Miris, 4 Karyawan di Aceh PHK Usai Minta Yayasan Tempatkan Hand Sanitizer

Sebuah lembaga nirlaba untuk pendampingan serikat pekerja mencatat puluhan orang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta ratusan orang dirumahkan, simak beritanya:

oleh Rino Abonita diperbarui 19 Apr 2020, 16:00 WIB
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Sejumlah masalah ketenagakerjaan mencuat di Aceh selama masa pandemi Corona. Sebuah lembaga nirlaba untuk pendampingan serikat pekerja mencatat puluhan orang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta ratusan orang dirumahkan.

Direktur Eksekutif Trade Union Care Center (TUCC), Habibi Inseun, mengatakan bahwa baru-baru ini pihaknya menerima aduan dari empat karyawan salah satu yayasan sekolah tinggi swasta di Banda Aceh yang diduga dipecat tanpa alasan yang jelas. Keempatnya kini masuk dalam lis 39 pekerja yang kena PHK menurut lembaga itu.

"Mereka memang tanpa ada perjanjian kerja, tapi, salah seorang mengaku terdata di BPJS Ketenagakerjaan sebagai karyawan tetap. Ada yang sudah 15 tahun bekerja, tapi, yang mewakili katanya baru satu tahun dua tahun, hampir dua tahun," terang Habibi, Sabtu malam (18/04/2020).

Sebelum dipecat, mereka sempat meminta kepada pihak yayasan untuk menempatkan alat perlindungan diri (APD) termasuk hand sanitizer di tempatnya bekerja. Merasa tidak diindahkan dan berpatokan bahwa ada surat edaran untuk bekerja di rumah selama masa pagebluk, keempatnya pun berinisiatif untuk absen selama dua hari sebelum datang pemberitahuan PHK secara lisan.

Pihak yayasan memberitahukannya melalui telepon, masing-masing via kepala bidang keuangan, serta pembina yayasan. Namun, keempat-empatnya mendapat pemberitahuan tanpa diberi surat peringatan terlebih dahulu.

"Dalam konteks ketenagakerjaan, harusnya diberi peringatan," tegas Habibi.

Para pekerja diwakili seseorang di antara mereka sempat menemui pimpinan untuk menanyakan tentang sisa upah yang belum diberikan. Namun, jawaban dari pihak yayasan terkesan mempermainkan, kata Habibi.

"Tidak memberikan respon yang baik, hanya menyampaikan, kalau gaji kamu akan saya berikan, tapi, kamu datangkan orang tua kamu dulu," kutip Habibi.

Menurut Habibi, selama ini pihak yayasan menggaji keempat karyawannya itu dengan angka di bawah upah minimum. Besarannya hanya satu juta rupiah per bulan dengan waktu bekerja dari Senin sampai Sabtu.

Kini para pekerja tersebut menuntut agar hak mereka segera diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan yang mesti sesuai dengan hak-hak seorang pekerja yang telah diputuskan hubungan kerjanya oleh pihak pemberi kerja.

"Harus sesuai dengan UMP atau UMK Banda Aceh. Kalau UMK, maka tiga juta dua ratus perbulan, misal bekerja lebih satu tahun tapi belum mencapai dua tahun, maka berhak mendapat dua bulan upah, karena PHK sepihak, maka empat bulan upah,  berarti 4x3,2 juta, itu hak yang harus diberikan," terang Habibi.

 


250 Pekerja Dirumahkan

Selain itu, sejauh ini pihaknya juga mendapat laporan tidak kurang dari 250 pekerja telah dirumahkan. Sementara itu, jika ditambahkan dengan jumlah yang tidak melaporkan namun telah diketahui dan tengah jadi perhatian TUCC saat ini, maka totalnya sebanyak 800 pekerja, khususnya di sektor perhotelan yang dirumahkan.

Berdasarkan "internal memo" salah satu hotel di Banda Aceh yang didapat Liputan6.com, diketahui bahwa para karyawan hotel "GA" tersebut tidak akan mendapat upah dan servis selama dirumahkan. Hotel tersebut pun hanya mempekerjakan sejumlah staf yang telah ditentukan.

"Ada delapan hotel yang ada di Banda Aceh. Yang lain, ditambah lagi tadi sektor pendidikan, yang lain, kalau dari sektor perkebunan, hanya melaporkan ke kita soal jam kerja dan bagaimana kepastian tunjangan meugang dan THR, tapi belum melaporkan secara resmi," kata dia.

"Ada juga yang kita dengar terjadi PHK di Hyundai, Aceh Tengah, salah seorang pekerja sudah ngomong ke kita, tapi belum melapor secara resmi," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya