BMKG Ungkap 5 Dugaan Penyebab Suara Dentuman Misterius Sabtu 11 April 2020

Hingga saat ini belum ada satupun pihak yang dapat mengungkap penyebab sumber bunyi dentuman tersebut disertai bukti ilmiahnya.

oleh Maria FloraLiputan6.com diperbarui 14 Apr 2020, 13:32 WIB
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Jakarta sempat menjadi kota paling berpolusi di dunia pada 29 September 2019 lalu, namun Rabu (8/4) siang ini, kualitas udara kota Jakarta membaik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Suara dentuman sempat mengagetkan warga Jakarta, Bogor, dan Depok, pada Sabtu, 11 April 2020 dini hari. Suara tersebut sempat dikaitkan dengan aktivitas Gunung Anak Krakatu yang kembali erupsi pada Jumat, 10 April malam. 

Belakangan hal ini dibantah oleh Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono. Dia  memastikan, dentuman yang beberapa kali terdengar dan membuat resah masyarakat Jabodetabek, tidak bersumber dari aktivitas gempa tektonik.

"Hasil monitoring BMKG menunjukkan tidak terjadi aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Provinsi Banten," jelas Daryono, Sabtu 11 April kemarin.

Hingga saat ini suara dentuman tersebut masih menyimpan misteri. Bahkan belum ada satupun pihak yang dapat mengungkap penyebab sumber bunyi dentuman tersebut disertai bukti-bukti ilmiahnya.

Namun, belakangan beberapa pihak mengungkap sejumlah dugaan terkait sumber suara dentuman tersebut meskipun memiliki kelemahan. 

Pertama, diakibatkan adanya gempa tektonik. Dikatakan gempa tektonik dapat mengeluarkan bunyi ledakan jika magnitudonya cukup signifikan dengan hiposenter sangat dangkal.

Suara ledakan yang timbul saat gempa biasanya hanya sekali saja saat terjadi deformasi batuan utama, tidak seperti dentuman yang beruntun terus menerus seperti 11 April pagi. Bahkan ada yang mengaitkan suara dentuman pagi itu mirip peristiwa dentuman gempa Bantul, Yogyakarta 2006.

"Dalam beberapa kasus, gempa Bantul memang menyebabkan timbulnya suara dentuman, tetapi bunyi dentumannya tidak terus menerus, di mana satu gempa menghasilkan satu detuman. Gempa Bantul dapat mengeluarkan bunyi karena sumbernya dangkal dan dekat zona karst yang bawah permukaannya berongga sehingga dapat menjadi sumber bunyi jika ada pukulan gelombang seismik," jelas Daryono dalam keterangannya yang diterima Liputan6.com, Selasa (14/4/2020).

Kedua, peristiwa longsor. Longsoran yang dipicu oleh adanya deformasi batuan yang melampaui batas elastisitasnya akan menimbulkan pelepasan energi secara tiba-tiba hingga dapat mengeluarkan suara dentuman.

Terkait hal ini, Daryono menjelaskan, bahwa peristiwa longsoran tidak mungkin terjadi secara berulang-ulang dan terus menerus sebanyak dentuman yang didengarkan masyarakat pagi itu.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Skyquake hingga Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau

Gunung Salak. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Ketiga, Skyquake. Skyquake adalah istilah yang diciptakan oleh sekelompok komunitas untuk menyebut suara-suara yang datang dari langit. Masyarakat awam pun kini banyak yang mengunakan istilah ini meski belum memahami konsep ilmiahnya.

Keempat, adanya aktivitas petir. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa pada kondisi atmosfer ideal, suara petir paling jauh dapat terdengar 16-25 km.

"Dengan jarak jangkauan dengar tersebut, sulit diterima jika dikatakan petir yang sama dapat didengar oleh warga di Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Pelabuhanratu," ucap Daryono.

Sebagai contoh jika petir terjadi di Kota Bogor, maka tempat terjauh di utara yang dapat mendengar hanya sampai Kota Depok dan tidak sampai ke Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.

Untuk arah tenggara dan selatan, maka tempat terjauh yang masih dapat mendengar petir tersebut adalah daerah Gunung Gede-Pangrango dan tidak sampai ke Sukabumi dan Pelabuhanratu.

"Bunyi petir juga sangat khas di mana orang awam dengan mudah mengenalinya. Sementara, suara pagi itu lebih mirip dentuman yang "anatominya" berbeda dengan suara petir," bebernya lagi. 

Kelima, akibat erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK). Jika mengingat peristiwa 2 tahun silam, warga Jawa Barat dan Sumatera Selatan sempat digegerkan suara dentuman pada akhir Desember 2018.

Namun, adanya dugaan dentuman bersumber dari GAK dibantah dengan alasan suara dentuman tidak terdengar di Pasauran (Banten) dan Kalianda (Lampung). 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya