KPK Tindak Tegas Pihak yang Bermain dalam Alkes Corona

KPK berkomitmen mengawal pelaksanaan anggaran dan pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan virus Corona atau Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Apr 2020, 05:09 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (dua dari kiri) memperkenalkan dua Plt Jubir KPK pengganti Febri Diansyah (kanan), yakni Ipi Maryati dan Ali Fikri. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindak tegas terhadap pihak yang bermain dalam pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alat kesehatan (alkes) untuk penanganan virus Corona atau Covid-19.

"KPK akan tegas terhadap pihak yang bermain-main terkait pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alkes terlebih untuk situasi sekarang ini," ucap Plt Juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Jumat 17 April 2020 seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan, masyarakat bisa menginformasikan kepada KPK jika menemukan adanya pihak yang "bermain" dalam pengadaan barang dan jasa Covid-19.

"Setiap informasi terkait hal tersebut agar dapat langsung disampaikan kepada pengaduan KPK dan KPK tentu akan telaah dan dalami setiap informasi yang diterima," ungkap Ali.

Ia menegaskan lembaganya berkomitmen mengawal pelaksanaan anggaran dan pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan Covid-19 tersebut.

Adapun pengawalan yang dilakukan KPK di antaranya adalah dengan membentuk tim khusus yang bekerja bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah serta dengan pemangku kepentingan lainnya.

Tim tersebut juga akan melakukan monitoring dan evaluasi terkait alokasi dan penggunaan anggaran penanganan COVID-19 agar bebas dari korupsi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


KPK Terima Laporan Gratifikasi Rp 1,8 Miliar Selama Corona

Juru Bicara KPK, Ali Fikri memberikan keterangan terkait OTT di Sidoarjo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Keenam tersangka tersebut adalah Sidoarjo Saiful Ilah, Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, Sanadjihitu Sangadji dan Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

KPK masih menerima laporan penerimaan gratifikasi senilai Rp 1,8 miliar selama 14 hari layanan tanpa tatap muka pada 17-31 Maret 2020, karena pandemi Covid-19.

"Komisi Pemberantasan Korupsi menerima laporan gratifikasi secara online dengan nominal mencapai Rp 1,8 miliar. Angka tersebut didapat dari laporan gratifikasi berbentuk uang, barang, makanan hingga hadiah pernikahan," kata Direktur Gratifikasi KPK, Syarief Hidayat di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

KPK ikut menerapkan metode bekerja dari rumah (BDR) bagi para pegawainya mulai 18 Maret 2020, dan sementara akan berlangsung hingga 21 April 2020.

Layanan publik tatap muka yang ditutup sementara adalah permintaan informasi publik, perpustakaan, dan pelaporan gratifikasi. Sedangkan untuk layanan pengaduan dapat melaporkan lewat website, email, maupun call center.

"Kami mengapresiasi penyelenggara negara yang tetap melaporkan gratifikasi yang diterima pada pandemi Covid-19," ujar Syarief seperti dikutip Antara.

Laporan gratifikasi yang masuk selama periode tanpa tatap muka mulai 17-31 Maret 2020 adalah sebanyak 98 laporan. Dari 98 laporan tersebut, 64 laporan melaporkan menggunakan aplikasi atau website Gratifikasi Online (GOL) dan sisanya melapor via email.

Jenis laporan paling banyak diterima masih berupa uang atau setara uang yaitu 53 laporan. Selanjutnya berjenis barang 27 laporan, jenis yang bersumber dari pernikahan berupa uang, kado barang dan karangan bunga sebanyak 15 laporan, jenis makanan atau barang mudah busuk 2 laporan dan fasilitas lainnya 1 laporan.

"Laporan gratifikasi terbanyak selama periode tersebut berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 20 laporan yang disampaikan melalui aplikasi GOL. Disusul oleh Kementerian Kesehatan ada 11 laporan melalui email, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 10 laporan juga melalui email," kata Syarief lagi.

Untuk pelaporan dari pemerintah daerah, Pemerintah Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi pemerintah daerah pelapor gratifikasi terbanyak, yaitu 2 laporan selama periode tersebut.

"Laporan-laporan ini membuktikan pandemi tidak jadi alasan untuk tidak lapor gratifikasi," ujar Syarief.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya