Liputan6.com, Jakarta - Angka kejahatan selama penerapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena pandemi virus Corona atau Covid-19 di Tanah Air meningkat. Angkanya mencapai 11 persen.
"Dari evaluasi, minggu ke-15 dan ke-16, secara keseluruhan ada peningkatan 11,80 persen. Trennya adalah terkait kejahatan curat (pencurian dengan pemberatan) selama PSBB," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 20 April 2020.
Advertisement
Menurut Asep, meski ada peningkatan namun terbilang tidak terlalu signifikan dan situasi kamtibmas masih aman terkendali. Pihaknya tetap mengedepankan upaya preventif dan preemtif dalam mengatasi gangguan tersebut.
"Namun, ketika ada kejahatan terjadi, kami tidak segan melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan. Ini untuk memberikan jaminan ke masyarakat dan mengurangi ruang gerak para penjahat," jelas dia.
Kabaharkam Polri Irjen Agus Andrianto sekaligus Kepala Operasi Terpusat (Kaopspus) Kontinjensi Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 Tahun 2020 menjelaskan, naik dan turunnya kriminalitas tentunya banyak faktor yang mempengaruhi.
Namun memang, penanggulangan dan penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia bukan hanya berdampak kepada pekerja formal dan informal. Hampir di semua aspek kehidupan terganggu.
"Bahkan budaya baru terbangun, apalagi mereka yang kehilangan penghasilan harian," kata Agus Andrianto kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, para pelaku kejahatan memanfaatkan situasi saat semua fokus kepada penanganan dan penanggulangan penyebaran Covid-19. Polri, kata Andri, melakukan upaya untuk menangani faktor penyebab dan pendorong orang melakukan kejahatan dengan bimbingan dan penyuluhan untuk memanfaatkan waktu di rumah (work from home).
Selain itu, berkoordinasi dengan kepala desa/lurah untuk program padat karya, mendorong solidaritas sosial masyarakat yang tidak terdampak secara ekonomi kepada masyarakat terdampak sehingga kebutuhan dasar mereka bisa terpenuhi.
"Tentunya supporting data masyarakat terdampak secara ekonomi harus benar-benar akurat, arahan Bapak Presiden untuk Bansos pusat sebagian ditempatkan di Polres-Kodim, Polsek dan Koramil, satgas dibentuk untuk respons cepat bila ada masyarakat yang terdampak namun tidak terdaftar atau terdata," terang Andri.
"Kegiatan preventif juga dilakukan setelah analisa dan evaluasi (anev) yang mereka lakukan ada peningkatan jumlah kejahatan dengan giat patroli dan penjagaan di tempat-tempat rawan terjadi kejahatan," imbuh dia.
Andri mengatakan, penegakan hukum dengan upaya pengungkapan kejahatan yang terjadi juga terus dilakukan oleh Jajaran Reskrim termasuk menjaga stabilitas dan ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Lalu, apakah kenaikan angka kejahatan ini berkaitan dengan puluhan ribu narapidana yang dibebaskan secara bersyarat oleh Kemenkumham dalam rangka pandemi Corona? Dia mengatakan, setiap hari juga ada narapidana yang bebas setelah menjalani hukuman.
"Intinya kita akan lakukan upaya pencegahan dan pengungkapan kasus yang terjadi," kata Andri.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, dibandingkan dengan bulan yang sama pada Januari, Februari, Maret 2020 dengan tahun 2020 ini, angka kejahatan di wilayah hukum Polda Metro Jaya tidak terlalu meningkat. Bahkan, lebih tinggi tahun kemarin dibandingkan sekarang.
"Tetapi ada beberapa jenis kejahatan yang memang mengalami peningkatan, contoh berita bohong atau hoaks. Sekarang ini meningkat di masa pandemi ini, banyak orang-orang menyebarkan berita hoaks atau bohong sekarang ini. Pengungkapannya pun banyak sudah kita lakukan," kata Yusri kepada Liputan6.com.
Kejahatan lain seperti narkoba, pencurian dengan pemberatan (curat), curanmor, masih terjadi di beberapa tempat. Curanmor juga masih marak, akan tetapi dibandingkan tahun lalu di bulan yang sama, kenaikannya tidak terlalu signifikan.
Yusri mengatakan, curat dengan modus pencurian rumah, jumlahnya menurun. Alasannya, karena orang banyak di rumah. Kemudian penipuan jumlahnya meningkat karena banyak korban yang sekarang melapor. Sekarang, kata dia, yang sedang marak terjadi adalah pencurian di minimarket dan jalanan.
"Kalau di bilang meningkat, nanti itu harus totalnya. Kita harus hitung semua termasuk penggelapan, penipuan, pemalsuan surat-surat itu total kriminal semua itu. Tapi ada di satu sisi kejahatan meningkat, misalnya hoaks," tegas dia.
Hoaks yang ada, kata dia misalnya, ada orang terkena virus Corona atau Covid-19 di pinggir jalan ternyata setelah dicek bukan. Kemudian, informasi perampokan setelah dicek itu sudah lima tahun lalu.
"Pelakunya kita tangkap kan berarti meningkat," kata dia.
Yusri menjelaskan, polisi masih melakukan penyelesaian kasus kejahatan terutama di masa pandemi virus Corona di triwulan 2020 ini. Contohnya, perampokan di beberapa minimarket yang telah terungkap.
"Kemarin ditangkap, ternyata dia selama dua bulan ini, 11 kali melakukan di Jakarta. Jaktim ditangkap 5 kali dia bongkar minimarket. Jadi tingkat pengungkapan tinggi," ucap dia.
Dia menjelaskan alasan pencurian minimarket meningkat. Salah satu di antaranya karena minimarket sudah tutup pada pukul 22.00 WIB. Sedangkan perampokan di rumah tidak mungkin dilakukan, karena banyak penghuninya.
Yusri mengatakan, ada sejumlah upaya dari polisi meredam kejahatan selama pandemi Corona.
"Menghadapi semua ini, pertama perintah kapolda kita melakukan pemetaan, mana kriminal tinggi misalnya kayak bongkar minimarket, begal, hoaks petakan dulu masing-masing wilayah oleh polres jajaran juga," kata dia.
Pemetaannya dilihat dari jenis kejahatannya, jam rawannya, hingga modusnya seperti apa. Setelah itu dibentuk tim khusus untuk mengawasi dan menjaga tempat-tempat yang rawan.
"Apa tim khususnya? Contoh di Jaktim ada Tim Rajawali. Jadi lebih meningkatkan patroli di daerah daerah daerah yang sudah dipetakan itu yang rawan itu. Setelah itu adakan razia di jam dan tempat rawan tapi dengan waktu berbeda-beda biar orang nggak bisa baca," kata dia.
Langkah lain yang dilakukan adalah preemtif dan preventif. Langkah preemtifnya, polisi mengimbau masyarakat supaya ikut berpartisipasi menjaga lingkungannya di masa pandemi Covid-19 ini.
Kemudian masyarakat diimbau kalau pergi ke luar jangan sendirian, minimal berdua dan tidak membawa barang-barang yang bisa memancing tindak kejahatan, serta mencari rute yang aman.
"Terakhir, kami kepolisian akan menindak tegas dan terukur bagi para pelaku-pelaku yang coba meresahkan masyarakat," kata Yusri.
Yusri mengakui, ada kaitan antara asimilasi dan pembebasan dari narapidana terhadap kejahatan di wilayah Polda Metro Jaya, namun jumlahnya kecil. Pihaknya pun telah berkordinasi dengan lembaga pemasyarakatan dan minta data Kemenkumham untuk mengawasi narapidana tersebut.
"Kedua koordinasi ke pemda, sampai RW, RT. Kita semua kordinasi untuk membantu bersama-sama kita mengawasi para napi napi yang tinggal sampai RT. Langkah ketiga adalah kita kordinasi demgan pemda dan stake holder yang lain untuk bisa membina mereka misalnya dikasih lah mereka pelatihan, kalau ada kerja dikasih kerja supayaa tidak berbuat kejahatan lagi," tandas Yusri.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit menyampaikan, jumlah mantan narapidana hasil program asimilasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang melakukan tindak kejahatan bertambah. Kini sudah 27 eks tahanan kembali diringkus petugas.
"Dari jumlah data napi yang dibebaskan sebesar 38.822 napi, ada 27 napi yang kembali melakukan kejahatan," tutur Listyo saat dikonfirmasi, Selasa (21/4/2020).
Menurut Listyo, para mantan narapidana itu berulah dengan berbagai tindak pidana. Mencakup kejahatan jalanan hingga pelecehan seksual. "Curat, curanmor dan curas, serta satu pelecehan seksual," jelas Listyo.
Polri pun telah menerbitkan Surat Telegram Nomor ST/1238/IV/OPS.2/2020.
Isinya dimaksudkan kepada Kasatgaspus, Kasubsatgaspus, Kaopsda, Kasatgasda, Kaopsres, dan Kasatgasres agar mengedepankan upaya preemtif dan preventif dalam upaya menekan angka kejahatan. Khususnya kejahatan jalanan.
Surat Telegram itu ditandatangani langsung oleh Agus yang juga Kepala Operasi Terpusat (Kaopspus) Kontinjensi Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 Tahun 2020.
Adapun poin yang ditekankan dalam menangani eks narapidana yang bebas lewat program asimilasi Kemenkumhan adalah sebagai berikut.
1. Melakukan kerja sama dengan Lapas di wilayah masing-masing untuk pemetaan terhadap para napi yang mendapatkan asimilasi atau dibebaskan
2. Melakukan kerja sama dengan Pemda sampai tingkat RT dan RW untuk pengawasan dan pembinaan terhadap para napi yang mendapatkan asimilasi keluar atau dibebaskan
3. Melakukan kerja sama dengan pihak Pemda dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan pembinaan kepada para Napi yang mendapat asimilasi keluar atau dibebaskan agar lebih produktif dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu memberikan pelatihan membuat masker dengan menggunakan sarana Balai Latihan Kerja, mengikuti program padat karya, dan proyek dana desa
4. Melakukan pemetaan wilayah rentan kejahatan di setiap satuan kewilayahan yang berisi data atau informasi riwayat kejahatan, waktu kejadian, dan modusnya
5. Melakukan pengamanan dan penjagaan di lokasi rawan serta meningkatkan pelaksanaan patroli guna mengantisipasi tindak pidana khususnya tindak pidana jalanan (street crime) untuk mencegah terjadinya gangguan Kamtibmas di wilayah masing-masing
6. Meningkatkan kegiatan operasi atau razia di semua sektor khususnya daerah rawan dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda guna mencegah terjadinya kejahatan
7. Mengimbau masyarakat agar lebih waspada supaya tidak menjadi korban kejahatan apabila pulang malam maka sebaiknya jangan sendirian dan upayakan melewati rute yang aman
8. Menindak tegas pelaku kejahatan jalanan yang tertangkap tangan terutama para pelaku yang membahayakan keselamatan masyarakat.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan tertulis, Jumat 17 April 2020 mengatakan, Sub Satgas Pidum dari Satgas Aman Nusa II Polri yang dibentuk pada akhir Maret 2020 telah melakukan penegakan hukum sebanyak 124.195. Terdiri dari 90.503 imbauan, 33.684 pembubaran massa, serta 51 penangkapan.
"Polda Metro Jaya menangkap 38 orang, Polda Jawa Barat menangkap 10 orang dan Polda Jawa Tengah menangkap 3 orang," ujar Listyo.
Sementara, Sub Satgas Siber melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap jejaring internet terkait dengan penyebaran hoaks, hate speech, dan kegiatan lainnya berkenaan Corona dan Covid-19.
"Seperti kegiatan patroli siber 2.353 dan 84 kegiatan penangkapan. Sub Satgas Ekonomi juga melakukan kegiatan dalam pencegahan dan percepatan penanganan Covid-19 dengan total kegiatan 13.395, terdiri dari 7.441 monitoring bahan pokok, 5.954 monitoring alat kesehatan, serta 16 penindakan," beber Listyo.
Polda yang terbanyak melakukan pengawasan, pencegahan, dan penegakan hukum selama pandemi Corona ini sejak 19 Maret sampai 15 April 2020 yakni Polda Metro Jaya 86.638 kegiatan, Polda Banten 19.893 kegiatan, serta Polda Jawa Timur 7.082 kegiatan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Nasib Narapidana yang Kembali Berulah
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly meminta seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di tengah pandemi Corona atau Covid-19. Dia berharap, narapidana yang dibebaskan karena program asimilasi langsung dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan bila kembali berulah.
"Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya," ujar Yasonna, Senin 20 April 2020.
Selain itu, Yasonna juga meminta jajarannya untuk mengevaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap warga binaan yang dibebaskan lewat asimilasi dan integrasi.
Menurutnya, upaya ini berperan penting dalam menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program asimilasi.
"Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian, termasuk curanmor. Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang akan mendapat program asimilasi harus dipantau lagi rekam jejaknya. Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena dapat merusak muruah dari program ini," kata dia.
Menurut Yasonna, setiap warga binaan yang sudah dibebaskan, jangan sampai ada di antara mereka yang tidak termonitor dengan baik. Tak hanya terhadap pribadi napi, Yasonna juga berharap jajarannya turut memantau keluarga dari napi tersebut.
"Cek langsung ke keluarga tempat warga binaan menjalani asimilasi. Saya minta seluruh Kakanwil memantau program ini 24 jam setiap harinya," kata Yasonna.
Yasonna menyebut, kendati angka pengulangan tindak pidana yang dilakukan narapidana tergolong rendah, berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat.
"Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19 ini," ujar Yasonna.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti di Jakarta, Senin 20 April 2020 menjelaskan, dari 38.822 narapidana dan anak yang telah dikeluarkan, ada 36.641 orang, di antaranya keluar penjara melalui program asimilasi terdiri atas 35.738 narapidana dan 903 anak.
Sementara itu, sebanyak 2.181 orang lainnya menghirup udara bebas melalui program hak integrasi, baik berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun cuti menjelang bebas, dengan perincian 2.145 napi dan 36 anak.
"Data ini dikumpulkan dari 525 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan," kata Rika.
Rika mengatakan, program pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak di lapas, rutan, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) di seluruh Indonesia akan berlangsung hingga pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir.
Rika menegaskan, warga binaan yang melanggar aturan asimiliasi dan integrasi dan melakukan tindak pidana lagi, maka akan dijatuhkan sanksi.
Pertama, dicabut hak asimilasi dan integrasinya. Kedua, wajib menjalankan sisa pidananya kembali ke lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan sebelumnya ia menjalankan pidana, serta ditempatkan di ruang pengasingan.
"Ketiga, diproses hukum dengan tindak pidana yang baru, tambahan hukuman sesuai dengan putusan hakim pengadilan, dijalankan setelah selesai menjalankan pidana yang lama," kata dia kepada Liputan6.com.
Sementara itu, pria berinisial AR (42) meregang nyawa usai ditembak mati jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara. Dia ditembak mati di kawasan RE Martadinata, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Sabtu 18 April 2020 malam.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, AR merupakan residivis yang dibebaskan karena program asimilasi dari Kemenkumham terkait pandemi virus Corona atau Covid-19.
"Dia baru keluar dari lapas di Bandung, yang sebelumnya di Salemba, kemudian dipindah ke Bandung dan mengikuti program asimilasi," ujar Budhi, Minggu 19 April 2020.
Menurut Budhi, setelah dibebaskan, AR kembali melakukan kejahatan. Pada Minggu 12 April 2020 kemarin, AR dan rekannya, JN, menodong seorang penumpang angkot di kawasan Tanjung Priok.
AR dan JN tak segan melukai korban dengan senjata tajam yang mereka bawa setiap beraksi.
Polisi yang mengetahui hal tersebut langsung menyergap AR. Namun upaya kepolisian tersebut tak berjalan mulus. AR melawan dan mengacungkan celurit sehingga melukai salah seorang anggota polisi
Advertisement
Bantuan Sosial Jadi Kuncinya?
Kriminolog Universitas Indonesia Bhakti Eko Nugroho menilai, intensitas patroli dari polisi harus ditingkatkan di tengah meningkatnya angka kejahatan karena virus Corona atau Covid-19. Terutama, di wilayah-wilayah minim pantauan dan wilayah-wilayah yang berpotensi rawan terjadinya kejahatan.
"Melakukan pemolisian masyarakat. Bangun kolaborasi yang efektif dengan warga agar Polisi dan masyarakat bersama-sama mencegah terjadinya kejahatan," kata Bhakti saat dihubungi Liputan6.com.
Dia mengatakan, kejahatan merupakan salah satu bentuk reaksi individu terhadap social strain atau krisis. Terdapat individu yang menyiasati situasi krisis tersebut dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum. Untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup dalam situasi krisis, terdapat sebagian individu yang melakukan kejahatan dan merugikan orang lain.
Bhakti pun menilai, kebijakan asimilasi pemerintah yang diperuntukan bagi narapidana saat ini penting dalam rangka pencegahan penyebarluasan infeksi Covid-19.
"Memang, asimilasi perlu diikuti dengan kebijakan pemerintah lain yang bersifat penyejahteraan. Beberapa program bantuan untuk warga yang kurang mampu sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Para narapidana yang secara ekonomi tidak mampu dan ikut program asimilasi ini perlu menjadi salah satu kelompok yang disasar pula oleh pemerintah agar disupport," kata dia.
Dia pun meminta masyarakat dan penegak hukum harus tetap selalu waspada terhadap ancaman kejahatan apapun. Di samping itu, masyarakat dan penegak hukum tidak boleh men-stigma bahwa orang yang pernah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan akan selalu dan selama-nya jahat.
"Justru tujuan dari pemasyarakatan adalah agar warga yang menjalani hukuman bisa kembali hidup dan berintegrasi dengan masyarakat," kata dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, fenomena kejahatan terjadi di tengah pandemi virus Corona atau Covid salah satunya karena faktor kebutuhan. Apalagi benda yang dicuri misalnya sepeda dan sangkar burung.
"Jadi ini bukan profesional dan penjahat kakap. Tapi butuh sekedarnya diambil untuk dijual. Ini bukan yang canggih misalnya membobol berlian. Jadi menurut saya di mana-mana lagi kondisi seperti sekarang ini, justru jaminan dan perlindungan sosial harus digalakkan. Memang sudah berjalan, tapi masih belum merata," kata Asfinawati kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, sekarang ini, orang yang tidak tergolong miskin saja sudah sulit juga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, termasuk di kelas menengah. Misalnya, pemilik salon rumahan yang biasanya hidupnya layak, dengan adanya Corona usahanya menjadi sepi karena orang tidak berani ke salon.
"Jadi menurut saya, pemberian perlindungan sosial, bansos, itu harus lebih banyak dan harus diperluas. Tidak hanya kelompok yang paling miskin, kelompok yang bawah saja belum mencakup semuanya," tegas dia.
Dia menjelaskan, kini banyak narasi yang beredar soal residivis dalam kaitannya dengan kejahatan di tengah pandemi Corona. Namun menurutnya datanya sangat kecil dibandingkan dengan keseluruhan napi yang dibebaskan melalui asimilasi dan integrasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Itu betul ada, tapi dibilang jadi banyak itu berapa (kecil). Misalnya 1 persen, tapi karena didengungkan lewat WA misalnya, dan sekarang beredar di Whatsapp grup terkait residivis, membuat orang takut, " kata dia.
"Meskipun demikian, bukan berarti pemerintah nggak ngapa ngapain. Kuncinya di masa sekarang orang lapar melakukan segala cara. Bansos itu kuncinya" kata dia.
Dia mengatakan, publik perlu tahu data yang akurat mengenai tingkat kejahatan dan kaitannya dengan napi yang dibebaskan karena Corona. Seperti, di mana saja lokasinya, kapan, apa yang dicuri dan sebagainya.
"Kalau polisi punya grafiknya itu akan membantu kebijakan. Kalau masih ada pencurian, barang remeh temeh, itu ada orang lapar. Bansos masih kurang," ucap dia.
Dia pun berharap, pihak-pihak yang menyebarluaskan agar masyarakat perlu berhati-hati terhadap narapidana yang keluar dari penjara melalui asimilasi dan integrasi karena pandemi Corona, perlu dilihat kembali. Sebab data kejahatan tidak sebesar dengan jumlah napi yang keluar apalagi sudah membuat publik ketakutan.
"Kalau apa yang perlu dilakukan, sebetulnya yang leading sektor bukan hanya polisi, tapi harus kerja sama dengan Kemensos dan Bapas. Pendekatannya juga jangan tunggal, tidak bisa represif saja," kata Asfinawati. Penegakan hukum, lanjut dia, tetap harus sesuai dengan hak asasi manusia dan proporsional.