Liputan6.com, Jakarta - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio mengatakan pihaknya berupaya menemukan cara memutus mata rantai untuk mengatasi penyebaran Corona Covid-19. Salah satunya lewat donor plasma darah dari mereka yang berhasil sembuh kepada pasien yang masih dirawat, khususnya dalam kondisi berat.
"Nah, berbekal dari beberapa pengetahuan dari imunologi, kemudian dari apa yang sudah dilakukan di negara lain juga, kita mengidentifikasi bahwa serum pasien yang sudah sembuh itu memiliki potensi untuk dipergunakan membantu pasien-pasien yang dalam keadaan berat itu untuk bisa survive," kata dia, dalam diskusi SmartFM, Sabtu (18/4/2020).
Advertisement
Dia menjelaskan, pada umumnya ketika seseorang terkena penyakit infeksi, tubuhnya membangun dan membentuk antibodi dan juga kekebalan seluler.
"Nah, sehingga ketika dia sembuh, itu salah satu faktor yang membuat dia sembuh adalah tingkat kekebalannya. Berarti di dalam tubuhnya itu ada suatu zat yang membuat dia berhasil mengeliminasi mikrobanya itu dan mengalahkan virus." ungkapnya.
Jika seseorang berhasil sembuh, berarti dia memiliki tubuhnya berhasil membangun antibodi yang cukup kuat untuk melawan virus.
"Kalau dia sudah sembuh, berarti kadarnya kan cukup tinggi. Nah itu yang kita coba untuk bisa diambil, kemudian setelah dipastikan semuanya aman, kadarnya cukup, maka kita akan berikan kepada pasien-pasien yang masih berjuang mati-matian untuk melawan virusnya dan untuk melawan kerusakan organ yang sudah terjadi," ujar dia.
Atas dasar itulah, lembaga Eijkman sebagai salah satu laboratorium yang memiliki fasilitas cukup baik, kemudian menginisiasi dengan Palang Merah Indonesia (PMI). Mengingat PMI merupakan satu-satunya organisasi di Indonesia yang memiliki wewenang, keterampilan, dan memiliki jaringan dalam mengolah produk darah.
"Jadi ide ini adalah bersama PMI kami akan merekrut mereka yang sudah sembuh Corona ini, kemudian kita akan pastikan bahwa mereka itu cukup aman, sehat, darahnya mengandung antibodi yang cukup baik dan tidak ada virus ataupun bakteri lain, sudah kita anggap aman, kemudian kita minta kesediaan mereka untuk mendonasikan plasmanya.
Kenapa yang diambil justru plasma darah, jelas dia, karena antibodi terdapat dalam plasma darah. sehingga tidak dilakukan donor darah seperti yang umumnya dilakukan.
"Apa bedanya plasma dengan darah, jadi donor darah kan biasa ya. Darah orang diambil 200-300 CC kemudian diberikan kepada orang lain yang membutuhkan sel darah merahnya, sel darahnya aja. Artinya justru itu akan berpotensi mengganggu kalau diberikan secara keseluruhan. Jadi yang kita butuhkan adalah plasmanya, karena si antibodi itu adanya di dalam plasma," terang dia.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kerjasama dengan PMI
PMI, kata dia, telah memiliki fasilitas yang memadai di laboratoriumnya untuk melakukan aktivitas tersebut.
"Jadi dalam proses yang sudah dikuasai oleh PMI dan mereka punya alatnya di 15 daerah, mereka bisa langsung memisahkan plasma. Jadi begitu diambil darahnya dari donor, plasmanya langsung dipisahkan dan sel darahnya dikembalikan ke pasien tersebut, sehingga bisa diambil sekitar 200-300 CC," urai dia.
"Kemudian plasma itu kita pastikan lagi memiliki kadar antibodi yang cukup dan juga tidak mengandung virus yang berbahaya, lalu kita kita berikan kepada yang merawat pasien. Kalau misalnya pasien ini sudah ada indikasi untuk membutuhkan plasma, mereka yang akan memberikannya. Jadi Eijkman dan PMI si hulu. Memastikan kalau plasma yang diambil dari donornya aman, donornya aman, dan begitu juga dengan pasiennya," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: merdeka
Advertisement