Prediksi Jokowi Pandemi Corona Selesai di Akhir 2020

Jokowi meyakini, industi pariwisata yang kini melesu akibat pandemi Corona akan berkembang pesat.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 17 Apr 2020, 09:19 WIB
Presiden Joko Widodo bersiap melantik Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Riza dilantik berdasarkan Keppres Nomor 40/P Tahun 2020 tentang Pengesahan Pengangkatan Wagub DKI Jakarta sisa masa jabatan 2017-2022. (Biro Pers Kepresidenan)

Liputan6.com, Jakarta Korban akibat wabah Pandemi Corona atau Covid-19 hingga kini masih terus bermunculan. Di Indonesia, data per 16 April 2020 menyatakan sebanyak 5.516 orang dinyatakan positif terjangkit virus asal Wuhan, China itu.

Belum ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Namun presiden Jokowi meyakini, wabah Covid-19 akan berakhir setidaknya sampai akhir tahun ini.

"Saya meyakini, saya meyakini ini hanya sampai pada akhir tahun," ujar Jokowi saat memimpin rapat terbatas melalui video conference, Kamis, 16 April 2020.

Menurut Jokowi, banyak sektor industri yang terimbas wabah corona ini. Salah satu yang paling terasa yaitu industri pariwisata. Dia pun meyakini, industi pariwisata yang kini melesu akibat pandemi Corona akan berkembang pesat. Pasalnya, masyarakat selama masa pandemi beraktivitas di dalam rumah akan pergi berwisata setelah Corona selesai.

"Semua orang pengen keluar, semua orang pengen menikmati kembali keindahan-keindahan yang ada di wilayah-wilayah yang ada pariwisatanya," jelas Jokowi.

Untuk itu, dia meminta agar semua pihak optimistis virus Corona segera selesai. Jokowi ingin para menterinya memanfaatkan momentum setelah Corona untuk mengembangkan industri pariwisata.

"Optimisme itu yang harus terus diangkat. Sehingga booming yang akan muncul setelah Covid ini selesai itu tidak bisa kita manfaatkan secara baik," tutur dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta agar menteri terkait menyiapkan stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata. Hal ini sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi aksi pemutusan hubungan kerja (PHK)

"Penyiapan stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ini harus betul-betul dilakukan agar mereka bisa bertahan dan tidak melakukan PHK secara besar-besara," kata Joklowi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Puncaknya dalam 2 Pekan

Calon penumpang menunggu kedatangan kereta Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta, Kamis (16/4/2020). PT KCI menyatakan jumlah penumpang kereta listrik (KRL) terus menurun selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jabodebek hingga 50 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, Profesor Amin Soebandrio, peneliti dan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan, jika Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) tidak dilakukan dengan baik, serta masyarakat masih abai terhadap pencegahan COVID-19, bukan tidak mungkin akan terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang sangat tinggi.

"Kira-kira akhir bulan puasa kali ya. Itu bisa terjadi puncak yang tinggi, artinya jumlah kasusnya juga cukup tinggi mungkin bisa di atas 10 ribu," kata Amin pada Health Liputan6.com ketika dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (16/4/2020).

"Itu (puncak kasus) bisa terjadi kalau PSBB ini tidak dipatuhi dengan baik. Tidak cuma PSBB saja, PSBB dan kawan-kawannya, artinya peran masyarakat, partisipasi masyarakat kurang besar," tambahnya.

Namun, Amin memperkirakan dalam waktu dua hingga tiga minggu usai puncaknya, kasus infeksi virus corona kemungkinan bisa menurun.

 


Butuh Kesadaran Masyarakat

Relawan yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Cegah Covid-19 membawa poster 'Ayo Lawan Corona' saat kampanye di Pelican Cross kawasan Thamrin, Jakarta, Senin (23/3/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Amin mengatakan apabila pemahaman masyarakat untuk berkontribusi dalam pencegahan COVID-19 masih kurang, ditambah lagi dengan masih adanya mudik, membuat pergerakan manusia sulit terbendung dan malah menambah risiko penularan.

"Saya lihat orang-orang masih berkeliaran, berkerumun, tanpa masker dan sebagainya. Pemerintah sudah berupaya kuat tapi masyarakat tidak mematuhi, tidak berpartisipasi, maka peningkatan akan cukup tajam sampai kurvanya tinggi," ujarnya.

Konsekuensinya, dengan jumlah kasus yang tinggi, pasien yang membutuhkan perawatan akan melonjak dalam waktu singkat. Inilah yang dikhawatirkan menjadi beban bagi layanan kesehatan Indonesia.

Skenario lainnya adalah jumlah kasus yang sama namun tersebar dalam rentang waktu yang lebih panjang. Di sini, puncak kasus bisa mundur namun angkanya tidak terlalu tinggi bahkan bisa di bawah 10 ribu, tetapi beban perawatan juga lebih mudah untuk dikendalikan.

"Jadi kalau skenario kedua yang berlaku, maka jumlah orang yang membutuhkan perawatan kan tidak terlalu tinggi. Cuma lebih panjang," kata Amin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya