Pandemi Corona COVID-19, Alfred Riedl Pernah Sentil Orang Indonesia yang Malas Cuci Tangan

Alfred Riedl, mantan pelatih Timnas Indonesia meyoroti budaya jorok masyarakat Indonesia yang malas cuci tangan seusai buang air kecil.

oleh Ario Yosia diperbarui 15 Apr 2020, 17:50 WIB
Alfred Riedl dan Boaz Solossa tengah berbincang saat sesi latihan di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Jumat (07/10/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Jakarta - Imbauan disampaikan Presiden RI Joko Widodo kepada masyarakat luas buat rajin cuci tangan di masa pandemi virus corona COVID-19. Tujuan utamanya, untuk menghambat penyebaran virus yang bisa memicu berbagai penyakit yang mematikan.

Bukan rahasia lagi, budaya cuci tangan selepas berkegiatan jarang dilakukan masyarakat Indonesia. Dengan berbagai alasan, bangsa kita kerap mengabaikan kegiatan sederhana yang tak makan waktu.

Kritikan keras soal ini dilontarkan Alfred Riedl saat menukangi Timnas Indonesia di Piala AFF 2016. Secara terang-terangan pelatih asal Austria itu tidak mau bersalaman dengan orang Indonesia.

"Maaf, saya tidak mau bersalaman. Bukan saya bermaksud sombong. Saya tidak mau jabat tangan karena kalian jorok," tutur Alfred saat menolak ajakan salaman dengan Bola.com di hotel tempat menginap timnas.

Menurut pengakuan Alfred, ia kerap mendapati orang Indonesia tidak mencuci tangannya saat usai buang air kecil.

"Tidakkah kalian sadari, perilaku kalian bisa membawa penyakit. Banyak kuman atau virus yang mungkin menempel di tangan usai buang air kecil," kata pelatih yang dua kali mengantar Timnas Indonesia lolos ke final Piala AFF 2010 dan 2016.

Alfred Riedl memang amat hati-hati menjaga kesehatannya. Terutama seusai ia menjalani operasi hati pada tahun 2006 di Vietnam.

Load More

Sempat Gagal Ginjal

(Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Penyakit Alfred parah jelang Piala Asia 2007. Ia kerap minta izin untuk absen melatih Tim Paman Ho di saat-saat genting jelang turnamen akbar.

"Sebelum media menulis sesuatu yang bodoh, saya melakukan konferensi pers. Saya harus menjalani transplantasi dan berencana melakukannya pada tiga atau empat bulan pertama pada 2007," ujar Alfred Riedl.

Penjelasan Riedl mengundang simpati banyak pihak. Puluhan warga Vietnam kemudian menawarkan diri untuk menjadi donor ginjal bagi Riedl. Beberapa di antaranya ada yang berprofesi sebagai pegawai bank, sopir truk, pedagang, dan biksu.

Dua kandidat donor kemudian dibawa ke Austria, negara asal Riedl, untuk menjalani operasi. Menurut Riedl, donor meninggalkan rumah sakit setelah enam hari menginap, sedangkan dirinya tiga hari lebih lama.

"Kami kemudian membawa dua kandidat donor ke Austria untuk menjalani operasi. Donor meninggalkan rumah sakit setelah enam hari, sedangkan saya sembilan hari," ucap pelatih kelahiran 2 November 1949 tersebut.

Pelatih yang sempat melatih timnas Palestina dan Laos itu enggan mengungkapkan siapa donor ginjalnya. Walau demikian, dia mengaku masih menjalin komunikasi dengan donor tersebut.

Empat tahun lalu menjadi momen yang begitu emosional bagi Riedl. Sebuah stasiun televisi swasta Indonesia mempertemukan Riedl dengan orang yang menjadi donor ginjalnya, di Jakarta.

"Tiba-tiba dokter timnas Vietnam yang membantu saya datang. Beberapa menit kemudian, donor saya juga muncul. Keduanya ada di Jakarta. Itu sangat emosional," kata Riedl.

Hingga detik ini, Riedl mengaku berutang nyawa kepada orang yang menjadi donor itu. Walau demikian, Riedl merasa tidak akan bisa membalas jasa orang tersebut.

"Dia menyelamatkan nyawa saya. Tanpa bantuannya, saya harus menjalani cuci darah tiga kali dalam sepekan. Itu seperti berada pada akhir kehidupan," ujar Alfred Riedl.


Perawatan Sakit Jantung

(Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Semenjak sembuh dari sakitnya, Alfred Riedl hidup higienis. Ia amat hati-hati menjaga pola makanannya. Ia amat getol menjaga kebersihan.

"Saya tidak mungkin lagi makan sembarangan. Menunya didominasi sayur-sayuran. Minum pun begitu. Saya hanya bisa mengkomsumsi air putih, supaya tak terkena penyakit," tutur Alfred.

Seusai kontraknya tak diperpanjang PSSI pasca Piala AFF 2016, Alfred tinggal bersama keluarganya di Austria. Musim lalu ia sempat hampir melatih Persebaya Surabaya pada pertengahan Shopee Liga 1 2019, namun batal karena faktor kesehatan.

Alfred Riedl sedang menjalani perawatan intens penyakit jantung. Ia kemudian menjelaskan soal kegagalan bergabung Persebaya dan kondisi kesehatannya kepada Bola.com dalam sebuah surat elektronik yang dikirimnya. Dia menegaskan masalah kesehatannya terjadi pada kaki dan ginjal, bukan jantung.

“Saya perlu mengoreksi beberapa informasi. Mungkin ada beberapa masalah komunikasi dengan Persebaya Surabaya. Saya tidak pernah menjalani operasi jantung. Jantung saya baik-baik saja dan tidak ada masalah,” kata Alfred Riedl kepada Bola.com, Minggu (6/10/2019).

“Saya menjalani operasi bypass sekitar tujuh pekan lalu. Itu dilakukan untuk mengalirkan darah ke ginjal saya yang harus ditransplantasi. Serta, saya juga punya masalah pada arteri kaki,” terang pelatih berusia 69 tahun tersebut.

“Sayangnya, upaya bypass tidak berfungsi, artinya terhambat. Saya masih punya jadwal ke rumah sakit untuk menjalani bypass lainnya, juga ada pemeriksaan ginjal dan kaki. Jadi, sangat sederhana,” imbuhnya.

Alasan kesehatan itu menyulitkan Riedl untuk bergabung dengan Persebaya meski pihak klub terlihat serius. Mantan pelatih Timnas Indonesia itu masih menyimpan harapan untuk menangani Persebaya lagi.

“Saya sangat menyesal tidak bisa bergabung dengan Persebaya Surabaya. Padahal, itu akan menjadi tantangan yang sangat menarik buat saya,” ucap Alfred Riedl lagi.

Bicara soal cuci tangan, mungkin sekarang Alfred Riedl bisa tersenyum. Masyarakat Indonesia belakangan mulai rajin cuci tangan di masa pandemi corona COVID-19.

Disadur dari Bola.com (Ario Yosia)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya