Kemenkes: Gizi Anak Harus Diperhatikan untuk Cegah Corona

Meski belum ada penelitian tentang resiko Covid 19 terhadap anak-anak, namun data kasus secara global menunjukkan rendahnya persentase anak-anak penderita Covid 19.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 22 Apr 2020, 15:10 WIB
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Meski belum ada penelitian tentang resiko Covid-19 terhadap anak-anak, namun data kasus secara global menunjukkan rendahnya persentase anak-anak penderita Covid-19. Namun, bukan berarti dalam masa pandemi ini perhatian terhadap anak-anak, terutama pemenuhan gizi jadi berkurang.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat kemenkes Kirana Pritasari mengatakan, pemenuhan gizi anak harus tetap diperhatikan untuk menjaga imunitas agar terhindar dari infeksi penyakit khususnya Covid 19.

"Imunitas tubuh erat kaitannya dengan cukup atau tidaknya asupan makan anak. Dengan asupan makan dan frekuensi yang cukup, imunitas akan terjaga sehingga anak mampu menangkal penyakit atau setidaknya bila terlanjur terinfeksi dapat cepat sembuh,” jelas Kirana melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/4/2020).

Pada kondisi anak tertular Covid-19 akan menjadi lebih berisiko ketika anak memiliki penyakit penyerta seperti pneumonia. Mempertahankan status gizi anak jangan sampai turun bagi yang normal, dan memperbaiki status gizi pada anak-anak gizi kurang dan buruk menjadi sangat penting.

Kirana mengingatkan keterbatasan penghasilan orang tua dapat memberikan efek domino yang menyebabkan penurunan daya beli.

"Bila tidak diimbangi dengan kemampuan ibu memilah makanan bergizi sesuai kemampuan dapat berdampak terhadap asupan makan anak yang mempengaruhi status gizinya," imbuhnya.


Bahaya Stunting

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan, stunting dan gizi buruk sama berbahayanya dengan Corona.

"Jika bicara dampak jangka panjang, stunting jelas lebih berbahaya. Anak yang terkena stunting sepanjang hidupnya akan dihantui gangguan kesehatan, kurang produktif hingga menjadi beban bagi keluarga,” jelas Arif.

Arif berharap pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dapat lebih memperhatikan aspek kesehatan keluarga terutama pemenuhan gizi anak.

"Kita perlu mengapresiasi berbagai upaya masyarakat menggalang bantuan. Tapi yang perlu diingat adalah jangan sampai paket-paket sembako yang dibagikan ke masyarakat justru beresiko terhadap kesehatan mereka di masa depan,” jelas Arif.

Kekhawatiran tersebut disampaikan Arif bukan tanpa alasan. Sudah menjadi kebiasaan kita memberikan produk-produk instan dan tinggi gula di dalam paket sembako.

"Pada umumnya, paket sembako bantuan masyarakat biasanya dilengkapi produk-produk seperti mie instan, ikan kaleng, susu kaleng/ susu kental manis. Jelas ini bukan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi anak-anak terutama balita,” jelasnya.

Daripada memberikan anak makanan instan, lebih baik masyarakat memanfaatkan bahan makanan yang banyak disediakan di lingkungan sekitar.

"Banyak masyarakat mengeluh pandemik mengakibatkan pendapatan keluarga berkurang, sementara ada kebutuhan susu untuk anak. Di sini saya ingatkan, asupan protein untuk anak bisa di dapat dari bahan-bahan pangan lokal di sekitar kita," katanya.

Daun kelor misalnya, selain tinggi protein juga kaya dan vitamin C. Protein ini juga bisa diperoleh dari tempe, tahu dan telur. "Jangan sampai nanti karena harga susu anak mahal menjadi alasan masyarakat memberikan anak minuman instan seperti susu kental manis, ini yang kita juga musti awasi” jelas Arif.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya