Liputan6.com, Jakarta - Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya Ruky, menjelaskan terkait komisi dari biaya pelatihan yang ditawarkan lembaga kursus kepada marketplace. Menurutnya, hal tersebut wajar-wajar saja.
"Komisi yang wajar, karena mereka menyediakan layanan marketplace kepada lembaga pelatihan. Jadi lembaga pelatihan yang menggunakan jasa tersebut, sehinggga informasinya tentang lembaga pelathan dan jenis pelatihannya, itu semua terpampang kepada seluruh masyarakat umum atau juga kepada peserta," jelas Panji, Senin (27/4/2020).
Advertisement
Panji juga menjelaskan, salah satu yang menjadi permasalahan sebelumnya adalah penyebaran informasi yang tidak memiliki klasifikasi. Sehingga masyarakat mengalami kesulitan untuk mengakses, misalnya persebaran informasi kebutuhan pasar kerja berdasarkan kriteria tertentu, atau jenis pelatihan apa yang sedang populer dan berapa kisaran harganya.
"Ini semua tersebar, bahkan tidak tersedia secara mudah bagi para peserta Prakerja, jadi kami menggunakan pasar digital untuk menyelesaikan masalah asimetri informasi, jadi dimana semua produsen kelihatan dengan gamblang, persaingan sehat, peserta bisa membandingkan, memilih, dan bahkan menguliti jenis konten maupun jenis lebaga pelatihan tersebut," beber Panji.
Selain itu, Panji juga menegaskan bahwa komisi yang dimaksudkan adalah murni transaksi antara pengguna dan penyedia jasa, dalam hal ini lembaga pelatihan yang menggunakan jasa dari marketplace untuk menjual paket pelatihan mereka.
"Atas layanan marketplace tersebut kepada produsennya yang memang menjual pelatihannya di situ, maka mereka ada komisi untuk layanan marketplace itu. Antara mereka, itu disepakati antara mereka. dan kami hanya melihat apakah layanan yang diberikan sesuai dengan Permenko dan PMK-nya," kata dia.
Kartu Prakerja Disebut Buang Anggaran, Ini Pembelaan Pemerintah
Sebelumnya, Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja menegaskan bahwa anggaran pelatihan sebesar Rp5,6 triliun untuk praserta kartu prakerja tidak secara cuma-cuma digelontorkan.
Pernyataan ini pun sekigus menjawab adanya anggapan dari berbagai pihak yang menyebut pemerintah hanya membuang-buang uang saja.
Direktur Kemitraan dan Komunikasi PMO Kartu Prakerja, Panji Winanteya Ruky menjelaskan dana sebesar Rp5,6 triliun benar-benar ditujukan untuk memberikan pelatihan yang bersertifikat dan kurikulum yang sesuai. Upaya itu dilakukan agar peserta atau tenaga kerja dapat lebih produktivitas.
"Saya tidak sependapat ini buang uang. Ini juga untuk pelatihan terstruktur. Disediakan lembaga pelatihan," kata dia dalam video conference di Jakarta, Senin (27/4).
Panji memahami memang saat ini kondisinya masyarakat membutuhkan bantuan langsung tunai dari pemerintah bukan sekedar pelatihan. Namun, pemerintah sudah menyediakan berbagai macam bentuk bantuan langsung tunai berupa PKH dan kartu sembako.
Sehingga dalam program kartu prakerja ini pemerintah mendesain sedemikian rupa. Artinya masyarakat tetap bisa mendapatkan insentif, namun harus mengikuti beberapa persyaratan yakni melalui program latihan sebagai bekal di dunia kerja.
"Untuk menambah makan, pendapatan, dia harus lebih produktif. Jadi tidak hanya makanan dan berpikir hari ini, tapi harus dikasih kail yang lebih mahir terampil modern sehingga makannya lebih banyak setelah ekonomi baik. Atau nambah kail baru yang disebut new skill. Mereka bisa belajar profesi baru," jelas dia.
Advertisement