Beragam Insentif Pajak yang Telah Dirilis Kemenkeu selama Pandemi Corona

Ada 2 kelompok besar insentif pajak, pertama adalah support untuk penanganan pencegahan Corona dan kedua adalah insentif pemulihan dunia usaha.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2020, 18:00 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan beberapa insentif pajak yang sudah dikeluarkan pemerintah selama masa pandemi virus Corona atau Covid-19. Adapun terdapat dua kelompok besar insentif, pertama adalah support pajak untuk penanganan pencegahan Corona Covid-19, dan kedua adalah insentif pemulihan pajak untuk dunia usaha.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, untuk kelompok yang pertama pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk insentif pajak penanganan covid-19. Diantaranya melalui PMK nomor 28 tahun 2020 dan PMK Nomor 34 tahun 2020.

"Khusus terkait dengan perpajakan, PMK 28 tahun 2020 ini memberikan pembebasan atas pemberian fasilitas terhadap barang-barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 ini," Papar Suryo dalam video conference di Jakarta, Senin (27/4/2020).

Di dalam PMK ini dijelaskan bahwa seluruh kelompok barang atau jasa seperti alat perlindungan diri dan obat-obatan yang diperlukan untuk menanggulangi wabah Covid-19 melalui pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.

Fasilitas diberikan kepada badan dan instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak-pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah Covid-19 atas impor, perolehan, dan pemanfaatan barang dan jasa.

Adapun barang yang diperlukan dalam penanganan wabah Covid-19 antara lain obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien, dan peralatan pendukung lainnya.

"Oleh karena itu dengan PMK atau Peraturan Menteri Keuangan nomor 28 ini diberikan fasilitas bahwa atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang tidak dipungut atas PPN yang terutang ditanggung pemerintah atau atas PPN yang terutang tidak dikenakan," jelas dia.

Selanjutnya, jasa yang diperlukan untuk penanganan wabah Covid-19 meliputi jasa konstruksi, jasa konsultasi, teknik, dan manajemen, jasa persewaan, dan jasa pendukung lainnya.

 


Pemotongan PPh

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Selain insentif PPN, sambung DJP, pemerintah juga memberikan pembebasan dari pemungutan atau pemotongan pajak penghasilan (PPh) untuk membantu percepatan penanganan wabah Covid-19 di Indonesia. Insentif itu berkaitan dengan PPh Pasal 22, PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 23.

"Demikian juga untuk pajak penghasilan ada beberapa jenis barang jenis jasa yang atas penjualannya atas pembayarannya wajib dipotong PPh pasal 21 kalau yang menyerahkan orang pribadi wajib dipotong pasal 22 apabila badan contoh kata BNPB tadi membeli barang ataupun dipotong PPh pasal 23," kata dia.

Kemudian terkait dengan PMK Nomor 34 tahun 2020 pemerintah memberikan kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19.

Kemenkeu menambah kemudahan dalam kegiatan impor yaitu dengan memberikan kesempatan kepada semua pihak mendapatkan barang impor untuk penanggulangan wabah Covid-19 dengan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sehingga sangat membantu dalam penyediaan barang untuk kebutuhan di dalam negeri.

Adapun fasilitas yang diberikan dalam PMK ini yaitu pembebasan bea masuk dan/atau cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 terhadap impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19 baik untuk komersial maupun non komersial.

"Barang nya apa saja bapak ibu sekalian di sini terlihat bahwa barangnya mulai dari hand sanitizer, test kit, ataupun rekan laboratorium, transfer media untuk virus, obat vitamin, peralatan medis dan alat pelindung diri APD. Ini terkait juga nyambung dengan yang dari saya sampaikan ke awal dengan terbitnya PMK 28 jadi yang tidak masuk dalam skema pasal PMK 34 ini dapat menggunakan PMK 28 jenis-jenis barang yang dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan dibebaskan dari Pemungutan PPh pasal 22 impor," jelas dia.

 


Dukung Dunia Usaha

Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Sementara itu, dalam konteks untuk mendukung dunia usaha Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga menerbitkan beberapa hal. Pertama terkait dengan kemudahan dalam penyampaian SPT tahunan orang pribadi ataupun badan.

SPT tahunan orang pribadi diundur penyampaiannya dari tanggal 31 Maret 2020 akan disampaikan paling lambat tanggal 30 April 2020, untuk orang pribadi. Sedangkan untuk wajib pajak badan batas waktu penyampaian adalah tanggal 30 April 2020 dan tidak diperpanjang.

"Namun demikian diberikan kemudahan kepada wajib pajak baik orang pribadi atau badan untuk menyampaikan SPT dengan hanya memberikan beberapa kelengkapan saja," jelas dia.

Suryo menjelaskan para wajib pajak cukup memberikan transkrip elemen laporan keuangan. Untuk wajib pajak badan disertakan di SPT atau laporan keuangan sederhana yang berupa neraca nsederhana, sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi yang perlu disertakan pada waktu menyampaikan SPT paling lambat tanggal 30 April 2020.

"Pertanyaannya sampai kapan dokumen dokumen yang harus dilampirkan? apat dilampirkan dokumem sampai dengan tanggal 30 Juni tahun 2020 jatuh pada masa waktu sekitar dua bulan kepada para wajib pajak untuk mengumpulkan," jelasnya.

Selanjutnya untuk mendukung industri, pihaknya juga telah mengeluarkan PMK 23 tahun 2020 tentang relaksasi sektor kegiatan usaha pengolahan yang terdampak Covid-19. Beleid ini mengatur insentif pajak terkait PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, dan PPN. Perusahaan media dan pers mendapat lantaran pemerintah memutuskan memperluas fasilitas ke 18 sektor usaha di luar manufaktur.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya