Kisah 3 Kartini Masa Kini Berdayakan Sesama Lewat Usaha Rumahan di Masa Pandemi

Semangat Kartini yang memberdayakan sesama tampak lewat sosok tiga perempuan pengusaha menghadapi masa pandemi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 21 Apr 2020, 04:02 WIB
Monika Diah Pramodho Wardhani, pemilik Karin Kukis. (dok. Google/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak cara untuk melanjutkan tongkat estafet semangat Kartini yang hari ini kelahirannya diperingati. Semangat pemberdayaan sesama manusia yang diajarkan Kartini juga bisa dipraktikkan dengan menjalankan bisnis rumahan.

Salah satunya dilakoni Monika Diah Pramodho Wardhani atau biasa disapa Monik. Wanita berusia 48 tahun itu memutuskan menjadi pengusaha kue setelah 11 tahun bekerja di dunia perbankan.

Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Senin, 20 April 2020, pemilik Karin Kukis itu beralih profesi lantaran ingin mengurus keluarga tetapi bisa tetap berkarya. Sejak Desember 2004, ia mulai berbisnis kue kering untuk menyambut hari raya. 

Melihat tingginya minat konsumen, Monik berkomitmen untuk mengembangkan bisnisnya dengan mengikuti kursus di Bogasari Baking Course. Bermodalkan talenta yang telah diasah, Karin Kukis mulai memproduksi dan memasarkan aneka kue seperti kue kering, kue basah, hingga kue ulang tahun. Sejak itu, pelanggan Karin Kukis semakin banyak dan omzetnya pun meningkat.

Meningkatnya permintaan kue kering sejalan dengan meningkatnya persaingan bisnis di industri tersebut. Agar bisa menonjol, Karin Kukis mulai menjual kreasi kukis karakter sejak September 2018. Produk itu dikemas dalam toples, plastik, hingga custom cookies bouquet. Satu hal yang menjadi keunikan Karin Kukis adalah kepuasan konsumen dalam menuangkan ide mereka dalam cookies bouquet yang dipesan.

Berbagai tantangan dilalui Monik selama 15 tahun menggeluti bisnis. Termasuk di dalamnya perubahan pola berbelanja konsumen yang menginginkan kemudahan, ketepatan, dan kecepatan dalam mendapatkan sebuah produk. Ia pun mulai belajar membuat konten dan foto menarik untuk dipublikasikan.

Monik juga mengenal fitur Google Bisnisku dan mulai menggunakannya untuk mempromosikan produknya. Kini, tantangan berbeda dihadapi akibat pandemi corona COVID-19. Akibat aturan berkegiatan di rumah, aktivitas produksi dan penjualan Karin Kukis menurun. 

Selama satu bulan terakhir, produksi Karin Kukis menurun hingga 50 persen, sementara penjualannya menurun sebesar 60 persen. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat Monik untuk menyediakan kreasi kukis karakter kepada konsumennya dengan dibantu oleh tiga karyawan di bagian produksi dan administrasi.

Selama ini, Karin Kukis memang dipasarkan secara online, sehingga Monik tidak perlu beradaptasi lagi dalam memasarkan produk secara online. Namun, untuk menginformasikan pelanggannya bahwa ia tetap melayani pembeli, jam operasional Karin Kukis di Google Bisnisku tetap dicantumkan. 

"Meski saat ini permintaan kukis karakter menurun, saya tetap optimis bisa memasarkan kue yang saya buat. Terlebih saat ini menjelang bulan Ramadan, biasanya permintaan kue meningkat dan saya akan memanfaatkan momen ini untuk menaikkan penjualan Karin Kukis meski masih berada di masa bekerja dari rumah," ujar Monik.


Kartini dari Kota Padang

Arni Susanti, pemilik Bengke Paruik. (dok. Google/Dinny Mutiah)

Semangat Kartini juga diterapkan Arni Susanti. Perempuan berusia 33 tahun itu mengelola bisnis keluarga dan menjadi salah satu penggerak ekonomi di Kota Padang, Sumatera Barat.

Sejak 2015, Arni mendirikan Bengke Paruik, bisnis yang bergerak di industri makanan ringan, dengan dibantu tiga orang karyawan. Ia memproduksi sendiri cemilan yang dijual seperti marning jagung, serundeng talas, dan serundeng ubi secara offline maupun online serta melayani reseller dan pencari konsumen.

Selama enam tahun mengelola bisnis keluarga ini, Arni mengalami berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan modal, kesulitan mengatur keuangan hingga menurunnya permintaan produk. Untuk menghadapinya, Arni mengasah kemampuan digital marketing dan pengelolaan bisnis melalui berbagai sumber.

Ia kemudian mengetahui informasi mengenai program Gapura Digital dan Womenwill dari seorang tim Gapura Digital di Padang pada 2018. Setelah beberapa kali mengikuti kelas Gapura Digital dan Womenwill, ia terpilih sebagai fasilitator Womenwill di Padang.

Di sini, Arni mengenal aplikasi belajar mengelola bisnis, mendaftarkan Bengke Paruik di Google Bisnisku, dan membangun relasi dengan banyak orang yang kemudian menjadi supplier, pelanggan, hingga reseller. Lebih dari itu, Arni juga berupaya meningkatkan penjualannya dengan memasarkan produknya di media sosial.

Kini, ketika Indonesia tengah mengalami masa ketidakpastian, Arni kembali menghadapi tantangan. Kapasitas produksi terpaksa diturunkan karena Arni meminta karyawannya untuk tetap di rumah dan hanya memproduksi makanan ringan yang bisa dibuat sendiri. Selain itu, pemesanan dari luar kota juga menurun sehingga penjualan di dalam kota sangat dimaksimalkan.

"Jika biasanya kami bisa memproduksi 50 kilogram berbagai makanan ringan dalam seminggu, kini hanya bisa memproduksi sesuai pesanan yang diterima saja. Hal ini pun berdampak terhadap penjualan kami yang menurun sebesar 40 persen dalam satu bulan terakhir," ungkap Arni pada 30 Maret 2020.

Demi mempertahankan bisnisnya, Arni memaksimalkan kemampuannya dalam digital marketing. Ia menutup toko sementara, sebagai gantinya pemasaran produk dilakukan secara online. Arni mempromosikan produknya lewat media sosial kepada teman dan masyarakat di sekitarnya agar mereka tahu bahwa Bengke Paruik tetap beroperasi di masa ketidakpastian ini.

"Di masa ketidakpastian seperti ini, diperlukan usaha lebih untuk memasarkan produk kita agar UKM yang kita kelola mampu bertahan. Pemasaran online dengan memanfaatkan berbagai fitur dan aplikasi menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan para pelaku bisnis untuk survive periode ini," ujar Arni.


Pemberdayaan Perempuan Putus Sekolah

Ristin Jatnika, pemilik Mere Naturals. (dok. Google/Dinny Mutiah)

Berbeda dengan Monik dan Arni, Ristin Jatnika memilih usaha minyak aromaterapi untuk memberdayakan sesama. Ia merintis Mere Naturals yang berpusat di Bandung dengan mengangkat perempuan-perempuan putus sekolah sebagai karyawan.

Mere Naturals tercipta berawal dari kekhawatiran dan kebutuhan Ristin akan produk natural karena kondisi kulit anaknya yang sensitif serta desakan ekonomi keluarga. Pada kondisi ini, Ristin memutuskan untuk belajar membuat minyak aromaterapi untuk buah hatinya.

Awalnya, minyak itu hanya digunakan secara pribadi untuk anaknya. Namun karena merasa banyak ibu yang memiliki kebutuhan serupa, Ristin memutuskan untuk memasarkan produknya dengan nama Mere Naturals. Pada masa social distancing ini, Ristin berbagi pengalamannya dalam memberdayakan karyawan selama bekerja dari rumah.

"Pada masa social distancing, saya memilih untuk menghentikan kegiatan produksi sementara waktu agar karyawan tidak perlu datang ke kantor. Namun, beberapa kegiatan bisnis tetap berjalan, seperti pengemasan produk di mana karyawan yang bertugas mengerjakan ini bisa bekerja bergantian setiap harinya. Selain itu, karena Mere Naturals juga dipasarkan secara online, karyawan yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan sales and marketing tetap dapat bekerja dari rumah masing-masing," ujar Ristin.

Meski menerapkan work from home, Ristin meminta karyawan menggunakan waktu ini sebagai kesempatan untuk belajar tentang pengelolaan bisnis seperti cara memasarkan produk secara online, mengenal target konsumen, dan pentingnya memberikan layanan terbaik kepada konsumen. Belajar mengelola bisnis bagi Ristin adalah hal yang penting, tidak hanya bagi pemilik bisnis, tapi juga bagi semua karyawan yang terlibat dalam jalannya bisnis tersebut.

Ristin memotivasi karyawasnnya agar tetap belajar secara informal. Tidak hanya untuk melancarkan jalannya bisnis Mere Naturals, tetapi juga untuk mengembangkan diri, kemampuan, dan keterampilan karyawannya. Apalagi, di era teknologi saat ini, belajar bukanlah lagi hal yang sulit karena banyak sumber yang bisa didapatkan hanya dengan bermodal akses internet. Media belajar mengelola bisnis yang sering mereka gunakan adalah Google Primer.

Ristin mengungkapkan pertama kali menggunakan Google Primer pada 2017. Di sini, ia belajar cara pengelolaan bisnis, mulai dari keseimbangan dalam mengelola bisnis, membangun hubungan yang baik dengan karyawan dan membinanya, menggaet investor, hingga meningkatkan CRM (customer relationship management). Ia merasa pelajaran ini juga perlu diketahui oleh para karyawannya agar mereka juga bisa memahami pentingnya memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen terhadap pengembangan bisnis. 

Mulanya, Ristin  selalu menyampaikan materi yang telah dipelajari di Google Primer kepada karyawan, namun dengan kemudahan mengakses aplikasi tersebut, akhirnya mereka mulai belajar langsung dari aplikasi tersebut. Selama operasional kantor berlangsung normal, seminggu sekali karyawan Mere Naturals selalu menggelar rapat untuk mengetahui perkembangan bisnis Mere Naturals sekaligus berbagi dan berdiskusi tentang pengetahuan yang telah dipelajari dalam minggu tersebut.


Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya