Liputan6.com, Singapura - Singapura melaksanakan razia bagi mereka yang melanggar aturan jaga jarak. Lebih dari 200 orang ketahuan melanggar dan 80 di antanya tidak memakai masker di luar rumah.
Pihak pemerintah menyayangkan aksi orang-orang tersebut karena melemahkan upaya peredaman Virus Corona (COVID-19). Oknum yang ketahuan melanggar dua kali kena denda 1.000 dolar Singapura (Rp 10,8 juta).
Baca Juga
Advertisement
Total ada sembilan orang di Singapura yang terkena hukuman denda tersebut pada awal pekan ini, demikian laporan The Straits Times, Selasa (21/4/2020).
"Mereka jelas-jelas merugikan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang lain," ucap Menteri Sumber Daya Lingkungan dan Air Masagos Zulkifli lewat Facebook resminya.
Menteri Masagos Zulkifli mengakui aturan jaga jarak memang sulit, tetapi ini dibutuhkan untuk meredam Virus Corona baru. Ia pun mengungkit laporan berbahaya terkait virus ini di berbagai negara serta adanya gelombang dua.
Menteri Masagos Zulkifli turut mengutip data WHO yang menyebut pembawa Virus Corona baru bisa menginfeksi dua orang lainnya, yang kemudian menjadi penyebar baru. Penularan dari satu orang berpotensi menularkan seribu orang jika tidak diperiksa.
Gelombang dua Virus Corona jenis baru di Singapura mulai terjadi dari para pekerja asing yang tinggal di asrama-asrama. Senin kemarin, ada lebih dari 1.400 orang yang positif.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Protes Kebijakan PM Netanyahu, Demo di Israel Terapkan Physical Distancing
Sekitar 2.000 orang Israel menggelar demonstrasi di tengah epidemi Virus Corona COVID-19. Meski berunjuk rasa, para demonstran terpantau tertib mengikuti imbauan physical distancing atau menjaga jarak fisik.
Dilaporkan Hareetz, demonstrasi itu dilakukan di Rabin Square, Tel Aviv, pada Minggu 19 April 2020. Mereka memprotes langkah-langkah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang dipandang tidak demokratis di tengah epidemi Virus Corona jenis baru.
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa berdiri dengan jarak dua meter dari satu sama lain. Mereka juga mengenakan masker.
Aksi ini disebut demonstrasi Bendera Hitam. Salah satu kebijakan Netanyahu yang ditentang pendemo adalah pelacakan warga melalui ponsel dalam rangka mencegah penyebaran Virus Corona jenis baru.
Pemimpin partai Yesh Atid, Yair Lapid, berkata pemerintahan PM Netanyahu bisa merugikan demokrasi. "Beginilah demokrasi mati di abad ke-21," ujar Lapid yang hadir di demo.
"Demokrasi tidak mati karena tank mengambil alih parlemen, demokrasi mati dari dalam."
Lapid pun berkata kelakuan Netanyahu yang anti-demokrasi mirip seperti yang terjadi di Turki dan Hungaria.
Pendemo lain dari Join List, aliansi Yahudi-Arab, berkata para dokter, perawat, dan ahli farmasi kalangan Yahudi dan Arab perlu bersatu di hadapan epidemi Virus Corona yang sedang melanda Israel.
"Krisis ini menghadikan peluang besar bagi khalayak front Yahudi-Arab untuk meraih perdamaian dan demokrasi," ujar ketua Join List, Ayman Odeh.
Advertisement