melihat kelelahan secara fisiknya saja.

Dokter spesialis pulmonologi Menaldi Rasmin menerangkan, kelelahan yang dialami para dokter dan perawat yang bekerja menangani pasien COVID-19 dapat membuat mereka sakit.

"Kalau kelelahan, tenaga medis bisa sakit. Sakit ini tergantung dari tiga faktor ya. Pertama, patogen yang masuk, apakah itu jamur, bakteri atau virus. Sekarang kita bicara soal virus deh," terang Menaldi saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, ditulis Selasa (14/4/2020).

"Jadi, berapa jumlah virus yang masuk. Jumlah virus yang masuk ke tubuh orang berbeda-beda. Kedua, keganasan dari si virus, apakah virus yang masuk ringan atau ganas. Kalau yang masuk ganas repot juga. Ketiga, faktor daya tahan tubuh tenaga medis itu sendiri."

Load More

Antara Virus dan Daya Tahan Tubuh

Dokter dan tenaga medis membawa tulisan berisi pesan dan tulisan untuk melawan virus corona saat sesi foto di posko tenaga medis Covid-19, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Aksi ini mengharapkan masyarakat berdiam diri di rumah, untuk ikut bergerak memutus mata rantai covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menilik ketiga faktor terkait sakit terjangkit virus, yaitu jumlah virus, keganasan, dan daya tahan tubuh. Apabila dua faktor saja terganggu, orang yang bersangkutan pasti sakit.

Namun, apabila ketiganya masih kuat, cukup bagus, dan berimbang. Maka, seseorang tidak sakit. "Walaupun jumlah  virusnya (yang masuk ke tubuh) banyak. Kalau virusnya enggak ganas, daya tahan baik, ya orang yang bersangkutan enggak sakit," ujar Menaldi, yang berpraktik di RS Persahabatan Jakarta.

Ia mencontohkan lain, jika virusnya ganas, tapi jumlah virus yang masuk ke tubuh sedikit serta daya tahan tubuh baik. Maka, orang yang bersangkutan tidak sakit.

"Kondisi ini termasuk individual ya, bisa beda-beda. Enggak bisa pukul rata, bahwa tenaga medis yang di dalam ruang isolasi pasti sakit. Ya, enggak begitu," tambah Menaldi.

"Yang benarnya, tenaga medis yang di dalam ruang isolasi dan melayani pasien COVID-19 lebih rentan sakit dan terjangkit COVID-19. Oh iya, itu betul sekali."


8 Jam Kerja

Petugas mengamati alat swab spesimen saat swab test di halaman Laboratorium Kesehataan Daerah (LABKESDA) Kota Tangerang, Banten, Kamis (9/4/2020). Pemerintah Kota Tangerang melaksanakan swab test yang dilakukan untuk tenaga medis dan orang dalam pemantauan (ODP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam hal pengaturan jam kerja atau shift, masing-masing 8 jam. Shift ini pun sama, baik tenaga medis yang bekerja melayani pasien COVID-19 maupun tidak.

"Shift yang kami jalani, baik dokter yang menangani pasien COVID-19 maupun tidak ya sama. Layaknya shift kerja sehari-harilah. 8 jam sehari, yakni dari jam 8 pagi sampai 16.00, itu biasa," Menaldi melanjutkan.

Ia menambahkan, tenaga medis yang bekerja pun diberikan waktu istirahat yang cukup. Apalagi kalau menjalani shift malam.

"Walaupun masuknya shift malam, tenaga medis yang bersangkutan akan diberikan waktu dulu untuk istirahat yang cukup," ujar Menaldi.


Simak Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya