Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadan sebentar lagi tiba. Seluruh umat muslim di dunia akan menjalani puasa selama sebulan penuh.
Namun di tengah pandemi virus corona (COVID-19) seperti sekarang, ada banyak kekhawatiran apakah puasa akan meningkatkian risiko tertular COVID-19? Ini masuk akal karena saat ini setiap orang disarankan untuk menjaga asupan cairan agar untuk mencegah infeksi penyakit.
Advertisement
Melansir laman Gulfnews, puasa adalah salah satu dari lima rukun Islam, dan umat Islam diharuskan puasa selama bulan Ramadan, bulan kesembilan dari kalender Islam.
Ramadan berasal dari kata Arab "Al Ramad", yang berarti panas dan kekeringan. Ini mencerminkan kesulitan yang dirasakan oleh umat Islam yang berpuasa setiap hari dari fajar hingga matahari terbenam, dimana mereka tidak bisa makan atau minum apa pun sepanjang hari.
Ramadan tahun ini diperkirakan jatuh pada 23 atau 24 April, tergantung pada penampakan bulan sabit dan kalender Hijriah. Faktanya, umat Islam tidak dapat menangguhkan salah satu ibadah utama dan pilar utama Islam kecuali jika fatwa Syariah dikeluarkan oleh salah satu lembaga Islam tertinggi umat Muslim.
Atau justru saat ini merupakan waktu yang tepat untuk berpuasa, melihat kini orang-orang dilarang keluar rumah (kecuali hal mendesak) dengan memasok bahan pokok di rumah? Apakah puasa secara tidak langsung melemahkan sistem kekebalan? Apakah puasa menyebabkan dehidrasi? Itu merupakan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh banyak Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia saat situasi pandemi ini.
Ulasan para ahli
Menurut rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ahli kesehatan, orang-orang disarankan untuk perbanyak minum, terutama berkumur atau minum dengan air hangat untuk menjaga tenggorokan dan saluran pernapasan tetap lembab.
Pakar kesehatan mengatakan, minum mencegah dehidrasi, tetapi tidak akan mencegah siapa pun untuk tertular Covid-19.
Dokter memperingatkan agar tidak percaya berita selain dari situs resmi yang membahas Covid-19 (misalnya WHO, CDC, Kemenkes dsb).
William Schaffner, seorang ahli penyakit menular di Vanderbilt University, mengatakan para profesional medis biasanya merekomendasikan menjaga asupan cairan ketika sakit.
"Kami selalu memperingatkan siapa pun yang sehat dan orang yang sakit untuk menjaga asupan cairan dan menjaga selaput lendir tetap lembab. Itu membuat seseorang merasa lebih baik; tetapi tidak ada indikasi yang jelas bahwa hal itu bisa melindungi dari komplikasi," Dr. Schaffner menegaskan.
Advertisement
Puasa agar lebih sehat
Studi ilmiah terbaru menunjukkan bahwa puasa adalah rahasia hidup agar lebih sehat dan lebih lama. Menurut National Institute on Aging yang berbasis di Inggris, bukti dari beberapa dekade penelitian hewan dan manusia menunjukkan manfaat kesehatan yang luas dari puasa intermiten.
Studi yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine ini menunjukkan, puasa bisa menurunkan risiko penyakit seperti diabetes, kardiovaskular, penyakit kanker dan gangguan neurologis.
Sedangkan masih banyak penelitian yang diperlukan untuk menentukan apakah puasa intermiten menghasilkan manfaat atau bahkan layak untuk manusia ketika dipraktikkan dalam jangka panjang, seperti selama bertahun-tahun.
Dalam Horizon Documentary berjudul “Eat, Fast and Live Longer”, Dr. Michael Mosley menetapkan ambisinya: ia ingin hidup lebih lama, tetap muda dan menurunkan berat badan. Dia menemukan gagasan yang kuat tentang manfaat puasa. Mosley menguji ilmu puasa pada dirinya sendiri.
Dalam perjalanannya, ia mengeksplorasi rahasia kesehatan yang baik dan umur panjang. Tidak hanya sampai situ, Mosley melanjutkan untuk menemukan apa yang disebut, "puasa intermiten" - Yang sangat menarik adalah ia menemukan efek puasa pada penuaan otak. Meskipun percobaan dilakukan pada tikus, mereka menunjukkan bahwa manusia memiliki peluang bagus untuk mengurangi penyakit otak dengan berpuasa.
Pendapat Islam dan Mufti (tokoh Islam dengan ilmu tinggi serta memiliki wewenang untuk memberikan fatwa kepada umat Islam)
Dr. Ali Ahmad Masha'el, Mufti tertinggi di Departemen Islam dan Kegiatan Amal Dubai, mengatakan: "Puasa adalah pilar keempat Islam, dan tidak ada alasan untuk tidak berpuasa kecuali untuk orang sakit yang sedang dalam pengobatan dan puasa memperparah kondisi kesehatannya.
Dia mengatakan ada alasan sah yang memungkinkan seseorang dibebaskan dari puasa seperti yang disebutkan dalam Alquran, misalnya penyakit dan sedang dalam perjalanan jauh, sebagaimana tertulis dalam surat Al-Baqarah ayat 183-184.
Masha'el berkata: “Tidak ada yang lebih baik daripada rukun Islam, termasuk puasa, yang merupakan kewajiban setiap Muslim. Takut sakit bukanlah alasan bagi seorang Muslim untuk tidak berpuasa. Islam mengizinkan orang sakit, yang kondisi kesehatannya membuat mereka tidak bisa berpuasa, dan dinasihati oleh dokter, yang tahu sifat-sifat puasa, untuk tidak puasa dalam waktu tertentu karena bisa membahayakan hidup mereka.”
Islam mengizinkan orang sakit tidak berpuasa, jika puasa dapat membahayakan hidup mereka atau membahayakan kesehatan mereka. "Orang yang sakit, yang takut jika puasanya memperburuk penyakitnya atau memperlambat pemulihannya atau merusak bagian tubuhnya, memiliki pilihan untuk tidak berpuasa," kata Mufti.
Dia berkata, ”Jika orang sakit itu sakit parah, tidak boleh baginya berpuasa. Tetapi jika seseorang yang sehat takut akan kesulitan dan kelelahan atau takut sakit, tidak boleh baginya untuk berbuka puasa. ”
Mufti agung mengatakan puasa adalah refleksi dan pemurnian tubuh dan jiwa. Puasa juga baik untuk kesehatan manusia, seperti yang telah dibuktikan oleh kedokteran modern dan studi ilmiah. "Puasa memiliki efek menguntungkan pada kesehatan, didukung oleh studi ilmiah baru-baru ini," tegasnya.
Mengenai pasien yang terinfeksi COVID-19, Dr. Masha'el mengatakan: “Diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika kondisi kesehatan pasien yang terinfeksi Covid-19 sangat rentan dan disarankan oleh dokternya untuk tidak berpuasa karena dia perlu terhidrasi dan minum obat."
Pendapat Al-Azhar Al-Sharif
Al-Azhar Al-Sharif, lembaga Islam di Mesir mengeluarkan pernyataan bahwa seorang Muslim diharuskan berpuasa tahun ini, dan puasa tidak ada hubungannya dengan kemungkinan meningkatnya risiko tertular Covid-19.
"Tidak puasa selama bulan Ramadhan karena Covid-19 tidak diperbolehkan, dan puasa adalah tugas dan kewajiban bagi umat Islam," kata Al-Azhar, kepada GulfNews.
Fatwa Al Azhar didasarkan pada umpan balik yang mereka terima dari WHO, yang mengatakan bahwa minum dan berkumur dengan air tidak melindungi seseorang dari Covid-19.
“Kami telah bertanya kepada WHO apakah minum air atau berkumur dengan air akan melindungi seseorang dari Covid-19. Jawabannya adalah: Meskipun air penting untuk hidrasi tubuh manusia, namun air tidak melindungi terhadap virus dan belum terbukti berkumur dengan air dapat melindungi siapa pun dari terjangkit virus."