Libatkan Putra Mahkota Arab Saudi, Penjualan Newcastle United Memicu Penolakan

Rencana Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengakuisisi kepemilikan klub Premier League, Newcastle United menuai resistensi dari berbagai pihak.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 23 Apr 2020, 21:00 WIB
Newcastle United. (AFP/Lindsey Parnaby)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengakuisisi kepemilikan klub Premier League, Newcastle United menuai resistensi dari sejumlah pihak. Setelah organisasi hak azasi manusia Amnesti Internasional, jaringan televisi berbayar BeiN Sport juga menunjukkan sikap yang sama.

CEO beIN, Yousef Al-Obaidly telah mengirim surat kepada Newcastle dan Premier League. Dia meminta kedua pihak mempertimbangkan sikap pemerintah Arab Saudi yang menurutnya seakan tutup mata akan pembajakan tayangan Liga Inggris yang dilakukan oleh salah satu stasiun televisi di sana. 

"Mengingat sikap pemerintah Arab Saudi dalam tiga tahun terakhir yang memfasilitasi pembajakan tayangan Premier League--dan memangkas pendapatan klub Anda-lewat dukungan pemerintah terhadap siaran bajakan beoutQ, saya sangat menyarankan agar Anda benar-benar menanyakan hal ini dan meminta Premier League untuk melakukan hal yang sama," ujar Al-Obaidly dilansir dari Marca.

Selain itu Al-Obaidly juga meminta Liga Premier untuk menyelidiki secara detail calon pembeli Newcastle United. "Termasuk semua direktur, petugas, dan perwakilan lainnya dari KSA PIF atau entitas Arab Saudi lainnya yang terlibat atau menyediakan pembiayaan untuk akuisisi," tulisnya. 

"Tampaknya ada beberapa alasan mengapa penyelidikan seperti itu diminta oleh pihak lain; namun permintaan kami murni didasarkan pada pembajakan yang dilakukan Arab Saudi di masa lalu dan saat ini atas hak kekayaan intelektual klub Anda dan anggota Anda," ujar Al-Obaidly dalam suratnya. 

 

 


Sikap Amnesty International

Foto Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang dibunuh di Istanbul (AP/Jacquelyn Martin)

Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Amnesty International. Mereka menyoroti pelanggaran HAM dilakukan pemerintah Arab Saudi dan menganggap pembelian Newcastle sebagai pencitraan. 

Salah satu kasus terbaru yang disorot adalah keterlibatan pemerintah Arab Saudi dalam pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi di Turki, 2 Oktober 2018 lalu.

"Selama pertanyaan-pertanyaan ini tetap tidak terselesaikan, Liga Premier menempatkan dirinya pada risiko menjadi bagian dari mereka yang ingin menggunakan kemewahan dan prestise sepakbola Liga Premier untuk menutupi tindakan yang sangat tidak bermoral, melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan nilai-nilai Liga Premier dan komunitas sepakbola global, " kata mereka.

 


Newcastle Calon Kaya Raya

Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman. (Dan Kitwood/Pool via AP)

Proses pembelian Newcastle United dari tangan pemilik sebelumnya, Mike Ashley memang melibatkan banyak pihak. Salah satunya adalah pengusaha asal Inggris, Amanda Staveley dari PCP Capital Partners. Staveley tidak bergerak sendiri. Wanita 47 tahun itu juga disebut-sebut mendapat dukungan dana dari Badan Pendanaan Investasi Publik, Arab Saudi yang diberikan lewat grup konsorsium.   

Pembelian ini nantinya akan memungkinkan Mohammed bin Salman menguasai sekitar 80 persen saham The Magpies. Sementara Yasir El-Rumayyan, salah satu sosok yang paling berpengaruh pada keluarga kerajaan rencananya bakal ditempatkan sebagai pemimpin baru The Magpies.

Newcastle United sendiri akhirnya dilepas dengan harga 300 miliar pound sterling. Angka ini mengalahkan pembelian Manchesetr City sebesar 260 juta pounds yang dilakukan Sheikh Mansour 2008 lalu. Saat itu, pengusaha Staveley juga berada di balik proses negosiasi The Citizens. 

Dengan dukungan dana yang besar, Newcastle pun digadang-gadang menjadi salah satu tim super kaya di Liga Inggris. Suntikan dana seperti yang diterima Manchester City sebelumnya bakal memberi perubahan bagi kekuatan The Magpies dengan kehadiran pemain-pemain bintang ke depannya.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya