Potensi Tsunami Terdeteksi Mengancam Ibu Kota Baru Indonesia

Para ilmuwan telah mengidentifikasi potensi risiko tsunami di wilayah ibu kota baru Indonesia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 23 Apr 2020, 14:43 WIB
Sejumlah siswa mencari lokasi calon ibu kota baru pada peta saat kegiatan belajar bertema wawasan Nusantara di SDN Menteng 02, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Kegiatan belajar wawasan Nusantara itu memberitahukan lokasi pemindahan ibu kota RI dari Jakarta ke Kalimantan Timur.(merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Indonesia akan memindahkan ibu kotanya dari Jakarta ke Kalimantan. Pusat administrasi baru akan dibangun di dua kabupaten - Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara - di provinsi Kalimantan Timur, dekat dengan kota Balikpapan dan Samarinda.

Namun, para ilmuwan kabarnya baru saja mengidentifikasi potensi risiko tsunami di wilayah ibu kota baru Indonesia itu. Para peneliti itu sebelumnya memetakan bukti beberapa tanah longsor kuno bawah air di Selat Makassar, antara pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Jika tsunami terbesar terjadi di era ini, akan menghasilkan gelombang yang mampu menggenangi Teluk Balikpapan - daerah yang dekat dengan ibu kota baru yang diusulkan Presiden Jokowi.

Tetapi tim peneliti internasional memperingatkan agar tak bereaksi berlebihan atas potensi tsunami tersebut.

"Kami masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menilai situasi dengan tepat. Artinya, ini adalah sesuatu yang mungkin harus pemerintah Indonesia masukkan dalam daftar risiko di suatu tempat - bahkan jika kita hanya berbicara tentang peristiwa 'frekuensi rendah, dampak tinggi'," kata Dr Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University, Inggris seperti dikutip dari BBC, Kamis (23/4/2020).

Tim peneliti Inggris-Indonesia menggunakan data seismik untuk menyelidiki sedimen dan strukturnya di dasar laut Makassar.

Survei tersebut mengungkapkan 19 zona berbeda di sepanjang selat tempat lumpur, pasir, dan lanau (kepingan atau butiran batu yang lebih kecil daripada pasir halus) jatuh ke lereng yang lebih dalam.

Beberapa longsoran di antaranya memiliki ratusan kilometer kubik material - volume yang lebih dari mampu mengganggu kolom air, dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.

"Tanah longsor ini - atau mass transport deposits (MTDs)- cukup mudah dikenali dalam data seismik," jelas Dr Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen selaku penulis utama di makalah yang menggambarkan penelitian.

"Mereka berbentuk seperti lensa dan sedimen di dalamnya kacau-balau; mereka bukan lapisan datar, teratur, seperti jalur yang Anda harapkan akan ditemukan. Saya memetakan 19 kemungkinan, tetapi itu dibatasi oleh resolusi data. Mungkin masih akan ada yang lainnya, peristiwa kecil yang tidak bisa saya lihat," katanya kepada BBC News.

Semua MTD berada di sisi barat saluran (3.000 m) yang dalam dan melintasi Selat Makassar. Sebagian besar berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam di Pulau Kalimantan, yang mengeluarkan sesuatu berjumlah hingga jutaan meter kubik sedimen setiap tahun.

Tim peneliti berpikir material tersebut diambil oleh arus di selat dan kemudian dibuang di tempat yang lebih dangkal dari dasar laut jatuh jauh ke kedalaman.

Tumpukan sedimen curam yang terpahat dari waktu ke waktu akhirnya runtuh ke lereng, mungkin dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat. Inilah potensi tsunami yang diprediksi terjadi di Indonesia.

Saksikan juga Video Berikut Ini:


Tanah Longsor Bawah Laut Sulit Diprediksi

Ilustrasi dasar laut (iStock)

Apa yang tidak bisa dikatakan tim peneliti saat ini adalah tanah longsor bawah laut. Perkiraan terbaik mereka dalam periode geologi saat ini, kemungkinan terjadi dalam kurun 2,6 juta tahun terakhir.

Core yang diekstraksi dari MTD dapat lebih membatasi prediksi usia dan frekuensi runtuhnya lereng. Pendanaan untuk meneliti hal tersebut tengah dilakukan.

Tim peneliti juga berencana untuk mengunjungi daerah pesisir Kalimantan untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba, untuk memodelkan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai.

Ben Sapiie, dari Institut Teknologi Bandung di Indonesia, mengatakan: "Penelitian ini memperkaya pengetahuan masyarakat geologi dan geofisika Indonesia tentang bahaya sedimentasi dan tanah longsor di Selat Makassar. Masa depan penelitian ilmu Bumi menggunakan pendekatan terintegrasi, multi-ilmiah dengan kolaborasi pihak internasional. ".

Dalam tim tersebut, Prof Dan Parsons adalah direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull. Kelompoknya juga mempelajari tanah longsor bawah laut di seluruh dunia.

Dia mengatakan kepada BBC News: "Yang menarik di sini adalah bagaimana sedimen ini sedang bekerja kembali dan menumpuk dari waktu ke waktu di Selata Makassar oleh arus laut.

"Sedimen ini menumpuk dan kemudian runtuh ketika tidak stabil. Yang jadi kuncinya kemudian adalah mengidentifikasi titik kritis, atau pemicu, yang menghasilkan keruntuhan. Kami telah melakukan pekerjaan serupa di fjord, menjelajahi beberapa pemicu, magnitudo, dan besarnya frekuensi reruntuhan yang bisa terjadi.

"Reruntuhan terbesar dan tsunami terbesar kemungkinan akan terjadi ketika tingkat pengiriman sedimen sangat tinggi tetapi pemicunya jarang terjadi, sehingga ketika reruntuhan terjadi hasilnya sangat besar."


Dua Tsunami Besar Pernah Terjadi di Indonesia

Ilustrasi (iStock)

Indonesia sebelumnya pernah mengalami dua peristiwa tsunami yang disebabkan oleh tanah longsor pada tahun 2018 - ketika sisi gunung berapi Anak Krakatau runtuh. Lainnya adalah gempa memicu longsor lereng di Teluk Palu, Sulawesi.

Jadi, muncul kewaspadaan bahwa tsunami bisa terjadi dari sumber selain gempa megathrust dasar laut seperti yang terjadi di Sumatra pada tahun 2004 -- yang mendatangkan malapetaka di sekitar Samudera Hindia.

Studi dasar laut ini telah diterbitkan oleh Geological Society of London.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya