Impor Lesu, Defisit Transaksi Berjalan Indonesia Turun di Bawah 1,5 Persen

Defisit transaksi berjalan pada kuartal I 2020 lebih rendah dari perkiraan, yaitu di bawah 1,5 persen PDB.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Apr 2020, 19:30 WIB
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebutkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal I 2020 lebih rendah dari perkiraan, yaitu di bawah 1,5 persen PDB.

"Angka ini jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 2,5 persen sampai 3 persen PDB," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Jumat (16/4/2020).

Perry mengungkapkan, ada tiga faktor yang membuat defisit transaksi berjalan lebih rendah dari perkiraan awal. Pertama, pandemi Covid-19 berdampak pada kinerja neraca dagang karena penurunan ekspor, menyusul permintaan dan harga komoditas yang menurun, serta terganggunya rantai perdagangan dunia.

"Ekspor kenaikannya tidak setinggi yang diperkirakan. Tetapi penurunan impor juga terjadi, termasuk impor bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas produksi dalam negeri menurun selama periode Covid-19," kata Perry.

Kedua, lanjut Perry, defisit neraca jasa untuk biaya angkut transportasi impor, mengalami penurunan, sejalan dengan penurunan kegiatan impor.

"Dengan impor turun tajam, kebutuhan devisa untuk membayar transportasi dan asuransi impor juga menurun," ujarnya

Terakhir, yang ketiga, BI melihat penurunan devisa dari sektor pariwisata yang diperkirakan mengalami penurunan lebih rendah dari perkiraaan semula.

"Estimasi kami triwulan I-2020, waktu itu lebih banyak menghitung penurunan devisa inflow turis," kata Perry.


Devisa Berkurang

Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain devisa dari turis yang datang ke Indonesia berkurang, ia mengatakan wisatawan dalam negeri yang ingin berpergian keluar negeri juga berkurang dikarenakan adanya pembatasan global, seperti kegiatan umrah.

"Sehingga kepergian ke luar negeri dari warga negara Indonesia ikut turun drastis," tandas Perry.

"Tapi, untuk turis keluar yang tak kami perhitungkan sebelumnya terjadi karena penurunan USD 1,6 miliar," lanjutnya.

Sehingga, secara nett penurunan devisa turis tidak setinggi perkiraan sebelumnya. Sebelumnya, BI memperkirakan penurunan devisa dari inflow turis sebesar USD 2 miliar pada kuartal I-2020.

"Secara perlahan perekonomian akan kembali naik pada triwulan IV. Namun secara keseluruhan CAD tahun ini akan lebih rendah," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya