Liputan6.com, Jakarta Menjaga jarak satu atau dikenal sebagai social distanding, lalu diperbaharui menjadi physical distancing masih dianggap sebagai salah satu langkah penting mencegah penularan Virus Corona covid-19. Namun studi yang dilakukan para peneliti menunjukkan, penerapannya tidak sama di setiap kondisi.
Virus Corona Covid-19 saat ini menjadi musuh bersama dunia. Penularan virus yang mampu menyebabkan pnemumonia tersebut telah menyebar ke lebih dari 200 negara.
Advertisement
Data terbaru yang dilansir organisasi kesehatan dunia (WHO) menemukan lebih dari 2 juta kasus di mana jumlah kematian sudah mencapai puluhan ribu orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Belum ada vaksin yang mampu menangkal Covid-19. Begitu juga obat yang benar-benar ampuh untuk menyelamatkan hidup pasien yang terinfeksi. Pengobatan juga masih bersifat suportif dan kesembuhan sangat tergantung daya tahan tubuh penderitanya. Resiko semakin besar bagi para usia lanjut dan mereka yang memiliki penyakit kronis bawaan, seperti diabtes, ginjal, atau penyakit paru-paru.
Di tengah kondisi ini, memutus mata rantai penyebaran dianggap sebagai langkah efektif dalam mengakhiri pandemi di mana salah satu caranya adalah menerapkan social discanting atau physical distancing. Mengenakan masker dan rajin mencuci tangan juga sangat direkomendasikan oleh WHO.
Tidak Mutlak Efektif
Meski demikian, sebuah studi yang dilakukan universitas KU Leuven in Belgium and Eindhoven University of Technology, menyimpulkan bahwa jarak 1,5 meter dan 2 meter yang umum diterapkan dalam social distancing dan physical distancing ternyata tidak mutlak efektif di semua kondisi.
Jarak tersebut hanya ideal saat berada dalam ruangan atau lingkungan yang tidak berangin. Bahkan disebutkan, angin sepoi-sepoi saja sudah cukup untuk mengubah jarak aman penularan virus Corona Covid-19. Sementara saat tengah berolahraga, seperti bersepeda, berlari, atau berjalan santai akan membuat jarak sejauh 2 meter tidak lagi efektif dalam mencegah penularan Covid-19.
"Orang yang bersin dan atau batuk selama olahraga akan menyemburkan droplet lebih kuat, bahkan orang-orang yang bernafas biasa saja akan meninggalkan sejumlah partikel di belakangnya," ujar profesor Bert Blocken dari Eindhoven University of Technology seperti dilansir dari Marca.
Advertisement
Butuh Jarak Lebih Jauh
Simulasi yang dilakukan dalam studi tersebut memperlihatkan terjadinya pergerakan aliran virus saat orang-orang bergerak dalam jarak yang dekat. Kesimpulan lain dari studi ini juga menyebutkan, bila dua atau lebih orang berjalan dalam tujuan yang sama harus menjaga jarak aman setidaknya hingga 4 meter. Sementara bagi mereka yang bersepeda dengan posisi beriringan juga dianjurkan untuk menjaga jarak sejauh 10 meter atau bahkan hingga 20 meter tergantung kecepatan mereka.
Hasil ini tidak hanya jadi perhatian saat pandemi Covid-19 saja. Hasil dari berbagai sumulasi yang dilakukan, juga akan mempengaruhi cara pandang orang-orang yang lahir setelah pandemi mengenai jarak aman agar aman untuk menghindari virus selama olahraga atau beraktivitas di luar ruangan.