Liputan6.com, Jakarta Soal sahkah berpuasa saat sedang dalam keadaan junub sering jadi pertanyaan di bulan Ramadan. Sebab, kadang-kadang terjadi lambat mandi saat azan Subuh telah berkumandang. Bisa juga ia terbangun dari tidur dalam keadaan junub. Tentang ini, Nabi Muhammad telah memberikan contoh.
Nabi Muhammad menjadi tempat bertanya bagi para sahabatnya jika mereka menemukan hal-hal yang musykil terkait dengan ajaran agama Islam. Salah satu persoalan yang mengganjal hati seorang sahabatnya, sehingga dia menanyakan langsung kepada Nabi Muhammad, adalah puasa bagi orang yang sedang junub atau berhadas besar karena keluar mani atau berhubungan badan.
Advertisement
Suatu ketika, Nabi Muhammad sedang berada di rumah Sayyidina Aisyah. Tiba-tiba, ada salah seorang sahabat beliau yang mengetuk pintu. Nabi Muhammad kemudian langsung keluar dan menemui tamunya itu. Semula sahabat tersebut sedikit sungkan untuk mengungkapkan persoalannya karena tahu Sayyidah Aisyah sedang di dalam. Dia malu jika Ummahatul Mukminin itu sampai mendengar dan tahu persoalannya itu.
Setelah menenangkan mentalnya, sahabat tersebut lantas menyampaikan permasalahannya kepada Nabi Muhammad dengan suara yang agak pelan. Katanya, persoalan tersebut sebetulnya sudah terjadi pada bulan Ramadan yang belum lama berlalu. Namun, kasus tersebut terus membuatnya gelisah dan resah hingga waktu itu.
Sahabat tersebut kemudian menceritakan jika pada bulan Ramadan lalu dia sedang junub. Entah tidak sempat atau lupa atau tidak cukup waktunya, dia belum mandi besar. Sementara waktu salat Subuh sudah masuk. Katanya, apakah berpuasa dalam keadaan junub seperti itu diperbolehkan?
Saksikan video menarik berikut ini:
Jawaban Nabi Muhammad
Dilansir dari nu.or.id, Nabi Muhammad berkata, “Wahai sahabatku, engkau tidak usah gelisah. Aku pun pernah mengalami kejadian serupa yang engkau alami itu. Engkau tak usah ragu, puasamu tidak batal. Aku saat itu tetap berpuasa meski dalam keadaan,” jawab Nabi Muhammad, dikutip buku Pesona Ibadah Nabi (Ahmad Rofi’ Usmani, 2015).
Sahabat tersebut ‘tidak langsung menerima jawaban Nabi Muhammad. Dia tidak puas. Katanya, dirinya dengan Nabi Muhammad berbeda, tidak sama. Nabi Muhammad adalah seorang Rasul Allah. Dosa-dosanya, baik di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan pasti diampuni Allah, sementara dirinya adalah hamba biasa.
“Sahabatku! Sungguh aku selalu berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan menjadi orang yang paling mengetahui cara-cara bertakwa,” ujar Nabi Muhammad.
Begitulah jawaban Nabi Muhammad saat adalah salah seorang sahabatnya yang meminta jawaban atas puasa bagi orang junub. Beliau menegaskan bahwa puasa bagi orang junub tetap sah, tidak batal, karena Beliau sendiri juga pernah mengalami kasus yang sama.
Dalam salah satu hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Ummu Salamah berkata, “Rasulullah di saat Subuh dalam keadaan junub setelah bersetubuh, bukan karena mimpi. Beliau tidak membatalkan puasanya dan tidak mengqadhanya.
Menurut keterangan Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam, dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang sedang junub boleh menunda mandi besar hingga waktu setelah terbit fajar. Kendati demikian, yang lebih utama adalah menyegerakan mandi sebelum waktu Subuh tiba.
“Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313). Penulis: A Muchlishon RochmatSumber : Nu Online
Advertisement