BPJS Watch: Proses Verifikasi Klaim Akibat COVID-19 Harus Terbuka

BPJS Watch menegaskan, proses verifikasi klaim akibat COVID-19 harus terbuka.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Apr 2020, 10:53 WIB
Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menegaskan, proses verifikasi klaim biaya rawat pasien COVID-19 dari rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan harus ada keterbukaan yang jelas. Verifikasi klaim ini berupa penggantian biaya rawat pasien COVID-19, yang akan ditanggung Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.

Ia menyebut, jika tidak ada keterbukaan dalam proses verifikasi klaim, maka dapat terjadi potensi 'perselisihan', yang dapat berujung terhambatnya persetujuan verifikasi. Potensi perselisihan dalam verifikasi akan terjadi bila RS dan Pemerintah tidak terbuka soal APD (Alat Pelindung Diri) dan bantuan obat-obatan.

"Dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan terkait petunjuk teknis verifikasi klaim COVID-19, disebutkan klaim yang dibayarkan ke rumah sakit akan dikurangi (biaya) alat pelindung diri (APD) dan bantuan obat-obatan bila RS yang mengajukan klaim tersebut mendapatkan bantuan APD dan obat-obatan dari Pemerintah," jelas Timboel kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Jumat (17/4/2020).

"Jangan sampai persoalan APD dan obat-obatan ini akan mempersulit verifikasi yang dilakukan BPJS Kesehatan. Kami mendorong Pemerintah dan RS yang menerima bantuan APD dan obat-obatan memberikan data yang jelas kepada BPJS Kesehatan."

Pemerintah harus terbuka dalam hal pembiayaan COVID-19. BPJS Kesehatan juga harus terbuka dalam proses verifikasi. Hal ini supaya tidak terjadi 'perselisihan' antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan terkait dokumen klaim yang diverifikasi oleh BPJS Kesehatan.

 


Pembiayaan yang Dimasukkan ke Verifikasi

Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Berdasarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), termaktub biaya apa saja yang dimasukkan dalam proses verifikasi.

Adapun pencatatan dari biaya harian merawat pasien COVID-19, diantaranya:

1. Top UP per hari (Cost per Day), mencakup komponen:

a. Administrasi Pelayanan;

b. Akomodasi di ruang rawat inap;

c. Jasa dokter;

d. Pelayanan rawat jalan dan rawat inap, di ruang gawat darurat, ruang isolasi biasa, ruang isolasi ICU dengan ventilator, ruang isolasi tekanan negatif non ventilator;

e. Pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai indikasi medis);

f. Obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

g. Alat Pelindung Diri (APD);

h. Ambulans Rujukan;

i. Pemulasaran jenazah.

2. Bagi rumah sakit yang mendapatkan bantuan Alat Pelindung Diri (APD) dan obat-obatan dari pemerintah akan dilakukan pengurangan dari klaim yang diterima.

3. Untuk Alat Pelindung Diri (APD) dan obat-obatan yang dibeli rumah sakit harus melampirkan faktur pembelian dan bantuan sumber lainnya.


Aturan Penyelesaian 'Perselisihan'

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Terkait potensi terjadinya perselisihan antara rumah sakit dan Pemerintah mengenai pembayaran verifikasi klaim, isi surat Keputusan Menteri Kesehatan tidak mengatur tentang proses penyelesaian perselisihan pembayaran klaim.

"Seharusnya Keputusan Menteri Kesehatan ini juga mengatur soal proses penyelesaian perselisihan yang terjadi. Misal, siapa atau institusi mana yang menangani perselisihan yang terjadi, berapa lama proses penyelesaian perselisihan, dan sebagainya," Timboel menjelaskan.

"Diharapkan proses klaim dan pembayaran klaim pasien COVID-19 ini berjalan lancar dan tidak ada masalah."


Simak Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya