WHO: Tak Ada Bukti Penyintas COVID-19 Kebal dari Infeksi Ulang

WHO menyebut tes antibodi tidak bisa menunjukkan orang yang sembuh dari infeksi virus corona kebal dari COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Apr 2020, 11:00 WIB
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus (tengah, belakang) berbicara dalam konferensi pers di Jenewa, 11 Maret 2020. WHO menyatakan wabah COVID-19 dapat dikategorikan sebagai "pandemi" karena telah menyebar semakin luas ke seluruh dunia. (Xinhua/Chen Junxia)

Liputan6.com, Jakarta Pakar epidemiologi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa belum ada bukti tentang seorang yang sembuh dari COVID-19 tidak akan terinfeksi virus corona lagi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr Maria van Kerkhove dari WHO dalam siarannya kepada media di Jenewa beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Kerkhove mengatakan belum ada bukti tes antibodi tertentu bisa menunjukkan orang yang pernah terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 tidak akan terkena COVID-19 lagi.

"Ada banyak negara yang menyarankan penggunaan tes serologi diagnostik cepat untuk dapat menangkap apa yang mereka pikir akan menjadi ukuran kekebalan," kata Kerkhove seperti dikutip dari Sky News pada Senin (20/4/2020).

"Saat ini, kami tidak memiliki bukti bahwa tes serologis dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki kekebalan atau terlindungi dari infeksi ulang."

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Tes Antibodi Tak Bisa Buktikan Orang Kebal COVID-19

Petugas medis dengan pakaian pelindung mengambil sampel dari pengemudi di layanan "drive-thru" di Goyang, Korea Selatan, 1 Maret 2020. Fasilitas tes sementara yang bertempat di lahan parkir umum ini melayani serangkaian tes virus Corona lebih dari 100 warga setiap harinya. (AP/Ahn Young-joon)

Kerkhove mengatakan bahwa tes antibodi memang mengukur tingkat antibodi seseorang. Namun, bukan berarti ini menunjukkan bahwa dia kebal dari COVID-19.

Meskipun begitu, dia mengatakan ada banyak pengembangan tes adalah sebuah hal yang baik. Tentu saja, perlu validasi dari pemeriksaan tersebut.

Michael Ryan, dari WHO, juga menambahkan masalah yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tes antibodi semacam ini daalah terkait etika sehinga harus diatasi dengan hati-hati.

"Anda mungkin memiliki seseorang yang percaya bahwa mereka seropositif (telah terinfeksi) dan terlindungi dalam situasi di mana mereka mungkin terpapar dan pada kenyataannya, mereka rentan terhadap penyakit," kata Ryan.


Perawatan Kedua Lebih Serius

Pasien dan petugas medis memakai masker untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19 di luar NYU Langone Medical Center, New York, Amerika Serikat, Senin (13/4/2020). Berdasarkan data Johns Hopkins University, total kasus COVID-19 global sudah menembus dua juta pasien. (AP Photo/John Minchillo)

Belum diketahui apakah benar seseorang akan kebal dari virus corona usai terinfeksi COVID-19. Baru-baru ini, sekitar 160 pasien yang sempat dinyatakan sembuh di Korea Selatan ditemukan positif usai diuji lagi.

Dikutip dari Business Insider Singapore, Dr Jon Santiago yang bekerja di Boston Medical Center mengatakan bahwa petugas layanan kesehatan telah memperhatikan kecenderungan bahwa pasien yang terinfeksi lagi sering membutuhkan perawatan lebih intensif daripada yang didapatkannya selama perawatan pertama.

"Selama pekan lalu, kami telah melihat sebuah fenomena menarik di mana orang-orang yang awalnya didiagnosis seminggu lalu, kembali ke rumah sakit dan sering membtuuhkan ventilator atau ICU," kata Santiago.

"Ini menunjukkan betapa berbahayanya virus itu."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya