Mudik Dilarang, 1,5 Juta Awak Bus Terancam Dirumahkan dan Tak Dapat THR

Saat ini, awak bus terpaksa bekerja bergiliran. Sebagian juga dirumahkan hingga waktu yang belum bisa ditentukan.

oleh Athika Rahma diperbarui 24 Apr 2020, 15:15 WIB
Sejumlah calon pemudik bersiap memasuki bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Terminal Kampung Rambutan masih melayani penumpang menjelang pelarangan mudik Lebaran 2020 guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19 pada Jumat 24 April mendatang. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi melarang mudik mulai Jumat 24 April 2020. Keputusan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Meskipun tujuannya sangat baik, tetapi ada beberapa dampak negatif dari keputusan tersebut. 

Akibat mudik dilarang, beberapa sektor bisnis terancam ambruk. Salah satunya adalah angkutan umum darat.

Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyatakan, kebijakan pelarangan mudik ini membuat kurang lebih 1,5 juta sopir dan awak bus dirumahkan.

"Kalau begini ceritanya, total data yang kami miliki, itu di seluruh Indonesia pengemudi dan awak kendaraan ada 1,5 juta jiwa yang terancam dirumahkan," kata Ateng saat dihubungi, Jumat (24/4/2020).

Saat ini pengusaha bus tengah berjuang di tengah penurunan omzet akibat okupansi yang hanya 10 persen saja karena adanya kebijakan social distancing. Dengan adanya pelarangan mudik maka mau tidak mau kegiatan akan berhenti total.

Saat ini, awak bus terpaksa bekerja bergiliran. Sebagian juga dirumahkan hingga waktu yang belum bisa ditentukan.

Salah satu perusahaan bus yaitu PO Safari Dharma Raya telah mengalami hal tersebut. Business Development PO Safari Dharma Raya, Marissa Leviani, menyatakan bahwa tingkat keterisian bus hanya 5 hingga 10 persen saja.

"Kita tinggal 5 sampai 10 persen saja. Jatuh. Kita enggak gerak sama sekali. Seminggu saja paling 2-3 kali, kadang cuma 1 dari Jakarta, 1 dari sini, lalu besoknya enggak ada keberangkatan," kata Marissa saat dihubungi.

Omzet yang juga turun 95 persen membuat perusahaan tertatih-tatih dalam membayar gaji karyawan, apalagi THR.

"Kalau THR, ya, sekarang mau nggak mau, nggak mungkin dbagikan karena memang kondisinya begini," kata Marissa.

Pihaknya pun hanya bisa pasrah menerima kebijakan pelarangan mudik tersebut. Ia berharap pemerintah juga memberi dukungan kepada perusahaan dan awak bus yang terdampak.

"Kalau sampai lebaran Corona belum reda, ngeri kalau saya bilang. Karena kita enggak ada pergerakan. Kita cuma berharap pemerintah bisa beri support, kan pajak juga jalan terus, karyawan banyak, pengen gaji juga bank tidak memberi pinjaman. Harapannya, karyawan kita bisa disupport, kan ada data BPJS, diharapkan bisa menggunakan itu," ujarnya.


Isi Lengkap Aturan Kemenhub Soal Larangan Mudik Gunakan Transportasi Umum

Sejumlah bus antar kota antar provinsi berjejer menunggu untuk mengangkut penumpang untuk pulang kampung di Terminal Pulogebang, Jakarta, Sabtu (9/6). Diperkirakan akan terjadi lonjakan arus mudik pada H-3 atau H-2 lebaran. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Pemerintah resmi melarang mudik warganya mulai hari ini, Jumat (24/4/2020) per pukul 00.00 WIB. Peraturan soal pelarangan mudik ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020 (Permenhub 25/2020).

Dalam Permenhub yang telah ditetapkan per 23 April 2020 tersebut, tertulis dengan rinci mengenai larangan operasional angkutan umum darat, laut dan udara.

"Pengendalian transportasi selama masa mudik idul fitri tahun 1441 Hijriah dalam rangka pencegahan penyebaran corona virus disease 2019 (covid-19) dilakukan melalui larangan sementara penggunaan sarana transportasi," demikian bunyi pasal 1 ayat 1 Permenhub 25/2020, sebagaimana ditulis Jumat (24/4/2020).

Pengendalian transportasi berlaku untuk moda di darat, laut, udara dan perkeretaapian, dimulai pada tanggal 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020.

Untuk moda transportasi darat yang dimaksud adalah kendaraan bermotor umum dengan jenis mobil bus dan mobil penumpang, kendaraan bermotor perseorangan dengan jenis mobil penumpang, mobil bus, dan sepeda motor, lalu kapal angkutan penyeberangan dan kapal angkutan sungai dan danau.

Untuk moda kereta api yang dimaksud ialah perjalanan kereta api antara kota, kereta api perkotaan dan kereta api luar biasa.

Untuk transportasi laut, yang dimaksud ialah kapal penumpang untuk mudik dalam satu wilayah provinsi, kabupaten, atau kecamatan yang menerapkan PSBB dan pelayaran antarprovinsi, kabupaten, atau kecamatan dengan ketentuan pelabuhan asal, singgah, atau tujuan yang menerapkan PSBB. Sementara transportasi udara yang dimaksud adalah pesawat terbang.

Secara garis besar, moda transportasi ini tidak diperbolehkan mengangkut penumpang kecuali dengan beberapa kondisi. Di moda transportasi udara, yang diperbolehkan terbang hanya pemimpin negara, tamu negara, perwakilan organisasi internasional, WNI yang bekerja di luar negeri (pemulangan) serta penegak hukum, ketertiban dan darurat yang harus menggunakan moda transportasi udara untuk menjalankan tugasnya.

 


Moda Laut

Fasilitas garbarata sebagai jalur masuk utama bagi calon penumpang kapal penyeberangan eksekutif di Pelabuhan Eksekutif Sosoro, Merak, Banten, Minggu (2/6/2019). Tarif kapal penyeberangan eksekutif sebesar Rp 50 ribu untuk dewasa dan Rp 34 ribu bagi anak-anak. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Begitu juga dengan moda laut yang hanya memperbolehkan mengangkut penumpang untuk pemulangan ABK, pekerja migran serta petugas khusus seperti TNI dan Polri. Angkutan laut juga masih diizinkan beroperasi untuk rute rutin non-mudik antar pulau dengan catatan satu wilayah tidak menerapkan PSBB.

Lebih penting, seluruh angkutan umum beroperasi penuh untuk mengangkut logistik dan kebutuhan esensial lainnya, seperti suplai alat kesehatan dan atau barang penting lainnya. Mengacu pada Permenhub 25/2020, larangan operasional secara komersil untuk seluruh moda berlaku hingga 31 Mei 2020.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya