Peneliti Oxford Mulai Lakukan Uji Vaksin COVID-19 pada Manusia

Tim dari Oxford University, Inggris mengatakan telah memulai uji klinis vaksin eksperimental COVID-19 pada manusia

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Apr 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan di Oxford University, Inggris mengumumkan bahwa mereka telah memulai studi pertama vaksin eksperimental COVID-19 pada manusia.

Mereka berharap, vaksin COVID-19 akan siap sebanyak satu juta dosis untuk digunakan pada bulan September tahun ini.

Vaksin ini disebut ChaAdOx1 nCoV-19 (disebut juga Chaddox-one) dan dibuat dari virus simpanse yang tidak berbahaya dan telah direkaya secara genetika untuk membawa bagian dari virus corona. Teknik ini telah terbukti menghasilkan respon imun yang kuat pada penyakit lain.

Profesor Adrian Hill, kepala dari Jenner Institute di Oxford University mengatakan bahwa dunia tidak bisa menunggu vaksin yang terbukti aman dan efektif dengan uji coba yang tertunda selama berbulan-bulan sebelum produksinya dimulai.

"Sementara uji coba itu berlangsung, kita harus mulai manufaktur, manufaktur yang berisiko karena jika vaksin gagal tidak ada yang mau mengambil dosisnya," kata Hill seperti dikutip dari Sky News pada Jumat (24/2/2020).

Simak juga Video Menarik Berikut Ini


Yakini 80 Persen Peluang Sukses

Ilustrasi penelitian. (iStockphoto)

Hill mengatakan kesiapan Oxford dalam memproduksi vaksin meski uji cobanya masih berlangsung mungkin menimbulkan pertanyaan. Namun menurutnya, bukan berarti itu tidak mungkin terjadi.

Para ilmuwan di sana mengatakan setidaknya ada 80 persen peluang untuk sukses. Jika hasilnya positif, maka ratusan juta dosis bisa siap di akhir tahun.

Dalam laman resminya, Oxford mengungkapkan uji coba pada para relawan sudah dimulai pada Kamis kemarin waktu setempat. Sekitar 1.110 orang disebut mengambil bagian dalam tes ini.

Setengah dari mereka akan menerima vaksin COVID-19 dan setengah dari mereka yang merupakan kelompok kontrol, akan mendapatkan vaksin meningitis.

Mereka mengatakan, peserta berusia 18 hingga 55 tahun, sehat, dan berada pada satu wilayah perekrutan. Sukarelawan ini juga tidak boleh positif COVID-19, hamil, akan hamil, menyusui selama masa studi, atau telah melakukan tes vaksin adenoviral atau menerima vaksin virus corona lainn sebelumnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya