Terungkap Sebab Indonesia Masih Impor Bahan Baku Obat

Kimia Farma mendapatkan izin untuk mengembangkan bahan baku obat chemical.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Apr 2020, 21:21 WIB
Ilustrasi obat-obatan Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarma mengakui jika Indonesia masih belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku obat. Saat ini jumlah perusahaan bahan baku obat kurang dari 10 perusahaan.

Salah satunya Kimia Farma. Namun perusahaan plat merah ini baru memproduksi bahan baku obat sejak tahun 2019.

"Di Indonesia perusahaan bahan baku obat belum ada 10 perusahaan. Kimia Farma baru melakukan produksi bahan baku obat sejak tahun 2019," kata Verdi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR-RI secara virtual, Jakarta, Selasa (21/4/2020).

Kimia Farma mendapatkan izin untuk mengembangkan bahan baku obat chemical. Beberapa bahan baku obat yang baru diproduksi Kimia Farma yaitu atorvastatin dan simvastatin.

Untuk pengembangan bahan baku obat lainnya, Kimia Farma masih mengalami keterbatasan. Sehingga diperlukan kerja sama dengan negara lain dalam bentuk pengembanan transfer teknologi dan sumber daya manusia.

"Tantangan ke depannya memang ada pegembangan kimia dasar dan transfer teknologi, kami juga harus kolaborasi beberapa negara," kata Verdi.

Bila hal bisa dilakukan, bukan tidak mungkin tahun depan lebih banyak lagi bahan baku yang diproduksi Kimia Farma untuk kebutuhan dalam negeri. Sehingga bisa menurunkan 4,26 persen kebutuhan bahan baku obat dan mengurangi impor bahan baku obat hingga 25 persen.

"Itu sudah jadi konsen kami untuk pengembangan ini," kata dia.

 


Harga

Ilustrasi Foto Obat. iStockphoto)

Verdi menambahkan, dalam proses produksi bahan baku obat, Kimia Farma juga harus melaporkan kepada Kementerian Kesehatan.

Terkait harga, pihaknya juga tidak bisa membandrol harga sendiri. Harus mengikuti regulasi yang telah menentukan harga eceran tertinggi.

Begitu juga untuk regulasi distribusi. Kimia Farma tidak bisa langsung menjual sendiri bahan baku obat yang diproduksi.

Penjualan dilakukan melalui distributor yang telah diatur dalam regulasi. Hal ini pun berlaku bagi obat-obatan yang berhubungan dengan Covid-19. Harus melalui jalur distribusi yang sudah ditetapkan.

"Jadi dari pabrikan ke distribusi. Baru bisa ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan atau apotek," kata Verdi mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya