Peneliti Sebut Obat COVID-19 Bisa Ditemukan Lebih Dulu Dibanding Vaksin

Kepala LBM Eijkman mengatakan uji coba obat untuk pasien COVID-19 yang ada saat ini adalah pengembangan dari pengobatan yang sudah ada

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 17 Apr 2020, 20:00 WIB
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti dan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio mengatakan bahwa kemungkinan, obat untuk perawatan pasien COVID-19 akan ditemukan lebih dahulu sebelum vaksin.

"Obat mungkin ya. Karena kan sekarang dikembangkan dari obat yang sudah ada jadi bukan pengembangan obat baru. Kalau pengembangan obat baru pasti lama sekali," kata Amin ketika dihubungi Health Liputan6.com, ditulis Jumat (17/4/2020).

Amin mengatakan, pengobatan yang sudah ada sebelumnya terus diteliti untuk mencari tahu mana yang paling baik dalam perawatan pasien COVID-19.

Sementara itu terkait vaksin, Amin mengatakan kemungkinan waktu untuk penemuannya akan lebih lama dibandingkan obat. Dia mengatakan tidak mungkin vaksin untuk SARS-CoV-2 akan selesai hanya dalam enam bulan saja.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini


Pengobatan Bantu Kurangi Beban RS

Ilustrasi plasma darah (iStock)

Meski tak mengurangi jumlah kasus secara keseluruhan, Amin mengatakan bahwa apabila obat ditemukan, kemungkinan pasien yang dirawat di rumah sakit akan berkurang sehingga beban pada pelayanan kesehatan bisa berkurang.

"Kita harapkan ke depannya obat-obat sudah lebih banyak yang ditemukan, sistem pengobatannya sudah lebih baik di rumah sakit, fasilitasnya sudah tersedia dengan baik, mungkin ada vaksin atau pendekatan lain yang sudah dikembangkan, sehingga jumlah orang sakit yang dirawat di rumah sakit akan menurun," ujarnya.

Indonesia sendiri dikabarkan melakukan beberapa studi untuk terus mencari obat yang tepat bagi pasien COVID-19. Salah satu yang terbaru adalah penggunaan transfusi plasma darah dari penyintas virus corona kepada mereka yang mengalami gejala berat dari SARS-CoV-2.

Kerja sama tersebut dilakukan oleh LBM Eijkman dengan Palang Merah Indonesia. Terapi serupa juga telah diuji coba di beberapa negara lain seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.

Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Amin mengatakan bahwa dengan cara ini, diharapkan plasma darah penyintas akan membantu memerangi virus corona dalam tubuh pasien COVID-19 yang belum dinyatakan sembuh dan dalam kondisi berat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya