Peneliti Italia Laporkan Kondisi Langka yang Sebabkan Pasien COVID-19 Lumpuh Sesaat

Para dokter di Italia mengungkapkan adanya komplikasi langkah dari COVID-19 berupa kelumpuhan akibat sindrom Guillain-Barre

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Apr 2020, 13:00 WIB
Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (kuning) muncul dari permukaan sel (biru/pink) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Liputan6.com, Jakarta Penelitian seputar infeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 masih terus dilakukan. Termasuk melihat gejala yang paling parah yang bisa ditemukan para ilmuwan.

Baru-baru ini, ilmuwan dari Mondino Foundation di Italia menemukan beberapa pasien COVID-19 mengalami efek samping langka yang menyebabkan kelumpuhan pada mereka, sindrom Guillain-Barre.

Sindrom Guillain-Barre merupakan kondisi langka nan serius serta bisa mempengaruhi saraf, menyebabkan mati rasa, kelemahan, nyeri pada kaki, tangan dan anggota badan.

Dikutip dari Mirror pada Kamis (23/4/2020), penelitian ini dilakukan sejak 28 Februari hingga 21 Maret di tiga rumah sakit di Italia utara.

"Kami memeriksa lima pasien yang menderita sindrom Guillain-Barre setelah timbulnya penyakit virus corona (COVID-19), penyakit yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)," tulis para peneliti seperti dikutip dari laman The New England Journal of Medicine (NEJM).

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini


Gejala pada Pasien

Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Para peneliti mengatakan, gejala yang terlihat pada empat pasien termasuk rasa lemah pada tungkai bawah, parestesia atau kesemutan, serta salah satu pasien mengalami kelumpuhan wajah dan kesulitan bicara secara normal.

"Interval antara timbulnya gejala COVID-19 dan gejala pertama sindrom Guillain-Barre berkisar antara 5 hingga 10 hari," kata para peneliti yang dipimpin oleh Dr. Gianpalo Toscano dalam NEJM.

Dalam laporannya, empat dari pasien yang mengalami kondisi tersebut dinyatakan positif SARS-CoV-2 lewat tes nasofaring. Sementara satu orang lain dinyatakan negatif dengan tes nasofaring, namun positif COVID-19 lewat tes serologis.


Terjadi pada Gejala Virus Lain

Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (oranye) muncul dari permukaan sel (hijau) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Semua pasien dirawat dengan intravenous immune globulin (IVIG) dengan satu orang juga mendapatkan pertukaran plasma.

"Pada 4 minggu setelah perawatan, dua pasien tetap di unit perawatan intensif dan menerima ventilasi mekanik, dua sedang menjalani terapi fisik karena flaccid paraplegia dan mengalami gerakan tungkai atas minimal, dan satu dikeluarkan serta mampu berjalan sendiri," tulis para dokter.

National Health Service di Inggris menjelaskan bahwa biasanya sistem kekebalan akan menyerang kuman yang masuk ke dalam tubuh. Namun, pada orang-orang dengan sindrom tersebut, ada suatu kesalahan yang membuat imunitas salah menyerang dan malah merusak saraf.

"Tidak jelas mengapa ini terjadi, tetapi kondisinya sering terjadi setelah infeksi, terutama infeksi saluran udara seperti flu atau infeksi sistem pencernaan seperti keracunan makanan atau gangguan perut (gastroenteritis)," kata NHS.

Para peneliti menjelaskan, sindrom semacam ini juga terlihat pada pasien dengan infeksi virus lain seperti Zika.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya