Ziarah Haru Jelang Ramadan di Pemakaman Massal Korban Gempa Palu

Di Tempat Pemakaman Massal (TPM) Korban Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi di Kota Palu, suasana haru tetap terasa meski bencana itu telah berlalu lebih dari 1,5 tahun.

oleh Heri Susanto diperbarui 23 Apr 2020, 00:00 WIB
Nur Hikmah, Warga Kelurahan Talise, Palu, salah satu keluarga korban gempa Palu saat ziarah ke makam anaknya, Senin (20/4/2020). (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Palu - Salah satu tradisi yang erat dengan saat jelang Ramadan adalah ziarah. Di Tempat Pemakaman Massal (TPM) Korban Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi di Kota Palu, suasana haru tetap terasa meski bencana itu telah berlalu lebih dari 1,5 tahun.

Pukul 16.00 Wita, dua jam lagi matahari lingsir Senin sore itu (20/4/2020). Di ujung selatan kompleks Pemakaman Massal Korban Bencana gempa Palu, di perbukitan Kelurahan Poboya, Nur Hikmah sedang bersimpuh di atas tanah kering. Itu makam anak perempuannya yang jadi korban tsunami 28 September 2018 lalu sesaat setelah gempa magnitudo 7,4 mengguncang Palu.

Di atas makam orang tersayangnya itu, selain doa, ibu itu juga menceritakan banyak hal tentang dirinya setelah ditinggal sang anak. Kisahnya itu diiringi dengan air mata yang mengalir dan sulit terbendung. Semacam melepas rindu kepada orang yang lama tak dijumpainya. Ritus ziarah jelang Ramadan yang kali kedua dilakukannya di pekuburan massal itu.

Selain anak perempuannya, kakak, ponakan, dan ipar Nur juga dimakamkan di sini. Mereka semua jadi korban kala berjualan di tepi Pantai Talise, titik paling parah yang diterjang tsunami.

"Sebenarnya hari-hari biasa kalau rindu juga pasti ke sini (pemakaman). Hanya saja jelang Ramadan memang suasananya lain, lebih teringat almarhumah," kata Nur Hikmah, Senin (20/4/2020).

Di tempat yang sama, Adi dan istrinya juga menyempatkan sambang ke peristirahatan terakhir anggota keluarganya yang juga jadi korban tsunami. Dalam bencana itu dia kehilangan 12 anggota keluarganya yang pada saat itu berada di pesisir Teluk Palu.

Adi bercerita hingga saat ini tidak semua jenazah anggota keluarganya berhasil ditemukan. Meski begitu dia meyakini jenazah mereka telah dimakamkan bersama para korban lainnya di pemakaman massal itu. Sore itu usai berdoa, Adi menyegarkan makam dengan air dan potongan-potongan bunga.

"Sebagian keluarga sampai sekarang belum ditemukan, tapi kami sudah yakin dan ikhlas mereka juga di sini (TPM Poboya)," ujar Adi.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Nisan dan Jalan Ikhlas Keluarga Korban Bencana

Kompleks Tempat Pemakaman Massal (TPM) di Kelurahan Poboya. empat hari jelang Ramadan TPM ini mulai ramai dengan para peziarah, Senin (20/4/2020). (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Baik Nur Hikmah maupun Adi pada akhirnya mengaku tenang setelah ikhlas merelakan orang-orang tersayangnya pergi walau sebagian dari anggota keluarga itu tidak pernah mereka lihat dan temukan dalam pencarian mereka. Jalan ikhlas juga ditempuh para keluarga korban bencana 28 September lainnya.

Ikhlas yang ditunjukkan Adi dan Nur Hikmah dengan membuat nisan sebagai tanda makam keluarga mereka, walaupun tidak diketahui pasti di mana titik kuburan jenazah keluarga mereka di TPM Poboya.

"Dikuburnya secara massal jadi kita tidak tahu lokasi pastinya, tapi kita tetap pasang nisan di sini supaya ada tempat yang didatangi kalau rindu, juga untuk mengirim doa," Nur Hikmah menuturkan.

Berdasarkan Dokumen Laporan Gubernur Sulteng per tanggal 16 September 2019 lalu, tercatat jumlah korban jiwa akibat gempa Palu sebanyak 4.845 yang berasal dari empat wilayah terdampak; Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Dari jumlah itu sebanyak 1.016 dimakamkan massal di TPM Poboya yang ditetapkan sebagai makam khusus korban bencana.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya