Piasan Makmeugang, Cara 'Asyik' Bederma di Tengah Pandemi Corona

Simak bagaimana orang Aceh saling sokong dan bahu untuk membantu kepala keluarga perempuan di Aceh jelang puasa, di tengah badai pagebluk ini:

oleh Rino Abonita diperbarui 17 Apr 2020, 13:57 WIB
Kolase "Piasan Makmeugang" (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Empat pria duduk di atas undakan pintu depan sebuah kantor sambil membawakan lagu "Asal British" miliknya Jamrud dengan ketukan irama yang terdengar country. Lirik "wen de skai" yang diucapkan salah seorang di antara mereka terdengar berlepotan dan bikin kekeh.

Pada video yang lain, seorang lelaki mengenakan kaca mata round frame serta masker tampak lebih menghayati nyanyiannya. Lelaki itu membawakan lagu daerah berjudul "Di Babah Pinto" dengan petikan yang terkesan jazzy.

Seorang bocah tak mau kalah, berkaraoke dengan mikrofon portabel mengikuti lirik lagu yang tengah dilantunkan oleh Alan Walker berjudul "Faded." Ada pula sekumpulan siswa dari sebuah sekolah bilingual di Australia tengah menyanyikan lagu "Bento" secara kor diiringi petikan gitar dari guru mereka.

Empat video tersebut telah mewarnai dinding Facebook Raihana Diani —perempuan asal Aceh yang kini tinggal di Surabaya— sejak beberapa hari terakhir. Video-video tersebut hanya beberapa dari sekian video amatir yang sengaja diunggah untuk keperluan penggalangan dana yang dinisiasi olehnya.

Penggalangan dana tersebut dilakukan khusus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan, terutama menjelang hari Meugang, sebuah tradisi menyambut dan merayakan datangnya bulan puasa di Aceh dengan cara masak daging kerbau atau sapi. Target yang akan diderma ialah para kepala keluarga (KK) perempuan yang terdampak secara ekonomi selama masa pagebluk Corona Covid-19.

Bertajuk "Piasan Makmeugang", penggalangan dana ini punya cara yang unik dalam menarik para dermawan untuk ikut serta melakukan khairat. Raihana memanfaatkan lingkaran pertemanannya di media sosial untuk unjuk kebolehan melalui pelbagai karya seni mulai dari nyanyi hingga puisi, atau lainnya, di mana tiap karya berkontribusi sebagai sajian "hiburan", dengan harapan orang-orang akan tertarik untuk ikut berderma.

Karya yang ditampilkan pun tak muluk-muluk, tampak sahaja, direkam dengan gawai atau kamera biasa dalam situasi yang santai serta menyenangkan. Semua diunggah melalui akun Facebook masing-masing dengan menandai akun Raihana terlebih dahulu.

Dimulai sejak 5 April, perhelatan ini telah berhasil menjaring belasan penampilan serta puluhan penderma. Ada pula yang ikut berkontribusi dengan cara berbeda, seperti, menjual baju sablonan cukil kayu.

Seorang pelukis melelang karyanya berjudul "Peunayong", sebuah lukisan cat minyak minyak yang diberi harga awal Rp25 juta. Sementara itu, seorang putra Aceh yang telah melanglang buana dari satu negeri ke satu negeri, dan terakhir mengukuhkan diri sebagai orang Aceh pertama yang pernah mencecap dinginnya salju Antarktika, telah memastikan akan memberikan keuntungan dari hasil penjualan salah satu bukunya, "Terra Australis" untuk didonasikan dalam perhelatan ini.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Perempuan Termajinalkan

Raihana Diani (tengah), (Dok. Pribadi)

Piasan Makmeugang akan berlangsung hingga H-3 jelang bulan puasa. Uang hasil donasi akan digunakan untuk membeli pelbagai kebutuhan pokok, terutama daging, dan kebutuhan lainnya, seperti sembako.

Raihana mengatakan bahwa perempuan dari dulu telah mengalami kerentanan ganda, termajinalkan hampir dalam segala situasi. Perempuan yang merangkap sebagai kepala keluarga punya beban yang berlebih.

"Mengapa perempuan kepala keluarga? Pemiskinan ekonomi yang mereka alami sangat berat di tengah mereka juga harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya," kata Raihana, dihubungi Liputan6.com, via panggilan WhatsApp, Kamis siang (16/04/2020).

"Ditambah lagi dengan stigma yang mereka dapatkan sebagai janda di dalam masyarakat. Lihat saja bagaimana perempuan kepala keluarga korban konflik, berlipat ganda beban yang harus mereka pikul," timpanya.

Situasi pandemi tentu saja telah memperparah keadaan yang timpang itu. Apalagi, pemerintah dinilai lambat jika bukan kurang reaktif dalam memperhatikan sosok-sosok yang tersisih tersebut.

"Dalam kondisi begini, di tengah kekecewaan kita terhadap pemerintah, pemerintah yang terlambat hadir untuk rakyatnya, solidaritas kemanusiaan menjadi sangat penting," ketusnya.

Piasan Makmeugang setidaknya akan meringankan beban para kepala keluarga perempuan di Aceh, kendati tidak signifikan dapat membantu secara menyeluruh dan kontinu. Ia dan seluruh yang ikut berkontribusi setidaknya sudah mencoba.

"Kami mengajak banyak kawan untuk berkontribusi, dengan pelbagai kreativitas dari tempatnya masing masing. Jadi kita bergembira bersama sambil berbagi untuk sesama," pungkasnya.

Untuk pendataan serta mekanisme pembagian, Raihana mengaku memanfaatkan data dari lembaga nonpemerintah yang ada di Aceh, serta para relawan yang nantinya akan bertugas membagi-bagikan segala kebutuhan Meugang.

"Target kita Rp30-50 juta. Tapi, kita coba semaksimal mungkin, begitu juga dengan jumlah kepala keluarga perempuan yang jadi target," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya