Liputan6.com, Jakarta - Kebanyakan dari Anda yang pernah naik pesawat pasti sudah pernah mencoba toilet untuk buang air kecil maupun air besar.
Ukurannya tidak terlalu besar, namun cukup untuk digunakan. Jika Anda yang belum pernah menggunakannya, maka sebagai gambaran, toilet di pesawat jauh lebih kecil dari fasilitas di rumah.
Fasilitas sempit ini nyaris tidak mengakomodasi lutut Anda untuk berselonjor, demikian dikutip dari laman Mentalfloss.com, Senin (20/4/2020).
Baca Juga
Advertisement
Jika turbulensi terjadi, maka aktifitas di dalam kamar mandi pesawat kerap jadi mimpi buruk. Rasanya ingin menyudahi buang air secara buru-buru.
Tidak seperti toilet rumah, kamar mandi di pesawat tidak bisa mengandalkan tangki air untuk membersihkan kotoran.
Selain biaya mengangkut ratusan galon air yang sangat mahal dan menambah beban pesawat, tidak praktis untuk meninggalkan genangan air di lingkungan yang mengguncang isinya seperti bola salju.
Awalnya, pesawat menggunakan sistem pompa elektronik yang memindahkan limbah bersama dengan cairan penghilang bau yang disebut Anotec.
Metode itu berhasil, tetapi Anotec tidak diinginkan karena alasan yang sama seperti menyimpan air.
Ini meningkatkan biaya bahan bakar dan menambah bobot pada pesawat yang bisa dialokasikan untuk penumpang.
Simak video pilihan berikut:
Di Sini Kotoran Manusia Disimpan
Dimulai pada 1980-an, pesawat menggunakan vakum pneumatik untuk menyedot cairan dan benda padatan ke bawah dan menjauh dari fixture (furniture menempel).
Setelah Anda menekan tombol flush, katup di bagian bawah toilet terbuka, memungkinkan ruang hampa menyedot isi keluar.
Lapisan antilengket mirip dengan Teflon mengurangi kemungkinan residu. Ia bergerak ke tangki penyimpanan di dekat bagian belakang pesawat dengan kecepatan tinggi, siap untuk awak darat untuk mengeringkannya begitu pesawat mendarat. Tangki kemudian dibilas menggunakan desinfektan.
Advertisement