Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengakui memang keputusan melarang mudik memang merupakan keputusan yang sulit untuk diambil pemerintah. Namun, tetap harus dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Ini memang pilihan yang sulit. Kita memahami langkah pemerintah dalam menahan lajunya penyebaran Covid-19 dengan mengeluarkan larangan mudik,” ujar dia kepada Merdeka.com, Kamis (23/4).
Advertisement
Dia pun meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib perusahaan yang terdampak kebijakan tersebut agar tidak merugi atau malah gulung tikar. Para pekerja seperti sopir hingga kondektur pun harus dipikirkan nasibnya. Sebab ketika angkutan umum berhenti beroperasi, mereka juga ikut kehilangan sumber penghasilan.
“Terkait perusahaan angkutan kami menyarankan kalau pemerintah punya kemampuan keuangan memang sebaiknya ada insentif khusus, baik kepada sopir yang terdampak kehilangan pekerjaan maupun perusahaan angkutan yang terpaksa berhenti beroperasi dengan adanya larangan mudik. Terkait bentuk bantuannya kami menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan pemerintah,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyampaikan larangan mudik sangat memberatkan bagi pengusaha angkutan umum darat, yakni bus antarkota antarprovinsi (AKAP), antar-jemput antarprovinsi (AJAP) atau travel, bus pariwisata, dan taksi reguler. Juga sebagian angkutan perairan.
“Berikanlah bantuan insentif dan kompensasi bagi pengusaha dan pekerja transportasinya. Tujuannya, agar tidak ada satupun perusahaan angkutan umum yang gulung tikar nantinya. Yang rugi juga kelak pemerintah jika banyak perusahaan angkutan umum yang gulung tikar,” ungkapnya.
Beri Keringanan Angsuran
Dukungan yang dapat diberikan pemerintah kepada perusahaan angkutan, sebut dia, misalnya dengan merevisi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang memberikan debitur untuk keringanan membayar angsuran dengan plafon hingga Rp10 miliar.
“Jangan dibatasi nilai hingga Rp 10 miliar, dihilangkan saja batasan itu, supaya pengusaha angkutan umum mendapat insentif penundaan pembayaran pinjaman. Juga penundaan membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” ujar Djoko.
Sementara pekerja transportasi, seperti pengemudi dan kenek perlu mendapatkan kompensasi dari pemerintah sebagai bentuk kehadiran negara melindungi pekerja transportasi.
“Sudah dialokasi mendapat Rp 600 ribu per bulan selama 3 bulan melalui Kepolisian RI. Agar data penerima tepat sasaran, para Kasat Lantas di Polres sebagai pelaksana terendah dapat bekerja sama dengan Organda Kabupaten/Kota untuk mendapatkan data pengemudi angkutan umum di daerahnya,” ungkap dia.
“Di samping itu, untuk mengantar bantuan sembako bagi warga kurang mampu, pemerintah tidak hanya menggandeng perusahaan transportasi online, dapat pula melibatkan organda. Supaya pengusaha angkutan darat juga memperoleh penghasilan untuk keberlangsungan hidupnya,” tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement