Menguak Misteri Dome Sangiran

Fakultas Geografi UGM angkatan 2011 mengadakan Kuliah Kerja Lapangan 1 yang bertemakan pengenalan bentang lahan Jawa Tengah.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Jul 2012, 15:31 WIB
Citizen6, Gunung Kidul: Fakultas Geografi UGM angkatan 2011 mengadakan Kuliah Kerja Lapangan 1 yang bertemakan pengenalan bentang lahan Jawa Tengah. Pada KKL 1 ini Jawa Tengah dibagi menjadi menjadi tiga zona yaitu zona selatan, zona tengah, dan juga zona utara. Zona selatan Pulau Jawa Tengah lebih didominasi bentukan lahan asal proses struktural patahan dan juga proses solusional yang terdapat di daerah Gunung Kidul.

Zona tengah Pulau Jawa Tengah lebih didominasi bentukan lahan asal proses volkanik dan fluvial. Lalu zona utara Pulau Jawa lebih didominasi bentukan lahan asal proses struktural lipatan. Setiap zona memiliki karakteristik, potensi, dan permasalahan yang berbeda-beda oleh karenanya perlu perlakuan dan manajemen yang berbeda. Dome sangiran yang merupakan zona transisi antara zona selatan dengan zona tengah pulau jawa bagian tengah ini sangat menarik bila dikaji lebih dalam. Sangiran sendiri merupakan sebuah daerah yang terletak di kaki Gunung Lawu,di daerah ini terdapat banyak kubah yang diakibatkan karena adanya proses lipatan.

Kubah sangiran ini memiliki bentukan lahan asal proses struktural lipatan dan proses diapirisme yang mengakibatkan adanya lipatan yang menekan (lokal). Hal ini dikarenakan karena adanya dorongan tektonik atau tekanan morfologi yang besar di sekitarnya. Gunung Api Lawu yang menekan ke utara, lalu di utara terdapat perbukitan rembang, sehingga ada tekanan ke selatan. Karena saling menekan inilah mengakibatkan adanya lipatan di antara gunung dan pegunungan tersebut.

Karakteristik batuannya adalah lempung yang elastik maka terjadilah lipatan, terbentuklah dome sangiran (kubah sangiran) ini. Tetapi lama - kelamaan terjadi erosi yang disebabkan oleh air hujan dan sungai pada bagian puncak kubah tersebut. Yang mengakibatkan terbukanya lapisan batuan yang banyak meninggalkan fosil, contohnya yang paling terkenal ialah manusia Jawa Purba (Homo Erectus) yang hidup pada Kala Pleistosen Awal dan Pleistosen Tengah, dan mungkin juga pada Pelistosen Akhir.

Setelah mengunjungi Kubah Sangiran langsung menuju Museum Sangiran. Di dalam museum ini berisikan informasi tentang awal mula terbentuknya bumi dan macam - macam fosil yang terdapat di kubah sangiran. Foil fosil di museum ini antara lain fosil manusia purba, fosil gajah purba (sejenis mammoth), fosil buaya purba. Selain itu juga terdapat peralatan - peralatan peninggalan manusia purba seperti mata kapak,batu untuk membuat api, dan sebagainya.

Lokasi di sangiran ini di alokasikan sebagai cagar budaya (kawasan lindung) karena keunikan proses geologi yang spesifik, tetapi masyarakat sekitar masih melakukan pembangunan di sekitar lokasi ini. Adanya jual beli fosil yang dilakukan masyarakat sekitar juga menjadi masalah yang sangat fatal. Dikarenakan fosil di sangiran ini merupakan fosil dengan jumlah yang mewakili 65 persen dari seluruh fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan merupakan 50 persen dari jumlah fosil sejenis yang ditemukan di dunia.

Oleh karenanya fosil - fosil ini amatlah langka. Di sekitar lokasi masih banyak lahan pertanian yang seharusnya menjadi lahan konservasi, pertanian di daerah ini menanam tanaman musiman karena sulitnya mendapatkan air pada musim kemarau. Pada musim kemarau tanah di daerah ini terlihat retak - retak dan pada saat musim hujan mengalami genangan dikarenakan karakteristik tanahnya lempung yang sulit untuk menyimpan air. (Pengirim: Dony Octa Setyawan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya