Pemerintah Tak Akan Pangkas Dana Pendidikan Demi Tangani Corona

Pemerintah menjamin tidak ada pemangkasan untuk mandatory spending pendidikan sebesar 20 persen

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 20 Apr 2020, 15:45 WIB
Guru membuat materi pelajaran daring di ruang guru SMP Negeri 92, Jakarta, Senin (16/3/2020). Pemprov DKI menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah selama dua pekan dan menerapkan online home learning sebagai langkah mengatisipasi penyebaran virus corona COVID-19. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menjamin tidak ada pemangkasan untuk mandatory spending pendidikan sebesar 20 persen. Hal ini dipastikan meski pemerintah tengah mencari dana tambahan dalam menangani virus corona (Covid-19).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, mengatakan 20 persen dana pendidikan tersebut sudah menjadi mandat konstitusi, sehingga tidak dapat diubah.

"Alokasi anggaran 20 persen jika tidak bisa diserap, maka akan masuk ke dalam dana abadi pendidikan," kata dia dalam Indonesia Macroeconomy Update, Senin (20/4/2020).

Melansir dari laman LPDP, Senin (20/4/2020), total akumulasi DPPN yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) hingga saat ini adalah sebesar Rp 51,117 triliun, dengan penerimaan hasil investasi LPDP yang lebih besar dari belanja layanannya.

Sementara dana dari Kementerian lain, kata Febrio, bersifat fleksibel. Meski pada kenyataannya banyak kepentingan, semua ini harus dijalankan secara ekstra hati-hati demi menjaga postur APBN agar tidak jatuh terlalu dalam.


IMF: Dana untuk Lawan Corona Jauh Lebih Besar Dibandingkan Krisis 2008

(Foto: aim.org)

Kondisi ekonomi global sangat tertekan setelah berbagai negara memberlakukan aturan lockdown atau karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus corona. Aturan ini membuat seluruh aktivitas ekonomi diberbagai dunia terhenti diawal tahun 2020.

Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, memprediksi kondisi ekonomi global bahkan tidak sepenuhnya pulih hingga akir tahun 2021. Sebab, pekan ini pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya 3 persen pada 2020, sebelum melonjak naik 5,8 persen di tahun 2021.

"Kami memperkirakan pemulihan pada 2021 dari pertumbuhan 5,8 persen, tapi itu adalah pemulihan parsial," kata Gopinath dilansir CNBC, Jumat (17/4).

Menurutnya hal ini disebabkan oleh sifat penyebaran virus covid-19 yang begitu cepat, yakni lebih dari 2 juta orang di dunia terinfeksi virus asal kota Wuhan. Ini menyebabkan berbagai negara meliburkan kegiatan sekolah dan membatasi operasional bisnis.

Untuk itu pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia telah mengambil langkah penting untuk membantu kelangsungan hidup rumah tangga dan pelaku bisnis ditengah wabah corona. Namun, dampak ekonomi dari wabah tersebut tetap tidak bisa dihindarkan oleh masyarakat dunia.

Bahkan menurutnya jika dibandingkan dengan krisis global yang terjadi di tahun 2008, dana yang digelontorkan untuk melawan corona jauh lebih besar. IMF menghimpun besarannya hingga mencapai USD 8 triliun secara global, USD 7 triliun disumbang oleh negara anggota G-20.

Gopinath pun mengkhawatirkan permasalahan ekonomi yang dialami oleh negara berkembang, karena dianggap mempunyai kebijakan fiskal yang tidak efektif dan hutang luar negeri akan semakin meningkat jika pandemi covid-19 terus berlanjut.

"Dan saya pikir mereka berada dalam posisi yang lebih sulit," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya