Kisah Avan, Guru di Sumenep Tetap Mengajar di Tengah Pandemi Corona

Salah satu kebijakan saat pandemi virus Corona Covid-19 ini berdampak di lingkungan pendidikan yang mengharuskan para murid untuk belajar di rumah dengan metode online.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Apr 2020, 12:46 WIB
Guru membuat materi pelajaran daring di ruang guru SMP Negeri 92, Jakarta, Senin (16/3/2020). Pemprov DKI menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah selama dua pekan dan menerapkan online home learning sebagai langkah mengatisipasi penyebaran virus corona COVID-19. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

 

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah berjuang mengatasi penyebaran virus Corona atau Covid-19 di Tanah Air. Salah satu kebijakan yang diambil adalah penerapan physical distancing atau jaga jarak lebih dari 1 meter.

Selain itu, kebijakan yang diambil untuk mencegah penyebaran virus Corona adalah dengan melakukan segala aktivitas dari rumah, baik itu bekerja, ibadah, maupun belajar.

Kebijakan tersebut berdampak di lingkungan pendidikan yang mengharuskan para murid untuk belajar di rumah dengan metode online.

Namun, tidak semua anak dan guru bisa menggunakan metode online. Salah satunya adalah guru bernama Avan atau Avan Fathurrahma.

Melalui unggahan akun Facebook pribadinya pada Kamis, 16 April 2020, Avan yang merupakan guru di Sekolah Dasar Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura, Jawa Timur menuturkan pengalamannya.

Ia menceritakan perjuangannya saat harus tetap mengajar di tengah pandemi Corona. Karena menurut Avan, tidak semua murid memiliki fasilitas untuk tetap belajar di rumah.

"Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Menteri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid," tulis Avan.

Berikut alasan Avan rela mengajar demi muridnya tetap belajar di tengah pandemi virus Corona Covid-19:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Murid Tak Punya Sarana

Guru membuat materi pelajaran daring di ruang guru SMP Negeri 92, Jakarta, Senin (16/3/2020). Pemprov DKI menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah selama dua pekan dan menerapkan online home learning sebagai langkah mengatisipasi penyebaran virus corona COVID-19. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Avan rela menyambangi rumah siswanya satu per satu, bahkan dengan jarak tempuh yang sangat jauh.

Hal itu dilakukan karena keterbatasan teknologi yang dimilikinya dan para siswanya. Setelah kebijakan belajar di rumah dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Avan bingung bagaimana metode belajar online yang bisa dilakukannya.

"Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Mentri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid," tulis Avan.

Bahkan beberapa orangtua siswa juga mengusahakan hal tersebut dengan mencari pinjaman uang guna membeli perangkat telepon pintar. Kemudian hal itu dilarang oleh Avan karena nantinya akan membebani.

"Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya," cerita Avan.

Ia juga mengimbau kepada murid dan wali murid untuk belajar di rumah dengan menggunakan buku-buku pelajaran yang telah dipinjamkan dari pihak sekolah.

"Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah," tambah Avan.

 


Rela Keliling ke Rumah Siswa

Memperingati Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-70, pelajar SMP Muhammadiyah 5, Solo, Jawa Tengah memberi kejutan kepada gurunya.

Dengan ketulusan hatinya, Avan rela berkeliling ke rumah siswa yang jaraknya tidak saling berdekatan. Proses pembelajaran keliling tersebut dilakukannya tiga kali dalam satu minggu.

"Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari. saya memang harus keliling ke rumah-rumah siswa, setidaknya 3 kali dalam seminggu. Medan yang saya tempuh juga lumayan jauh," kata Avan.

"Selain jarak antar rumah siswa memang jauh, jalan menuju ke masing-masing rumah siswa bisa dibilang kurang bagus. Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke salah satu rumah siswa," imbuh dia.

 


Orangtua Tak Bisa Dampingi Anak Belajar

Ilustraasi foto Liputan 6

Avan juga sadar, cara yang dilakukan ini juga melanggar kebijakan pemerintah tentang keharusan untuk berdiam diri di rumah. Namun membiarkan para muridnya belajar tanpa pengawasan, membuat hatinya tidak nyaman.

"Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah agar tetap bekerja dari rumah. Tapi mau gimana lagi? Membiarkan siswa belajar sendiri di rumah tanpa saya pantau, jelas saya kurang sreg. Bukan tidak percaya pada orang tua mereka. Tapi saya tahu, bahwa sekarang mereka sibuk. Ini masa panen padi," ucap Avan.

Apalagi, kata dia, para wali murid tidak selalu bisa mendampingi anak-anaknya belajar. Mereka harus bekerja di ladang atau memanen pagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Setiap hari orangtua siswa itu harus bekerja ke sawah. Ikut gotong-royong panen padi dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Kebiasaan ini mereka bilang otosan. Jadi anak-anak harus belajar sendiri. Malam, mereka ke langgar. Maka sayalah yang harus hadir untuk mendampingi mereka begiliran meski sebentar," papar Avan.

 


Tak Semua Siswa Punya Televisi

Perlombaan Tour of Flanders yang diselenggarakan secara virtual di sebuah televisi, di Vilvoorde (5/4/2020). Untuk diketahui, Tour of Flanders merupakan salah satu balap sepeda tertua di dunia yang pertama kali digelar pada 1913. (AFP/Belga/Nathalie Willems)

Tugas yang diemban oleh Avan sedikit ringan dengan adanya edukasi di salah satu saluran televisi nasional yang menyediakan saluran pembelajaran di rumah.

Walaupun ada metode seperti itu, Avan juga masih merasa miris dengan keadaan keluarga muridnya yang tidak mempunyai televisi di rumahnya.

"Saat TVRI menyediakan tayangan edukasi untuk siswa, saya sedikit lega. Kemudian dengan penuh semangat, saya menjelaskan pada siswa dan orangtuanya untuk mengikuti pelajaran di TVRI itu. Ini akan membantu, pikir saya. Tapi, lagi-lagi saya harus menelan ludah. 3 dari 5 siswa saya tidak punya Televisi di rumahnya," terang Avan.

 


Ingin Tak Ada Kesenjangan Pendidikan

Ilustrasi murid belajar. (iStockphoto)

Karena tindakan tersebut, Avan malah justru memandang dirinya bukanlah guru yang baik. Apalagi menurutnya, saat ini dirinya melanggar beberapa kebijakan pemerintah.

Avan pun ingin semuanya bisa berjalan dengan baik dan tidak ada kesenjangan dalam menerima pendidikan atau pelajaran.

"Saya harus melanggar imbauan pemerintah. Jadi jelas, saya belum menjadi guru yang baik. Tidak memberikan contoh yang baik bagi siswa karena melanggar imbauan pemerintah. Saya bukan tidak takut corona. Takut juga. Tapi gimana lagi?" ungkap Pak Avan.

Unggahan Avan di dalam akun Facebooknya tersebut sudah ada 5 ribu komentar dukungan dan 10 ribu kali dibagikan.

"Sehat terus pejuang pendidikan, tidak ada yang bisa membalas hanya Allah yang mampu. Terima kasih banyak pak guru semoga menjadi contoh untuk yang lainnya :')," komentar salah satu warganet yang bernama Ressy Anggraeni.

 

Reporter : Denny Marhendri

Sumber : Merdeka

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya