Liputan6.com, Jakarta Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, memprediksi pertumbuhan kredit nasional pada tahun 2020 berada dibawah 5 persen. Ini disebabkan oleh lesuhnya ekonomi nasional sejak pandemi corona melanda Indonesia pada Senin (2/3).
"Saya kira di kondisi sekarang. Pertumbuhan kredit kita berkisar diangka 3 sampai 4 persen," kata Aviliani melalui video conference, Jumat (17/3).
Advertisement
Menurutnya pertumbuhan kredit tersebut meleset dari target Bank Indonesia (BI) yang mematok pertumbuhan kredit domestik mencapai 5 persen. Sebab, tidak dipungkiri saat pandemi corona berlangsung kondisi ekonomi global ikut tertekan yang berimbas pada pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.
Ekonom senior Indef juga menyebut terganggunya kelangsungan sektor UMKM yang merupakan bagian dari penggerak ekonomi nasional turut memangkas pertumbuhan kredit yang ditetapkan Bl.
Kendati begitu, pertumbuhan kredit nasional yang diprediksinya hanya mencapai batas 4 persen terbilang cukup baik, mengingat situasi yang sama juga terjadi di banyak negara lainnya.
Sementara bagi bank, Aviliani mengungkapkan perbankan akan lebih selektif memberikan kredit untuk menghindari potensi kredit macet alias NPL. Bahkan data dari 2019, NPL tercatat naik meski di bawah angka 5 persen. Oleh karenanya bank diharapkan lebih cermat dalam menyalurkan kredit agar tepat sasaran.
Beruntung pemerintah menyadari permasalahan ini sehingga mengeluarkan beberapa paket stimulus untuk meningkatkan kredit perbankan di Tanah Air. Seperti kebijakan restrukturisasi kredit bagi UMKM nasional yang terdampak pandemi covid-19.
"Ini dapat mendorong penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR," paparnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Pertumbuhan Kredit Melambat, Ini Kata Bank Indonesia
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5 persen.
Serta suku bunga Deposit Facility sebesar 4,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,75 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, namun fungsi intermediasi perbankan kini menjadi perhatian.
Tercatat, pertumbuhan kredit melambat dari 8,59 persen (yoy) pada Agustus 2019 menjadi 7,89 persen (yoy) pada September 2019, terutama dipengaruhi permintaan kredit korporasi yang belum kuat.
"Pembiayaan dari pasar modal dan utang luar negeri tetap tumbuh tapi tidak sekuat di tahun-tahun berikutnya. Korporasi saat ini masih menakar prospek ekonomi ke depan," tutur dia di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Perry menjelaskan, 55 persen dari kebutuhan pendanaan korporasi berasal dari laba ditahan (retained earnings). Kesimpulannya, korporasi masih tetap melakukan produksi meskipun menurun.
"Korporasi ini 47 persen merencanakan untuk investasi. Sedangkan 53 persen konsolidasi. Artinya mereka ingin melihat prospek ekonomi kedepan. Apakah jika mau nambah produksi atau investasi ini bisa memenuhi biaya kredit," jelas dia.
Pihaknya lantas mengajak agar perbankan maupun korporasi untuk tetap 'confident' terhadap prospek ekonomi Indonesia kedepannya.
"Ke depan prospek ekonomi kita akan membaik, kami telah menurunkan suku bunga acuan, GWM. Kami mengajak korporasi, perbankan untuk tetap confident," tegasnya.
Advertisement