HEADLINE: Pelanggar PSBB Tinggi, Masih Banyak Warga dan Perusahaan yang Meremehkan Bahaya Corona?

Sejak diberlakukan pada 10 April 2020, pelanggaran PSBB di Jakarta mencapai angka hampir 7 ribu pelanggaran.

oleh Yusron FahmiNanda Perdana PutraMuhammad Radityo PriyasmoroIka Defianti diperbarui 12 Jun 2020, 09:12 WIB
Petugas gabungan dari Polisi, Dishub, dan Satpol PP mengimbau pengguna kendaraan saat melakukan Pengawasan Pelaksanaan PSBB di Bundaran HI, Jakarta, Senin (13/4/2020). Dalam pengawasan tersebut petugas mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker saat berpergian. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Seperti hari biasa, Jumat pagi (17/4/2020), Fitra (21) sudah bersiap-siap berangkat kerja. Status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah berlangsung di Jakarta sepekan ini, tidak merubah pola kerjanya. Dia masih harus berangkat pagi dari rumahnya di kawasan Cipinang Jakarta Timur, menuju lokasi kerjanya di Cempaka Putih Jakarta Pusat.

Bekerja di sebuah apotek di kawasan Cempaka Putih, Fitra setiap hari masih harus berjibaku dengan pekerjaan. Jam kerjanya tidak mengalami perubahan meski PSBB diberlakukan. Yang sedikit membedakan hanya pola layanan apotek kepada pembeli yang dilakukan secara tertutup.

"Apotek ditutup. Yang beli cuma bisa dari loket di luar," kata Fitra saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat.

Meski bekerja di sektor yang diberbolehkan beroperasi selama PSBB, Fitra mengaku tetap deg-degan karena harus keluar rumah setiap harinya. Terlebih saat ini jumlah pasien corona terus bertambah setiap harinya.

"Awalnya takut soalnya pasien masih pada enggak aware, terus masih tatap muka. Tapi ke sininya sudah nggak soalnya sudah dari loket pembeliannya," jelasnya.

Calon sarjana ahli gizi ini juga berusaha mematuhi imbauan pemerintah dengan selalu menjaga jarak aman serta memakai masker saat menuju kantor dan pulang ke rumah. Fitra mengaku saat ini dia diantar keluarga dengan naik mobil karena ojek online yang biasa jadi langganannya tak lagi bisa membawa penumpang saat PSBB.

Kisah harus tetap keluar rumah dan bekerja juga dirasakan Hartono (24). Statusnya sebagai marketing sebuah bank swasta, memaksanya untuk tetap datang ke kantornya di kawasan Jakarta Selatan. Butuh waktu satu jam lebih bagi Hartono untuk tiba di kantornya dari rumahnya di Bekasi.

"Selama PSBB saya naik motor, tapi saya ikuti aturan dengan masker dan sarung tangan jadi belum pernah diberhentikan kena teguran polisi di jalan," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (17/4/2020).

Hartono mengaku selama PSBB dia bekerja shifting, yakni sehari masuk ke kantor sehari di rumah.

"Meski di rumah saya juga tetap di push untuk marketing berjualan karena saya marketing finance," ujarnya.

Pemberlakuan PSBB di Jakarta tidak sepenuhnya membuat warga Ibu Kota mengisolasi diri. Hal itu lantaran sejumlah aktivitas tetap memaksa mereka untuk ke luar rumah. Fitra dan Hartono adalah dua contoh kasusnya. Namun, meski harus keluar rumah, mereka tetap berusaha mematuhi PSBB.

Sayangnya, tidak semua warga Jakarta berprinsip seperti Fitra dan Hartono. Sejak diberlakukan pada 10 April 2020, PSBB menyisakan banyak celah. Kebijakan yang dibuat untuk memutus mata rantai Covid-19 itu nyatanya banyak dilanggar. Tak hanya oleh warga secara perorangan, tapi juga korporasi yang tidak masuk sektor yang diperbolehkan beroperasi.

PSBB seakan menjadi tak berarti karena warga dan perusahaan tak patuh. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat ada 6.901 pelanggaran PSBB di wilayah Jakarta sejak 13 hingga 15 April 2020. Sementara Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta menutup paksa sementara 23 perusahaan yang dinilai melanggar PSBB.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menyatakan, secara umum PSBB yang sudah berlangsung sepekan ini tidak efektif. Ada sejumlah hal yang menjadikan PSBB Jakarta tidak efektif.

"PSBB memang baru berjalan sepekan, tapi social dan physical distancing sudah sebulan lebih. Sektor pendidikan malah sudah sebulan lebih. Masyarakat sudah mengalami keterbatasan kebutuhan sehari-hari dan kalau aspek jenuh relatif, yang repot ini ekonomi. Mau enggak mau harus keluar dan beraktiitas," ujar Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (17/4/2020).

Banyaknya sektor usaha yang masih beroperasi juga membuat PSBB tidak efektif menghentikan laju penyebaran corona. Masih ada 8 sektor usaha  yang beroperasi, salah satunya adalah transportasi.

"Hingga hari ini belum ada kebijakan tegas bagaimana aturannya, sehingga penumpukan penumpang transportasi masih terjadi, jalan-jalan masih macet. Ini kan terkesan meremehkan," katanya.

Tak hanya itu, masih beroperasinya sektor industri strategis atas izin dari kemenperin, juga turut menambah catatan kenapa PSBB di Jakarta tak berlangsung efektif.

"Kenapa bisa beroperasional? Harusnya kan mereka ikuti PSBB kalau merujuk ke PP 21 atau Permenkes No. 9. Tetapi yang terjadi adalah Kemenperin jalan sendiri, sama seperti Kemenhub tetang ojek online. Ada ego sektoral yang kuat antar kementerian," katanya.

Trubus menyatakan, ada dilema dalam pelaksanaan PSBB. Terutama terkait sanksi yang bisa dijatuhkan. Selama ini, penegakan hukum PSBB tidak berjalan karena tidak jelas payung hukumnya.

"Karena kalau di UU No 6 th 2018 tentang karantina kesehatan, itu yang dikenai di pasal 93 ayat 1, yang dipenjara 1 tahun dan denda 100 juta yang sempat ramai itu kalau berlaku karantina, kalau PSBB gak bisa," ujarnya.

PSBB, kata dia, rujukannya ke pasal 212 dan pasal 18 KUH Pidana. Dalam KUH Pidana itu isinya aparat berhak membubarkan kumpulan-kumpulan dan bisa dikenai pidana jika ada unsur ancaman.

"Jadi yang dibubarin ngotot ngacam ada perlawanan, itu hukuman 4 bulan," katanya.

Karena kelemahan itulah kepolisian relatif hati-hati dalam menindak pelanggar PSBB. Sebab jika polisi represif akan kalah di praperadilan. "Jadi sia-sia, capek-capek ditahan nanti digugat balik malah ramai," sambungnya.

Karena tidak efektif, Trubus menilai aturan PSSB tidak perlu diperpanjang ke depannya. PSBB hanya membuang-buang waktu tanpa bisa mengurasi jumlah penderita Covid-19.

"Justru malah naik terus. Kalau soal membatasi orang jalan-jalan memang efektif bikin tak aktivitas seperti sekolah atau perkantoran, tapi persoalannya apakah Covid-nya libur? Kan tidak," sambungnya.

Menurutnya, PSBB tidak akan berjalan efektif kalau tidak ada kedisiplinan secara nasional berupa penegakan hukum dari aparatnya, yakni polisi dan kejaksaan.

"PSBB juga tidak efektif kalau tidak didukung darurat sipil. Jadi kalau masih begini saja ke depannya tidak akan banyak perubahan," tambahnya.

PSBB yang saat ini mulai berjalan di Bodebek juga dinilai Trubus tidak akan bisa efektif mendukung PSBB Jakarta. Sebabnya, daerah penyanggah Ibu Kota itu tidak punya anggaran saat PSBB. Pemkot Bekasi misalnya, sangat terbatas dalam penganggaran Covid-19.

"APBD Bekasi itu saya ngomong sama wali kotanya itu APBD setahun habis untuk birokrasi. Tidak pernah dirancang untuk penyakit menular. Jadi bagaimana mau bantu jaring pengaman sosial? Yang ada sekarang itu cuma bantuan DKI, Pemprov Jabar dan pemerintah pusat. Tapi itu kan terbatas cuma sebulan, kalau dipanjangan jadi 2-3 bulan? ya selesai," pungkasnya.

Penilaian serupa dilontarkan Azas Tigor Nainggolan. Pengamat kebijakan publik yang juga Ketua Forum Warga Kota Jakarta ini menyatakan PSBB Jakarta jauh dari kata efektif. Penyebabnya, masih ada kantor di luar sektor yang diperbolehkan beroperasi seperti biasa.

"Kesadaran masyarakat juga kurang. Coba dilihat di kampung-kampung ramai warga berkumpul tanpa masker. Sosialisasi aparat RT/RW dan kelurahan tidak berjalan. Penyemprotan juga enggak ada," katanya kepada Liputan6.com, Jumat (17/4/2020).

Kondisi ini, kata Tigor tak lepas dari status PSBB yang memang hanya berupa imbauan tanpa ada sanksi riil yang tegas. 

"Harus ada evaluasi. Nih angka terjangkit juga masih bertambah dan tinggi. Ini menandakan PSBB Jakarta belum dijalankan dengan baik," katanya.

Tigor juga mengaku tidak sepakat jika KRK dihentikan. Menurutnya, Jakarta saat ini baru PSBB bukan lockdown. Itu artinya moda transportasi masih diperbolehkan, hanya perlu pembatasan sesuai aturan PSBB. Banyaknya warga yang masih berjubel di KRL itu karena sejumlah perusahaan masih mengharuskan pegawainya masuk kantor dan bekerja.

"Namanya juga pekerja, disuruh kerja ya mau gak mau, daripada di PHK? Harusnya lima kepala daerah (Bodebek) ini berkirim surat ke Anies bukan ke kemenhub, bilang dong Pak Anies data perusahaan yang masih beroperasi kasih tau apa saja, transparan dan awasi itu. Bukan dihentikan KRL nya. Ini PSBB bukan dihentikan tapi hanya dibatasi," pungkasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


23 Perusahaan Ditutup, Pos Pengawasan Ditambah

Petugas memberhentikan pengendara motor tanpa mengenakan masker di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (13/4/2020). Batas maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan roda empat, berkendara dalam keadaan sakit, dan batas operasional kendaraan umum hingga pukul 18.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Optimalisasi pelaksaan PSBB di Jakarta terus dilakukan. Sejumlah tindakan tegas diambil untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19. Salah satunya adalah dengan menutup paksa sementara sejumlah perusahaan yang dinilai pelanggar PSBB.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansah menyatakan, pihaknya telah menutup sementara 23 perusahaan yang  tidak mematuhi aturan PSBB. Penutupan dilakukan setelah inspeksi mendadak (sidak) pelaksanaan PSBB di tempat kerja hingga 16 April 2020.

23 perusahaan tersebut  tersebar di empat wilayah, yakni Jakarta Pusat (7 perusahaan), Jakarta Barat (11), Jakarta Utara (4) dan Jakarta Selatan (1). Mereka yang ditutup adalah yang di luar sektor yang dikecualikan selama PSBB.

"Sebanyak 23 perusahaan atau tempat kerja itu tidak termasuk di dalamnya. Ditutup hingga PSBB selesai," ujar Andri Yansah, Jumat (17/4/2020).

Dia mengatakan, penutupan sementara itu dilakukan karena berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 Pasal 10, hanya ada 11 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama PSBB.

Sebelas sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu serta kebutuhan sehari-hari.

Selain perusahaan yang ditutup dan tersebar di empat wilayah, ada 126 perusahaan yang diberi peringatan. Namun, dia menyebut belum bisa menjabarkan pada publik jenis perusahaan yang diberi peringatan hingga ditutup tersebut.

Andri mengimbau seluruh perusahaan yang tidak diizinkan buka saat masa PSBB untuk mematuhi aturan dalam Pergub Nomor 33 Tahun 2020, sebab kini tingkat penyebaran Covid -19 sudah amat mengkhawatirkan.

"Lebih baik di rumah saja. Posisinya sudah gawat," kata dia.

Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mencatat masih ada 200 perusahaan yang tetap beroperasi. Perusahaan-perusahaan itu tetap beroperasi setelah memperoleh izin dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Yang jelas, perusahaan yang termasuk tidak dikecualikan. Tapi (200 perusahaan) mendapat izin dari Kemenperin ya," ujarnya.

Selain sanksi tegas untuk korporasi, upaya penegaskan PSBB Jakarta juga dilakukan dengan memberi surat teguran bagi warga yang melanggar PSBB.

"Sekarang akan kita ubah dengan cara bukan menambah cek poin, tapi kita gunakan anggota yang ada di pos-pos. Bukan cek poin tapi pos-pos lantas biasa," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Jakarta, Jumat (17/4/2020).

Yusri mengatakan, setiap polisi yang berjaga di pos lantas akan diberikan blanko surat teguran dan bisa menindak masyarakat yang langgar PSBB.

"Apabila menemukan masyarakat yang melanggar PSBB, akan kita tegur. Jadi kemungkinan jumlah pelanggar akan bertambah karena kita mengecek tidak hanya di cek poin," ujar Yusri.

Selain itu, rencananya polisi yang patroli juga dibekali dengan surat teguran tersebut. Artinya seluruh polisi baik yang ada di cek poin, pos lantas hingga polisi yang berpatroli seperti biasa juga berhak menindak masyarakat yang melanggar PSBB.

"Kita mempersempit mereka yang melanggar. Ini untuk mengevaluasi sampai tingkat mana sih kesadaran. Jangan sampai mereka takut melihat cek poin sehingga di tempat lain mereka tidak taat aturan lagi," katanya.

Dia meyakini surat teguran kepolisian efektif menekan angka pelanggaran PSBB di wilayah Jakarta. Hal itu bisa dilihat jumlah pelanggaran yang terus berkurang setiap harinya.

"Kalau efektif, ya efektif. Efektifnya dalam arti kata setiap hari jumlah tegurannya semakin berkurang," ucapnya.

Yusri mengatakan tingkat kesadaran masyarakat di DKI Jakarta semakin tinggi dan sudah memahami jika kebijakan PSBB dibuat untuk kebaikan masyarakat.

"Masyarakat sudah mengerti bahwa memang PSBB ini ada beberapa ketentuan termasuk penggunaan masker, termasuk pembatasan jumlah penumpang itu masyarakat sudah mengerti semua," ungkapnya.


PSBB Diperpanjang, Bansos Dibagikan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi sambutan saat penandatanganan paket kontrak Pembangunan MRT Fase 2 di Jakarta, Senin (17/2/2020). Konstruksi proyek MRT Jakarta Fase II paket pertama dari Bundaran HI hingga Harmoni (CP201) dimulai Maret 2020- Desember 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PSBB Jakarta sudah berlangsung sepekan, dan akan berjalan hingga 23 April 2020. Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta  Anies Baswedan memberi sinyal akan memperpanjang pemberlakukan PSBB.

"Hampir pasti PSBB ini harus diperpanjang," kata Anies, Kamis 16 April 2020

Dia menjelaskan, PSBB menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 berlaku 14 hari, namun kenyataannya wabah Covid-19 tidak dapat selesai selama dua pekan.

Anies menuturkan,  pemberlakuan PSBB DKI selama 14 hari sejak 10-23 April merupakan fase awal yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya wabah Covid-19 dan lebih baik beraktivitas di rumah.

Dia berharap, pihak terkait termasuk Tim Pengawas Covid-19 DPR RI untuk mengundang ahli epidemiologi memaparkan proyeksi penanganan dan dampak virus Corona Covid-19 secara saintifik.

Jika diizinkan, Anies akan mengasumsikan penyebaran Covid-19 dalam jangka waktu panjang sehingga harus melanjutkan pemberlakuan PSBB untuk penanganan wabah corona di wilayah DKI Jakarta.

"Kalau ternyata pendek, Alhamdulillah, tapi bila kita asumsikan pendek ternyata panjang maka kita akan keteteran," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Anies belum bisa memastikan hingga kapan wabah Corona akan berlangsung karena di seluruh dunia pun belum selesai menangani virus corona itu. Bahkan, di Wuhan Tiongkok masih menghadapi masalah yang sama, padahal telah berlangsung sekitar empat bulan.

Diungkapkan Anies, Jakarta harus bersiap untuk menghadapi periode yang panjang terkait penyebaran, penanganan Covid-19 maupun penerapan PSBB.

Untuk mendukung upaya PSBB di Jakarta, paket bantuan sosial pun terus didistribusikan kepada warga miskin dan rentan miskin. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyatakan, pihaknya  telah mendistribusikan sebanyak 85.859 paket bantuan sosial (bansos) bentuk sembako hingga Jumat (17/4/2020).

"Bantuan sosial pada hari ini didistribusikan di 13 kelurahan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan," kata Ani Ruspitawati di Balaikota, Jakarta Pusat.

Kepala Dinsos DKI Irmansyah menegaskan, Pemprov DKI menargetkan 1,2 juta keluarga yang akan menerima bantuan dengan kriteria keluarga miskin dan rentan miskin. Pendistribusian akan berlangsung hingga 24 April atau selama masa PSBB.

Bantuan yang diberikan berupa paket bahan pangan pokok yaitu beras 5 kg 1 karung, sarden 2 kaleng kecil, minyak goreng 0,9 liter, 1 pouch, biskuit 2 bungkus, serta masker kain 2 pcs, sabun mandi 2 batang.

Irmansyah kembali menegaskan tidak ada bantuan berupa uang tunai selama masa PSBB.

"Tidak ada pemberian berupa uang tunai," ujarnya.

Program bansos ini dikatakan Irmansyah bersumber dari realokasi anggaran APBD Provinsi DKI Jakarta. Bagi masyarakat yang ingin menanyakan terkait program bansos dapat menghubungi call center Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta di nomor 4265115.

Di tengah pandemi Covid-19, Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan alokasi anggaran penanganan Covid-19 terbesar. Penggunaan terbesar anggaran provinsi yang dikomandoi Anies Baswedan itu adalah dampak ekonomi dan penyediaan jaring pengaman sosial.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya