Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan infrastruktur gas akan lesu dengan ditetapkannya penurunan harga gas ditingkat konsumen industri dan PLN sebesar USD 6 per MMBTU.
Pengamat Energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kebijakan harga gas yang jauh dari tingkat keekonomian proyek akan membuat pembangunan infrastruktur gas bumi semakin sulit.
Baca Juga
Advertisement
"Jangan berharap terlalu banyak terhadap optimalisasi gas bumi. Dengan biaya dan risiko yang besar, perusahaan niaga tentu akan membatasi ekspansi pembangunan infrastruktur," kata Komaidi, di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Menurut Komaidi, Sumber gas bumi Indonesia sebagian besar berada di wilayah Indonesia Bagian Timur. Sementara konsumsi gas terbesar berada di Indonesia Bagian Barat. Untuk mengantarkan gas dari sumber ke konsumen dibutuhkan infrastruktur jaringan, dengan harga gas yang tidak ekonomis maka penyerpan gas domestik tidak optimal.
"Harusnya pemerintah fokus membangun infrastruktur ini jika tak ingin terbebani impor BBM yang semakin besar," ujarnya.
Target Pemerintah
Pemerintah menetapkan sejumlah target-target kinerja jangka panjang terkait optimalisasi gas bumi. Sebagai contoh dalam rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 Kementerian ESDM menargetkan pipa open acces bertambah menjadi 9.992 km atau bertambah 5.695 km dibandingkan tahun 2016.
Kemudian pipa hilir ditargetkan bertambah 1.140,70 km menjadi 6.301 km. Sehingga total panjang pipa gas bumi di Indonesia mencapai 16.364 km dari posisi tahun 2016 sepanjang 9.528,18 km.
Advertisement
Sulit Terwujud
Komaidi menilai, pemerintah akan sulit mewujudkan target ambisius itu. Sebab harga gas bumi yang diputuskan pemerintah menjadikan energi ini semakin tidak menarik sebagai instrumen investasi, sementara perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki keterbatasan untuk mewujudkan rencana tersebut.
"Dengan harga gas yang semakin tidak menarik, siapa yang mau bangun infrastruktur gas bumi. Tidak ada pebisnis yang mau rugi, apalagi investor," tutup Komaidi.