Liputan6.com, Pyongyang - Nama Kim Jong-un beberapa hari belakangan tengah jadi sorotan. Pemimpin Korea Utara (Korut) itu dikabarkan sakit keras, setelah menjalani serangkaian prosedur kardiovaskular untuk mengatasi masalah pada jantungnya.
Kendati demikian, media Korut terkesan bungkam perihal tersebut. Tak ada klarifikasi atau pemberitaan terkini terkait hal itu. Negeri tetangga, Korea Selatan pun mengecilkan laporan soal kesehatan Kim Jong-un.
Advertisement
Desas-desus yang beredar bahwa sang pemimpin Korea Utara sakit parah juga memicu spekulasi kekhawatiran atas kematiannya. Kepergian yang akan mengguncang kawasan itu.
Menurut sebuah laporan yang dikutip News.com.au, Kamis (23/4/2020), kematian Kim Jong-un dapat menyebabkan krisis pengungsi yang akan menarik AS, Korea Selatan dan mungkin sekutu lainnya.
Pertanyaan tentang kesehatan diktator Korut itu mengemuka setelah ketidakhadirannya dalam peringatan ulang tahun ke-108 kakeknya, pendiri Kerajaan Hermit Kim Il Sung. Peringatan yang digelar pada 15 April lalu.
Pada Rabu 21 April, media pemerintah Korea Utara hanya menerbitkan beberapa komentar masa lalu Kim Jong-un tanpa menyebutkan keberadaannya saat ini, New York Post melaporkan.
Sementara itu, saingannya, Korea Selatan memberitakan bahwa tiada perkembangan tidak biasa yang terdeteksi di Korea Utara.
"Tetapi bahkan jika orang nomor satu berusia 36 tahun yang dilaporkan obesitas itu hampir meninggal, ia memang memiliki masalah kesehatan dan kemungkinan berakhirnya pemerintahannya akan menciptakan kekacauan," kata para ahli kepada Military Times.
Sang Adik Jadi Penerus Takhta?
Meskipun Kim Jong-un tidak memiliki penerus atau pewaris yang disebutkan, adik perempuannya - pejabat senior partai berkuasa Kim Yo-jong - tampaknya merupakan kandidat yang paling mungkin untuk turun tangan.
Namun, beberapa ahli percaya bahwa kepemimpinan kolektif, yang dapat mengakhiri aturan dinasti keluarga, juga dapat dimungkinkan.
"Kurangnya ahli waris yang ditunjuk berarti akan ada kekacauan, penderitaan manusia, ketidakstabilan," kata pensiunan kepala operasi khusus Korea Selatan Letjen Chun In-bum kepada Military Times. "Ini berita buruk bagi semua orang."
David Maxwell, pensiunan kolonel Pasukan Khusus dan rekan senior di lembaga think tank Foundation for Defence of Democracies, mengatakan kepada outlet berita itu bahwa reaksi militer Amerika dan Korea Selatan terhadap pergolakan semacam itu dapat membutuhkan upaya yang “akan membuat Afghanistan dan Irak terlihat lemah. "
"Tidak diketahui apakah Kim Jong-un telah menunjuk pengganti," kata Maxwell. "Kita dapat berspekulasi bahwa mungkin saudara perempuannya Kim Yo-jong telah ditunjuk sebagai penggantinya berdasarkan promosi terakhirnya dan fakta bahwa dia telah mulai membuat pernyataan resmi atas namanya mulai bulan lalu."
Tetapi tidak diketahui, ia menambahkan, "apakah seorang wanita, meskipun menjadi bagian dari garis keturunan Paektu bisa menjadi pemimpin rezim keluarga Kim."
Advertisement
Runtuhnya Rezim, Bencana
Kurangnya penerus yang jelas dapat menyebabkan keruntuhan rezim yang harus dihadapi AS dan Korea Selatan untuk ditangani, kata Maxwell. Ia menambahkan bahwa perencana militer, termasuk dirinya sendiri, telah lama memberi pengarahan kepada para pemimpin senior tentang apa yang bisa terjadi.
Ada "bencana kemanusiaan yang akan terungkap di Korea Utara," menambah pergolakan yang ditimbulkan oleh pandemi Virus Corona COVID-19, Maxwell mengatakan kepada Military Times.